Thursday, March 25, 2010

Bupati Sekawasan Pegunungan Tengah Papua Ancam Bentuk Provinsi Baru

TEMPO Interaktif, Jakarta - Asosiasi Bupati Sekawasan Pegunungan Tengah papua mengajukan pembentukan provinsi baru jika pemerintah pusat tidak mendengarkan aspirasi mereka untuk menjadikan kawasan pegunungan tengah sebagai kawasan infrastruktur.

"Jika pemerintah pusat tidak dengar aspirasi, kami meminta daerah otonomi baru sebagai provinsi pegunungan tengah dengan ibu kota Wamena," kata Ketua Asosiasi Bupati Sekawasan Pegunungan Tengah Lukas Enembe kepada wartawan di Jakarta hari ini (25/3).

Asosiasi ini terdiri dari 10 bupati yakni bupati Jayawijaya, Bupati Puncak Jaya, Bupati Pegunungan Bintang, Bupati Tolikara, Bupati Yahukimo, Bupati Nduga, Bupati Yalimo, Bupati Lani Jaya, Bupati Mamberamo Tengah, dan Bupati Puncak.

Menurut Lukas, usulan Pegunungan Tengah sebagai kawasan infrastruktur untuk membuka isolasi yang sudah lama. Padahal 70 persen penduduk asli Papua berada di kawasan tersebut. "Satu-satunya transportasi adalah pesawat udara ( jenis twin otter)," kata Ketua DPD Partai Demokrat Papua itu.

Selain masalah transportasi, kawasan Pegunungan Tengah juga sangat memprihatinkan meski sumber daya alam sangat kaya. Ia menyebutkan, sebesar 70 persen dari 1,2 juta penduduk asli Papua di kawasan itu dikategorikan penduduk miskin.

Indeks Pembangunan Manusia di kawasan Pegunungan Tengah juga terendah dari seluruh wilayah Indonesia. Sedangkan Indeks Kemahalan Konstruksi maupun kebutuhan bahan pokok lainnya tertinggi di Indonesia. Misalnya, harga satu sak semen ukuran 50 kilogram Rp 1,5 juta. Sedangkan harga bahan bakar minyak per liternya antara Rp 35 ribu sampai Rp 40 ribu.

Ia menilai, miskinnya infrastruktur di kawasan Pegunungan Tengah ditengarai karena sikap diskriminatif dan pembiaran dari Pemerintah Provinsi Papua.

Meski saat ini pemerintah pusat memberlakukan moratorium (penghentian sementara) pemekaran wilayah, namun Lukas yakin pemerintah pusat akan merestui pendirian provinsi Pegunungan Tengah. Ia berharap tahun 2011 usulan pembentukan provinsi itu diterima oleh pemerintah pusat. Apalagi syarat pembentukan provinsi sudah terpenuhi, yakni sudah ada 10 kabupaten dan dukungan dari 1,2 juta penduduk di kawasan tersebut.

Wednesday, March 10, 2010

SBY di Australia Jangan Remehkan Papua Nugini

SBY di Australia
Jangan Remehkan Papua Nugini
Derek Manangka

(istimewa)

LAWATAN Presiden SBY ke Australia, 9 -11 Maret 2010 memang penting. Tetapi perjalanan selanjutnya ke Port Moresby, ibukota Papua Nugini, jauh lebih penting. Mengapa?

Sampai kapanpun Australia akan tetap bergantung kepada Indonesia. Jika Indonesia 'kacau', maka 'kekacauan' itu akan mempengaruhi kehidupan nyaman bangsa Australia.

Contohnya soal pendidikan. Saat ini jumlah pelajar dan mahasiswa Indonesia di berbagai pusat pendidikan di Australia cukup signifikan. Mereka mengeluarkan biaya cukup besar, yang kemudian masuk ke sejumlah rekening bank Australia sehingga ikut memperkuat ketahanan ekonomi negara itu. Jadi andaikata Indonesia mengeluarkan larangan belajar di Australia, dapat dipastikan, Australia yang akan menderita.

Kalau saja kita mau mengeluarkan semacam education warning bagi pelajar dan mahasiswa Indonesia yang ingin ke Australia, industri pendidikan negeri tetangga itu akan menderita. Sama halnya dengan Australia yang senang mengeluarkan travel warning bagi wisatawan yang ingin ke Indonesia.

Singkatnya, jika kita (Indonesia) diam saja, maka mereka (Australia) justru akan merasa tidak nyaman. Australia tidak mungkin meminggirkan Indonesia dari prioritas pergaulan.

Tentang pentingnya Papua Nugini (PNG), cukup banyak alasan. Tetapi yang paling rasional adalah PNG merupakan tetangga yang jauh lebih dekat dengan Indonesia dibanding Australia. Dengan PNG, wilayah kita hanya dipisahkan daratan. Lain halnya dengan Australia. Kita harus menyeberangi laut.

Sementara alasan lainnya lebih bersifat politis dan strategis. Bagi Indonesia, PNG dapat menjadi mitra dalam memperkuat perekat bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Yang diperlukan dari PNG, negara tetangga ini tidak akan menjadi pendukung bagi gerakan separatis OPM, baik secara diam-diam apalagi secara terbuka.

Jika kita boleh jujur, salah satu ancaman paling serius dari keutuhan NKRI, berada pada nasib dan masa depan Papua. Provinsi Papua hingga kini belum dapat dikatakan daerah aman, karena masih hidup aspirasi rakyat Papua yang ingin mendirikan negara merdeka, terpisah dari NKRI.

Sudah bukan rahasia lagi bahwa salah satu alasan munculnya keinginan berdirinya negara merdeka di provinsi paling Timur itu karena rakyat Papua yang masih serumpun terinspirasi oleh sebuah kenyataan di PNG. Jika di Papua Timur ada rumpun Melanesia yang bisa punya kewarganegaraan, lantas mengapa Melanesia yang sama di Papua bagian Barat – wilayah Indonesia, tidak bisa terwujud?

Jika putera PNG bisa menjadi perdana menteri, mengapa orang Papua tidak bisa menjadi presiden di bumi papua? Mengapa hanya orang Jawa – rumpun Asia yang bisa menjadi presiden dari rumpun Melanesia?

Aspirasi ini, oleh masyarakat Papua, memang tidak selalu diungkapkan secara eksplisit. Tetapi secara implisit yang menjadi inti dari munculnya OPM di Papua justru hal-hal yang tidak diucapkan.

Keamanan di Papua saat ini tidak bisa dikatakan kondusif. Eksistensi OPM tidak bisa dianggap sudah tak ada lagi. Tokoh atau pemimpin OPM boleh saja dieksekusi oleh eksekutor Indonesia. Tetapi ini tidak berarti apsirasi orang Papua untuk merdeka lantas ikut mati.

Sejarah peradaban sudah membuktikan bahwa di hampir semua belahan dunia selalu ada kelompok yang ingin memisahkan diri dari sebuah negara yang sudah merdeka. Siapa yang menyangka, Yugoslavia yang konsep negara kesatuannya mirip Indonesia, akhirnya tercerai-berai. Aspirasi menjadi orang merdeka, memiliki negara merdeka, hingga kapanpun tak akan hilang.

Kita patut bersyukur karena sejauh ini tidak ada tanda-tanda bahwa pemerintah atau pegiat politik di PNG memberikan dukungan bagi berdirinya sebuah negara merdeka, negara Papua yang terpisah dari NKRI.

Tetapi ini tidak berarti peluang munculnya dukungan dari bagian timur Papua itu lantas bisa kita pastikan tak akan pernah ada. Sebuah era, setiap zaman, punya kisahnya dan generasi berbeda. Bagaimana wujud dan visi generasi berikutnya di Papua, kurang lebih juga bisa demikian.

Jadi salah satu strategi mencegah terpisahknya Papua dari NKRI adalah memberikan pemahaman kepada masyarakat dan pemerintah PNG. Tentang hidup bertetangga yang baik, sikap Indonesia yang tidak imperialis dan ekspansionis, serta menghormati pluralisme. NKRI dari Sabang sampai Marauke, bukan sekadar jargon.

Mudah-mudahan kunjungan seorang Presiden RI ke PNG dapat memperkokoh hubungan kedua negara dan yang lebih penting lagi jaminan dari PNG bahwa cita-cita OPM tidak mereka dukung.

Masalah jaminan, sebetulnya bukan hal yang sulit untuk diperoleh SBY dari pemerintah PNG. Sebab dari waktu ke waktu PNG selalu memperlihatkan keinginan kuat menjadi sahabat baik Indonesia. Keinginan ini ditunjukkannya melalui lamarannya untuk menjadi anggota ASEAN. Namun keinginan PNG itu tidak pernah terpenuhi. Dan PNG pun tak merasa tersinggung dengan pengabaian itu.

Semoga kunjungan presiden RI kali ini berhasil membangun poros baru yakni jembatan yang menghubungkan antara rumpun Melanesia dan rumpun Asia. [mor]


http://www.inilah. com/news/ read/2010/ 03/10/392032/ jangan-remehkan- papua-nugini/

MX

Australia di Mata Indonesia

Australia di Mata Indonesia


10/03/2010 19:28

Untuk ketiga kalinya, selama menjabat sebagai presiden, Susilo Bambang Yudhoyono mengunjungi Australia. Ini adalah kunjungan terbanyak yang pernah dilakukan oleh seorang Presiden Indonesia ke Australia.

Di era Yudhoyono-John Howard (2004 - 2008), hubungan kedua negara ini sempat terganggu. Karena pada 2006, puluhan warga Papua menyeberang ke Australia dan hingga kini tinggal di Kota Melbourne, di negara bagian Victoria. Tapi kemudian hubungan ini membaik seiring dengan naiknya Kevin Michael Rudd sebagai perdana menteri baru di Australia.

Ada yang menarik dari Rudd. Ia pandai berbahasa Mandarin dan ini menandakan Rudd memiliki perhatian yang lebih ke Asia. Rudd mengingatkan kita pada sosok Paul Keating, yang berusaha melepaskan Australia dari keterikatannya dengan Eropa dengan menjadi "Suku Putih" di Asia.

Rudd dan juga Keating berasal dari partai yang sama yaitu Partai Buruh. Saat Howard berkuasa, sebelum menjadi pemimpin oposisi, Rudd sempat menjadi Menteri Luar Negeri bayangan dari partai oposisi. Hal ini menyebabkan Rudd matang dalam memandang hubungan luar negeri Australia dengan tetangganya.


Di dalam negeri sesaat setelah dilantik menjadi PM, Kevin Rudd sempat meminta maaf pada warga Aborigin yang teraniaya. Khususnya pada peristiwa 1970, saat orang tua warga Aborigin dipaksa berpisah dengan anak-anak mereka, dalam rangka asilimilasi. Tindakan minta maaf Rudd ini mendapatkan sambutan yang sangat baik dari penduduk asli Australia itu. Kebijakan ini juga mencerminkan pekanya Rudd bahwa benar, Australia menjadi suku putih yang bertetangga langsung dengan Asia.

Jika di Australia ada perubahan dari Howard ke Rudd, maka di Indonesia dalam lima tahun belakangan tidak ada perubahan. Sosok Yudhoyono menjadi sosok yang disukai oleh pihak Australia. Tidak keras seperti Bung Karno, tidak dingin seperti Pak Harto, dan tidak sulit ditebak seperti Gus Dur. Sosok Yudhoyono mudah untuk diikuti sehingga analisa para Indonesianis pada pemerintahan Yudhoyono tidak sekritis pada era Pak Harto, misalnya.

Terganjal Balibo Five

Kalau ada yang mengganjal dalam hubungan kedua negara ini tak bukan karena kasus terbunuhnya wartawan Australia di Balibo pada 1975. Film Balibo Five yang diproduksi oleh produser berwarga negara Australia ditolak tayang di bioskop di Tanah Air. Meski kemudian, film ini malah dinikmati melakui acara nonton bareng, dan bahkan kemudian DVD bajakan dengan kualitas bagus beredar bebas.

Dalam pertemuan Yudhoyono-Rudd di jamuan makan di Parlemen Australia pada Rabu (10/3) pagi, Shirley Schakleton, janda mantan reporter Channel 7 Greg Shackleton, salah satu korban Balibo Five sempat berusaha untuk memberikan surat pribadinya pada Presiden Yudhoyono. Selain itu ada surat kabar The Canberra Times yang menyoroti pentingnya penyelesaian kasus Balibo, demi harmonisasi hubungan kedua negara.

Masalah Balibo Five memang bukan masalah Government to Government atau G to G. Tapi, ini bisa berimbas ke hubungan global kedua negara. Saat 42 warga Papua diterima Australia, maka sebuah koran di Indonesia mengeluarkan karikatur yang mengejek PM John Howard. Tak lama, sebuah koran di Australia membalas dengan membuat karikatur yang mengejek Presiden Yudhoyono.

I
ni memang terjadi sekitar empat tahun lalu. Di era Yudhoyono-Rudd memang belum ada masalah besar kecuali pelarangan pemutaran Balibo Five. Penampilan pertama Presiden Indonesia di depan Parlemen Australia menunjukkan keberanian Indonesia di era keterbukaan. Dalam pidatonya bahkan Presiden Yudhoyono mendapatkan tepuk tangan sambil berdiri dari anggota Parlemen saat mengumumkan keberhasilan polisi menembak mati Dulmatin, sang teroris. Keberanian Presiden untuk berdiri di depan anggota Parlemen ini bukan tanpa risiko. Sebab, anggota Parlemen yang jumlahnya 220 orang ini bisa saja mengajukan pertanyaan seputar isu HAM terutama di Papua.


Dari Rudd ke Obama

Keberhasilan Presiden Yudhoyono dalam diplomasinya di Australia ini akan berdampak besar dalam pertemuannya dengan Presiden Amerika Serikat Barack Obama bulan ini. Australia dikenal sebagai jendela Amerika di Asia Pasifik. Sehingga apapun yang menjadi pandangan Australia terhadap Indonesia, nampaknya itulah yang menjadi pandangan Amerika Serikat. Kalaulah kunjungan ini dianggap berhasil, maka sebetulnya bargaining position Indonesia harusnya naik.

Boleh juga jika kita meminta agar Freeport berbuat lebih bagi suku Amungme. Pada Senin lalu, masyarakat Suku Amungme, Kabupaten Timika, Papua, kembali mengajukan gugatan terhadap PT Freeport ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Gugatan terfokuskan pada perampasan tanah ulayat secara paksa pada 1969 lampau. Jika beberapa keputusan Obama cukup kontroversi dengan menutup Guantanamo, boleh sedikit berharap, orang Papua yang juga mendapatkan sorotan dari Australia itu bisa mendapatkan hak-hak mereka.

Raymond Kaya
Kepala Peliputan Liputan 6 SCTV

Friday, March 5, 2010

Transmigran asal Jawa Ditolak

SORONG-- Rencana Pemprov Papua Barat untuk mendatangkan 7000 transmigran dari Jawa, ditentang sekelompok massa yang tergabung dalam Komite Nasional Pemuda Papua (KNPP). Mereka menggelar aksi unjuk rasa serentak di DPRD Kota dan DPRD Kabupaten Sorong, kemarin (4/3). Mereka menganggap, program transmigrasi yang diikuti dengan pembangunan fasilitas 7000 rumah trasmigran, sebagai bentuk ketidakadilan. Alasannya, rakyat Papua Barat sendiri masih hidup dalam keprihatinan.

Bahkan, rencana Pemrov Papua Barat mendatangkan 7000 transmigran dari Jawa itu dicurigai merupakan salah satu strategi untuk memenangkan Pilkada Gubernur Papua Barat 2011 mendatang.

Aksi dengan long march dari Lapangan SPG Remu ke Kantor DPRD Kota Sorong di Jln A Yani. Sekitar pukul 10.00 WIT massa yang juga diikuti mama-mama Papua mulai bergerak dengan berjalan kaki melewati jalan protokol Kota Sorong. Sepanjang barisan massa tampak dipagari dengan tali rafiah berwarna merah. Selain membentangkan spanduk dan beberapa pamflet, massa juga menyanyikan beberapa lagu.

Spanduk yang dibentangkan bertuliskan 'Masyarakat adat Papua dan Papua Barat menolak transmigrasi dari Jawa Barat ke Papua Barat'. Dalam aksinya massa terus meneriakkan kata 'penolakan' atas rencana tersebut.'Tolak! .Tolak!.Tolak! " teriakan massa yang bergema di sepanjang jalan. Tiba di DPRD Kota, massa diterima Ketua DPRD Kota Sorong Reynold Jumame didampingi anggota DPRD Kota Rahman, Petrus Nafan, Saul Yarolllo, Ishak Rahareng, Abdul Muthalib dan Jhon Lewerissa.

Dari orasi yang dilakukan secara bergantian, terungkap aksi demo itu dipicu dari adanya rencana Pemrov Papua Barat untuk mendatangkan sekitar 7000 transmigran dari Jawa Barat ke Papua Barat. Yang diketahui massa bahwa rencana program transmigrasi ini tertuang dalam kesepakatan antara gubernur Papua Barat dengan gubenur Jawa Barat. Inti dari beberapa orasi yang disampaikan di halaman Kantor DPRD Kota, dinyatakan bahwa masyarakat asli Papua masih hidup dalam keprihatinan. Dengan hadirnya transmigran, dikhawatirkan perhatian pemerintah akan terbagi sehingga hal ini akan menjadi ancaman bagi rakyat Papua yang akan tambah hidup melarat.

"Dengan pemerintah menyiapkan fasilitas termasuki rumah sebanyak 7 000 unit lalu bagaimana nasib masyarakat di Papua," ujar Koordinator Massa Luis Sroyer. Dikatakan Luis Sroyer, aspirasi yang disampaikan itu adalah murni aspirasi masyarakat Papua dan tidak ada indikasi politik. Dalam aksi menolak transmigrasi tersebut, massa menyatakan menolak pencalonan Abraham O.Atururi maju kembali dalam pemilihan Gubernur Papua Barat tahun 2011 mendatang.

"Transmigrasi adalah militerisme, dimana perekonomian akan dipegang oleh pendatang dan kami orang Papua semakin minoritas," seru Luis Sroyer. Sementara orator lainnya mewakili KNPP,Abraham Goram Gaman menyatakan, transmigrasi akan berdampak di segala aspek. Dalam aspek politik akan menjadikan pro kontra dalam realisasi Otsus di masyarakat. Sedangkan pada aspek hukum akan menimbulkan hukum nasional dan hukum internasional di tanah Papua.

"UU No 21 tentang Otsus dan UU 27 tentang pengolahan sumber daya alam harus dilihat," kata Abraham. Dalam aspek ekonomi akan ada kecemburuan antar orang Papua dengan pendatang,lihat saja saat ini orang Papua hanya bisa jual pinang di pinggir pasar," kata Abaraham.

Menuurt Abraham Otsus dihadirkan untuk membangun rakyat di Papua dan bukan menjadikan Otsus sebagai bahan menyingkirkan masyarakat Papua. Yang cukup menyentuh ketika salah satu perwakilan mahasiswa, Sayang Randabayan yang diberi kesempatan untuk berorasi dihadapan dewan menuturkan kisah hidupnya. Dimana setelah tamat SMA ia tidak bisa langsung kuliah karena orang tuanya tidak punya uang untuk membiayai dirinya kuliah.

"Saya saja harus kerja dulu empat tahun baru bisa kuliah. Saya saja sudah begini, bagaimana dengan adik-adik saya nantinya. Bagaimana dengan anak-anak Papua lainya,yang tidak punya tabungan,orang tuanya kerja apa adanya. Coba bapak-bapak lihat keadaan masyarakat yang tinggal di belakang bandara DEO kadang saya menangis melihat kehidupan masyarakat Papua,"ujar Sayang Rundabayan. "Kalau ada transmigrasi, kami ini mau ditaruh dimana ",sekarang saja hidup sudah susah,kami orang Papua bukan malas bekerja, bukan bodoh, kami kurang apa lagi," keluhnya.

Sementara, Alex Korwa dalam orasinya menilai rencana Pemrov Papua Barat mendatangkan 7000 transmigran dari Jawa merupakan salah satu strategi untuk memenangkan Pilkada Gubernur Papua Barat 2011 mendatang. Ketua DPRD Kota Sorong Reynold Jumame menyatakan menerima dan akan meneruskan ke tingkat yang lebih tinggi. Setelah berlangsung sekitar 2 jam, massa pun akhirnya membubarkan diri dan meninggalkan Kantor DPRD dengan tertib. Pantuan Koran ini, aksi demo massa di Kantor DPRD Kota kemarin dikawal puluhan polisi yang dipimpin Kabag Ops Polresta Kompol Harry Yudha Siregar.

Untuk aksi yang dilakukan di DPRD Kabupaten Sorong, dipimpin Sekretaris Dewan Adat Papua (DAP) Wilayah Sorong Yoab Syatfle, A.Md juga berlangsung aman dan tertib. Puluhan massa bergerak sekitar pukul 11.00 WIT. "Bangsa Papua tidak butuh Transmigrasi. Kami ingin hidup sendiri'. Gubernur Papua Barat jangan merencanakan pembunuhan terhadap rakyat Papua'. Demikian isi spanduk yang dibentangkan massa.

Aksi demo sempat memanas ketika massa tiba di Kantor DPRD Kabupaten Sorong, dan berorasi namun belum ada satupun anggota DPRD yang menemui mereka. Tak lama kemudian akhirnya Wakil Ketua I DPRD Sukirno SH, didampingi Wakil Ketua II Max Izaak Fonataba SE, M.Si dan sejumlah anggota DPRD Kabupaten Sorong menerima aspirasi para demonstran.

Fredi Fakdawer mebacakan pernyataan sikap menolak transmigrasi. 'Tanah Papua adalah tanah adat bukan tanah negara. ika negara tidak mengakui kami sebagai pemilik tanah adat maka kami juga tidak mengakui negara di tanah adat kami. Indonesia selalu mendatangkan transmigrasi ke tanah Papua tetapi tidak membawa keuntungan bagi orang Papua, mereka datang lalu menguasai dan jual tanah lalu pulang ke Jawa, contoh di Aimas, Salawati, Klamono dan Manokwari," urainya.

Pernyataan sikap tertulis diterima oleh Wakil Ketua I DPRD Kabupaten Sorong, Sukirno SH yang menyatakan akan dibahas oleh dewan untuk kemudian ditindaklanjuti sesuai wewenang DPRD. Sekretaris DAP Yoap mengigatkan agar dewan tak hanya menerima aspirasi tetapi juga harus memperjuangkan aspirasi rakyat. Dia malah meminta DPRD untuk meniru para anggota DPR yang voting dan berkelahi saat rapat paripurna membahas skandal Century, lantaran ingin menyuarakan aspirasi rakyat. (reg/rat/sam/ jpnn)

Pendiri OPM Kembali ke Bumi Cendrawasih

Jumat, 05 Maret 2010 00:00 WIB 0 Komentar 1 0
Pendiri OPM Kembali ke Bumi Cendrawasih

Antara

NICHOLAS Jouwe tiba di Papua, kemarin. Pendiri Organisasi Papua Merdeka itu berencana menetap kembali di tanah kelahirannya setelah sejak 1969 bermukim di Belanda.

"Papua Merdeka itu hanya mimpi. Papua tidak akan merdeka," ujarnya beberapa saat setelah pesawatnya mendarat di Jayapura.

Jouwe mengaku sudah memperjuangkan kemerdekaan bangsa Papua Barat di PBB. Namun, ia mendapat jawaban bahwa orang Papua sudah merdeka di dalam bingkai NKRI.

Kini, Jouwe mengaku sudah kembali menjadi orang Indonesia. Karena itu, ia pulang ke Papua. Baginya, ini adalah kebanggaan tersendiri. Ia bisa berkumpul bersama sanak saudara di kampung halaman. Jouwe menilai Papua telah mengalami perkembangan sangat pesat. (FO/N-3)


Thursday, March 4, 2010

Aspirasi Papua Merdeka Terus Disuarakan

Numbay--Ratusan massa yang tergabung dalam Solidaritas HAM, Hukum dan Demokrasi Papua kembali menyuarakan aspirasi Papua Merdeka lewat aksi demo damai yang dilakukan di DPRP, Senin (22/2) lalu.

Para pendemo meneriakan ‘Papua Merdeka’ berulang-ulang. Mereka menyerukan kepada seluruh rakyat Papua untuk jangan pernah berhenti memperjuangkan hak Papua untuk menentukan nasif sendiri atau merdeka. Kata mereka, kemerdekaan bagi bangsa Papua Barat adalah hak politik.

Dikabarkan, setelah berkoordinasi dengan Pihak Polsekta Abepura yang dipimpin langsung oleh Polsekta Abepura AKP Yafet Karafir akhirnya pihak kepolisian mengijinkan para pendemo untuk melakukan aksi. Para pendemo membawa spanduk yang isinya: “Pemerintah segera tarik pasukan organik dan non organic” , “Stop militerisme di Papua”, “Negara bertanggung jawab atas seluruh korban pelanggaran HAM di Papua”.

Dari Jayapura, Papua Barat, dilaporkan, selain spanduk para pendemo juga membawa beberapa pamflet yang di antaranya tertulis: “Papua tanah damai hanyalah hayalan”, “Hentikan kekerasan terhadap tahanan Napol Tapol”, “Bebaskan tahanan Tapol dan Napol di Papua”, “Stop militerisme di Papua”, “Stop pembunuhan di luar proses hokum”, “Hentikan penambahan kodam di Tanah Papua”, “Hentikan bisnis di Tanah Papua”,”Rrakyat Papua lawan penindasan”, dan pamflet-pamflet lainnya.

Larangan dan Pengawalan Ketat
Aparat polisi Indonesia memberhentikan aski tersebut dengan alasan mengganggu lalu lintas. Namun, setelah berkoordinasi dengan aparat, kemudian diberi ruang di bawah tekanan aparat. Aksi itu berlangsung di bawah pengawalan ketat dari aparat gabungan Dalmas Mapolresta Jayapura dan Brimob sebanyak 1 kompi. Aparat juga menyiapkan 1 unit kendaraan Water Canon di tempat aksi. Dikabarkan, Kapolresta Jayapura, AKBP. H. Imam Setiawan, SIK memerintahkan untuk pasukannya untuk siap siaga.

Koordinator aksi, Usama Yogobi, meminta supaya semua tahanan politik (Tapol) dan narapidana politik (Napol) dibebaskan tanpa syarat kemudian meminta kepada aparat kepolisian mengungkap kasus penembakan Opinus Tabuni di Wamena pada perayaan Hari Pribumi Internasional.

Dikabarkan, tidak ada anggota DPR Provinsi yang menemui mereka. Tetapi, setelah masa mengancam bermalam, maka Wakil Ketua II DPRP, Komarudin Watubun, SH, MH bersama Wakil Ketua Komisi A, Ir. Weynand Watori, anggota Komisi A, Amal Saleh, Wakil Ketua Komisi B, H. Zainuddin Sawiyah, SH dan anggota Komisi E, H. Maddu Mallu, SE menemui mereka.

Massa meminta supaya DPRP bekerja untuk memperjuangkan pembebasan sejumlah tapol dan napol lewat pembentukan tim. Pihak DPRP mengatakan, apirasi tersebut tetap akan ditindaklanjuti dan akan menjadi agenda yang harus dikoordinasikan kepada Komisi A yang membidanginya bidang bersangkutan. ***