Thursday, August 20, 2009

Mantan Tapol Tuding WPNA Lakukan Pembohongan Publik

Manokwari, Media Papua – Mantan tahanan politik dan narapidana politik (Tapol/Napol) Papua Merdeka Eliezer Awom menuding kelompok West Papua National Authority (WPNA) selama ini telah melakukan pembohongan terhadap orang -orang Papua. Tudingan tersebut disampaikan Eliezer saat menggelar jumpa pers di kantor Dewan Adat Papua (DAP) wilayah Kepala Burung yang difasilitasi Direktur LP3BH Manokwari, Yan Christian Warinussy, SH.

Eliezer mengaku sengaja menggelar jumpa pers untuk meluruskan konsensus yang saat ini sedang dibangun oleh WPNA. Sebab, jika tidak diluruskan masyarakat akan terus menjadi korban. Menurutnya, konsensus-konsensus sudah dibangun sejak tahun 2002 lalu. Sehingga saat ini tidak perlu lagi membangun konsensus baru untuk mencari dukungan, karena senantiasa akan membingungkan masyarakat.

Mantan Tapol/Napol ini juga mengaku sudah menyarankan kepada tim konsensus untuk mencari jalan terbaik untuk perjungan Papua Merdeka. Tapi lanjut Eliezer saat pertemuan di Jayapura beberapa waktu lalu, tim konsensus tetap ngotot untuk membentuk konsensus baru. “Kelompok yang melakukan kebohongan ada selama ini dan terjadi dimana-mana, sehingga ada yang masuk penjara,” tuturnya seraya menyebut kelompok WPNA yang melakukan kebohongan tersebut.

Menurutnya, keolompok tersebut telah merugikan masyarakat dengan membentuk kegiatan-kegiatan. Bahkan, mereka juga sudah berani mengedarkan selebaran kepada masyarakat. Bukan hanya itu, tapi akibat kegiatan-kegiatan seperti demo telah membawa beberapa orang Papua untuk ditahan dengan tuduhan melakukan tindak pidana makar. Dirinya mengku sudah banyak bukti-bukti berupa video dan selebaran yang menyatakan Edison Waromi akan membawa persoalan Papua ke PBB. Eliezer dengan tegas mengatakan hal itu tidak benar.

Lanjut Eliezer, yang berhak membawa persoalan Papua ke PBB adalah negara-negara anggota PBB yang mendukung kemerdekaan bangsa Papua. “Tidak ada seorangpun yang bisa membawa persoalan Papua ke PBB. Tetapi yang bisa hanyalah negara anggota PBB yang mendukung bangsa Papua untuk berdaulat sendiri. Jadi stop kebohongan, rakyat juga mulai ambil sikap karena kelompok tersebut merugikan perjuangan,” tuturnya lagi.

Ketika ditanya soal keinginan warga Papua untuk berdialog dengan pemerintah, Eliezer mengku bagi dirinya selaku pilar Tapol/ Napol Papua Merdeka tidak mau lagi untuk berdialog. Apalagi ia melihat pemerintah Indonesia sendiri yang tidak menginginkan dialog tersebut. Dengan terang-terangan ia menginginkan perundingan dengan melibatkan pihak ketiga.

Aktivis Papua Merdeka, Melkianus Bleskadit pada kesempatan itu juga meminta pemimpin-pemimpin perjuangan Papua Merdeka untuk bersikap dewasa dalam melihat dan menyelesaikan persoalan. Jangan sampai target perjuangan yang sudah dicapai terganggu dengan sikap yang tidak dewasa tersebut. “Saya cuma menginginkan pemimpin-pemimpin organisasi Papua Merdeka untuk bersikap lebih dewasa,” tuturnya.

BAP Tuduhan Makar di Nabire Direkayasa Polisi Indonesia

Nabire, WPToday – Dari Nabire Papua dilaporkan, pemeriksaan 15 terdakwa dengan tuduhan pasal makar yang berlangsung di ruang sidang III Pengadilan Negeri Nabire, Kamis (30/7) terbukti banyak penyimpangan hukum. Penyimpangan hukum itu dilakukan oleh aparat penegak hukum (polisi Indonesia) dalam BAP (Berita Acara Pemeriksaan) terdakwa.

Para terdakwa mengakui, BAP yang telah disahkan dan dipake dalam sidang tersebut dibuat oleh polisi penyidik tanpa sepengetahuan terdakwa katika masih berstatus sebagai Tapol di Polres Nabire.

“Polisi cuma kasi datang kertas depan kawat sel, lalu kami disuruh teken tangan lewat cela kawat,” kata Januarius Tigi, salah satu terdakwa seperti dikatakan Reporter kami. “Mereka juga tidak pernah membacakan waktu di sana (di tahanan polres), di hadapan saya,” kata Elias Pigome seperti yang dikatakan saksi kepada WPToday.

Pengakuan yang sama juga diungkapkan rekan-rekan lainnya. Mereka diantaranya Yohanes Agapa, Januarius Tigi, Dominggus Pakage, Derias Anouw, Marten Anouw, Marthinus Youw, Yusak Kayame, Matias Adii, Frans Katouki, Beni Gobay, Andi Pigome, Elias Pigome, Yohanes Gobay dan Naftali Ogetai. Rata-rata dari ungkapan keterangan terdakwa secara terpisah dihadapan hakim mengatakan, selain identitas terdakwa, lainnya termasuk kronologis dalam BAP dibuat rekayasa oleh polisi.

Soal lain adalah, ke-15 terdakwa tersebut, rata-rata ditangkap dalam kondisi mabuk. “Dengan 2 rekan saya, malam minggu kami minum. Kami tidak tahu tetapi, dalam kondisi mabuk ada bunyi tembakan di sebelah terminal. Saya kaget bangun dan ketika saya mau lari dapat toki di kepala bagian belakang dari polisi,” jelas Marthinus Youw yang berdiri sekitar 200 meter dari lokasi Posko ILWP, Taman Gizi Oyehe Nabire.

Berdasarkan sidang pemeriksaan terhadap para terdakwa tersebut, mereka (terdakwa) pada umumnya tidak tahu-menahu tentang barang bukti yang ditunjukkan Hakim dan jaksa penuntut umum. Mereka juga tidak mengetahui tentang jadwal dan kegiatan di Posko penyambutan ILWP di Nabire tersebut. “Saya kaget dan heran karena dituduh telah melakukan tindakan maker,” ujar Naftali Ogetai usai siding.

Dalam sidang tersebut, Barang bukti tindakan makar yang disita polisi diantaranya berupa pisau, Handphone, kartu pengenal (KTP) kartu TPN/OPM dan sejumlah busur dan anak panah, serta kayu buah, Spanduk, cat warna merah, biru dan putih . “Tidak mungkin mereka berkumpul tanpa tujuan sama sekali,” tekan Jasman, SH, penuntut umum seperti dikutip berbagai media. ***

Terkait Penembakan Di Areal Freeport, Para Kambing Hitam Akan Dikenai Hukuman Mati

Timika, WPToday - Kepolisian Republik Indonesia berencana menjerat Enam tersangka penembakan di areal PT. Freeport, Mimika dengan pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana dengan ancaman maksimal hukuman mati. Hal ini terpaksa dilakukan karena Polisi tidak mampu mengungkap pelaku penembakan di areal Freeport yang melibatkan beberapa anggota Kopassus.

Mereka yang dijadikan kambing hitam dan persembahan bagi korporasi Amerika Serikat itu adalah Amon Yamawe (30), karyawan PT Freeport, Eltinus Beanal (26), warga Jl Timika Indah, Tommy Beanal (25), warga Centi, Tembagapura, Mimika, Simon Beanal (30), warga Jl Baru, Timika, Dominikus Beanal (25), karyawan PT Freeport dan Yani Beanal (18) pelajar.

Pada Sabtu (11/7), Kopasus menembak mati Drew Nicholas Grant (WN Australia). Seorang Provos Polda Papua, Marson Patipelohi yang berhasil kabur dari mobil yang diserang juga tewas karena lehernya digorok Kopasus dan mayatnya ditemukan sehari kemudian. Polisi yang melakukan penyisiran menemukan 2 orang anggota Kopasus di sekitar lokasi kejadian tetapi mereka kemudian dilepas atas perintah Kapolda Papua Irjen Pol. Bagus Ekodanto.

Penembakan terhadap Drew Nicholas Grant terjadi di wilayah yang sepenuhnya berada dibawah kontrol sedikitnya 500 pasukan TNI-Polri yang bertugas melakukan pengamanan tertutup di wilayah Mile 68 sampai Mile 74.

Pangkodap III Nemangkawi, Gen. TPN-PB Kelly Kwalik dalam keterangan pers tertanggal 15 Juli 2009 mengatakan, TNI-Polri dan PT Freeport beranggungjawab atas Kematian Drew Nicholas Grant. Kelly Kwalik juga menyatakan dirinya hanya bertanggungjawab atas penyerangan yang dilancarkan mulai hari Minggu (12/7) sampai saat ini karena pihaknya merasa dituduh sebagai pelaku pembunuhan terhadap Drew Nicholas Grant.

“Karena TNI/Polri menuduh kami TPN-OPM tanpa bukti-bukti yang jelas, maka pada pukul 11.00 A.M, hari Minggu, TPN-OPM menyerang Mobil PT FI yang mengangkut pasukan gabungan TNI-Polri ke Mile 68. Dalam insiden ini, 4 Mobil PT FI rusak. Kami menembak mati 1 Satpam dan 1 Polisi, dan 3 lainnya cedera,” tulis Kelly dalam Keterangan Persnya.

Selain TPN-OPM, pihak Tentara Revolusi Papua Barat (TRPB) juga mengutuk tindakan kejam TNI-Polri ini. Dalam Keterangan Pers tertanggal 15 Juli 2009 yang ditandatangani Gen. TRPB Mathias Wenda, TRPB mengecam dan megutuk tindak kriminal oleh aparat keamanan NKRI ini.

“Kasus tindak kriminal TNI/Kopasus yang melanggar HAM seperti ini tidak dapat dibenarkan dengan alasan apapun dan telah banyak terjadi di Tanah Papua maupun di wilayah NKRI lain seperti di Aceh, Poso, Ternate dan Ambon yang telah memakan korban warga sipil dan kemudian mengkambinghitamkan pihak lain yang dianggap bertentangan denga Pemerintah atau NKRI,” tulis TRPB.

Saat ini sedikitnya 2000 sampai 3000 personil pasukan gabungan TNI-Polri dan Milisi Merah Putih dikerahkan untuk mengamankan operasional perusahaan tambang tersebut. Ribuan karyawan dipaksa bekerja dibawah ancaman dan dalam keadaan lapar karena logistik makanan terus berkurang.

“Pelaku pembunuhan terhadap warga Australia jelas Kopasus, tetapi kalau sudah operasi gabungan begini, pelaku penembakan tidak akan diketahui dan masyarakat yang tidak tahu apa-apa akan dijadikan kambing hitam seperti kasus Wamang Cs,” jelas seorang anggota Polres Mimika yang asli Papua.***

Prihatin Situasi Papua, ILWP Surati Presiden SBY

Oxford – England, WPToday – Situasi Tanah Papua dan kehidupan rakyat pribuminya yang tidak menentu dalam hukum Indonesia saat ini mendapat perhatian serius dari Group Pengacara Internasional untuk Papua Barat atau International Lawyers for West Papua (ILWP).

Group ini mengirimkan surat pada Sabtu (01/08) kepada presiden Susilo Bambang Yudhyono yang berisi keprihatinan mereka terhadap penahanan dan tindakan sewenang-wenang aparatus kolonial, terutama Polisi, terhadap rakyat Papua Barat.

Menurut ILWP, Indonesia adalah negara yang sudah meratifikasi Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik, maka seharusnya menghargai kebebasan berpendapat yang diekspresikan oleh rakyat Papua Barat.

“Indonesia acceded to the Covenant on Civil and Political Rights in February 2006 and is therefore legally bound to allow West Papuans to express their views peacefully”, tulis ILWP sebagaimana terbit di situs www.infopapua.org.

Dalam surat tersebut, ILWP juga menyatakan kepriharinan mereka terhadap penahanan 15 warga di Nabire dan 3 tahun hukuman penjara yang dijatuhkan untuk mantan Ketua KNPB, Buchtar Tabuni hanya karena melakukan demonstrasi damai.

“…We are very concerned about the fifteen people on trial in Nabire and the three-year sentence imposed on Buchtar Tabuni for peaceful demonstrations,” tulis ILWP.

Surat ILWP tersebut ditandatangani oleh beberapa pengacara internasional yang tergabung dalam ILWP, diantaranya Melinda Janki dan Nigel Hughes asal Guyana.***

Iringgame Tabuni : Rakyat Papua Harus Berterima Kasih Kepada Noordin M Top!

Mulia, WPToday – Isu Terorisme yang menjadi proyek nasional Indonesia atas perintah AS, Australia dan negara-negara Uni Eropa ditanggapi serius oleh Iringgame Tabuni, Jubir Komando Tertinggi Militer Revolusi Papua Barat (KTMRPB). Ia mengatakan, Noordin M Top tidak menjadikan rakyat kecil sebagai target pemboman sehingga tidak ada yang perlu mengganggap Noordin M Top sebagai musuh bersama.

“Noordin bukan musuh bersama rakyat Indonesia, tetapi musuh Amerika, Australia, Uni Eropa dan Rezim SBY-JK yang menjadi komprador mereka,” jelas Tabuni kepada WPToday. Ia mengatakan, hal ini bisa dilihat dari sasaran bom selama ini, dimana rakyat kecil tidak pernah jadi korban. Sebaliknya, korban bom biasanya para eksekutiv perusahaan asing, hotel milik asing dan orang Indonesia yang menyambung hidup dengan cara membudak pada asing.

“Saya belum lihat pemukiman warga atau usaha milik pedagang kaki lima yang menjadi sasaran aksi bom kelompok Noordin M Top dan ini jelas, Noordin bukan musuh bersama rakyat Indonesia,” tegas Tabuni.

Tabuni mengatakan, rakyat Indonesia yang miskin sepertinya sedang diarahkan dan disibukkan oleh SBY untuk melindungi kepentingan pejabat dan kaum pemodal yang kaya-raya, sementara mereka sendiri harus memikirkan beban hidup yang berat, ancaman penggusuran oleh Satpol PP dan Petugas Trantib Kota, biaya pendidikan anak-anak mereka yang mahal dan banyak penderitaan lain akibat eksploitasi imperialisme AS dkk.

Ditanya soal himbauan terselubung para tokoh agama Kristen di Papua bahwa rakyat perlu membantu Polda Papua dan Densus 88 dalam upaya menangkal aksi-aksi kelompok Noordin di Papua, Tabuni mengatakan, hal ini tidak perlu ditanggapi dan rakyat Papua tidak perlu sibuk isu teroris. Ia menambahkan, rakyat Papua justru harus berterima kasih kepada Noordin M Top karena aksi Bom Kuningan belum lama ini sempat melukai salah satu pensiunan Pejabat PT Freeport.

“Pensiunan Pejabat PT Freeport yang isi kepalanya penuh dengan kejahatan terhadap rakyat Papua berhasil menjadi korban bom dan rakyat Papua harus berterima kasih kepada Noordin M Top, bila perlu mendoakan dia dan kelompoknya agar mendapat perlindungan Tuhan dari kejaran Densus 88,” himbau Tabuni.

Menurut Tabuni, keluarga Ibrahim dan korban jihad lainnya sebenarnya perlu mendapat santunan dari Rakyat Papua karena aksi-aksi anggota keluarga mereka bersama Noordin M Top di Indonesia, jika berskala luas, pasti akan mengurungkan niat investor asing untuk datang menguras kekayaan alam Indonesia, terutama daerah-daerah yang kaya akan SDA seperti Papua.

Pasca pemboman 2 hotel milik Amerika di Mega-Kuningan Jakarta, Ritz Carlton dan JW Marriott, pihak AS dan sekutunya langsung memerintah SBY untuk mengejar dan membunuh Noordin M Top dan kelompoknya sebagai persembahan bagi mereka.

Sebagai bukti kesetiaan SBY kepada AS dan sekutunya, tanggal 8 Agustus 2009, ia membunuh Aher Setiawan dan Eko Peyang di Bekasi, selanjutnya, ia membunuh Ibrahim dan memporak-porandakan rumah Mohzahri di Desa Beji, RT 01/07, Kelurahan Kedu, Temanggung, Jawa Tengah. Korban yang tewas kemudian dijadikan persembahan bagi AS dan para sekutunya.

Bukti kesetiaan dan kepatuhan SBY kepada AS dan sekutunya ini disaksikan langsung oleh berjuta-juta rakyat miskin Indonesia karena dipertontonkan di hampir semua stasiun televisi di Indonesia.

Dalam menjalankan aksinya, kelompok Noordin M Top sebenarnya tidak pernah mengincar rakyat Indonesia. Dalam sebuah Blogsite, ia menulis, “Agar ummat ini mengetahui bahwasanya Amerika, khususnya orang-orang yang yang berkumpul dalam majlis itu, mereka adalah para Pentolan Bisnisman dan Inteljen di dalam bagian ekonomi Amerika. Dan mereka mempunyai kepentingan yang besar dalam mengeruk harta negeri Indonesia dan pembiyaan tentara kafir (Amerika) yang memerangi Islam dan kaum muslimin”.***

Brief Info : TPN-PB Bubarkan Upacara 17 Agustus 2009!

Mulia, WPToday – Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPB-PB) kemarin, Senin (17/08) menyerang dan membubarkan Upacara HUT Ke-64 Republik Indonesia di distrik-distrik Illu, Tingginambut, Mebagaluk dan Sinak, kabupaten Puncak Jaya, Papua.

Informasi yang diperoleh Blogsite ini, bahwa saat ini sedang dilakukan evakuasi korban oleh otoritas penjajah di wilayah tersebut. Gen. Goliath Tabuni menyatakan TPN-PB bertanggungjawab sepenuhnya atas penyerangan tersebut.***

HUT RI ke-64 di Papua Barat:Pengkhianatan Proklamasi Sampai Papua Darurat Menuju RI Bubar

Senin, 17 Agustus 2009, Republik Indonesia merayakan ulang tahun yang ke 64 (1945-2009). Hari ini (17 Agustus 2009) pada 64 tahun lalu, Indonesia menentukan batas negaranya, yaitu dari Aceh sampai Ambon. (lihat Karkara lampiran I, pokok Hindia Belanda oleh Ottis Simopiaref).

Penentuan batas negara ini merupakan sebuah fakta sejarah yang tak terpisahkan dari proklamasi kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945. Jadi, klain dan proses pen-DUDUK-an Indonesia di Papua Barat hingga saat ini adalah penggianatan atas proklamasi kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945. Penggianatan ini justru sedang menjadi surat jalan pertama menuju Papua Barat merdeka. Juga bangsa-bangsa lain karena tidak semua bangsa—Burneo/Kalimantan, Maluku, dan Aceh– tunduk pada Belanda.

Budaya TIPU yang dibangun Indonesia sejak proklamasi kini sudah mencapai klimaks. Bangsa Papua Barat dan bangsa-bangsa lain– Buneo, Aceh, dan Maluku – menyadari bahwa klain yang dilanjutkan dengan Pen-DUDUK-an atas bangsa-bangsa itu harus berakhir. Dengan begitu, klain itu secara otomatis menjadi surat jalan kedua untuk bubarnya Indonesia—menjadi genap atas pernyataan para aktivis bahwa ‘Indonesia Bukan Finish’.

Surat jalan ketiga adalah Indonesia MENUTUPI fakta penjajahan Belanda di Indonesia dan Papua Barat yang BERBEDA. Indonesia dijajah oleh Belanda selama sekitar 350 tahun dan berakhir ketika Belanda mengakui kemerdekaan Indonesia pada 27 Desember 1949. Papua Barat, secara politik praktis, dijajah oleh Belanda selama 64 tahun (1898-1962).

Surat jalan menuju Papua Barat merdeka keempat adalah Indonesia dengan sengaja MENYEMBUNYIKAN Konferensi Meja Bundar (24 Agustus – 2 November 1949) di kota Den Haag (Belanda) yang dimufakati bersama oleh pemerintah Belanda dan Indonesia bahwa Papua Barat tidak merupakan bagian dari negara Republik Indonesia Serikat (RIS). Hari semakin siang, mata telah terbit dan mulai tidak akan ada yang tertutup.

Surat jalan kelima adalah pen-DUDUK-an atas Papua Barat melupakan Papua Barat yang telah memiliki bendera nasional, Bintang Kejora; Hai Tanahku Papua, sebagai lagu kebangsaan; dan nama negara, Papua Barat. Simbol-simbol kenegaraan ini ditetapkan oleh New Guinea Raad / NGR (Dewan New Guinea) yang diakui oleh seluruh rakyat Papua Barat dan pemerintah Belanda. Ini fakta sejarah yang sah.

Indonesia tidak menyadari bahwa Bangsa Melanesia di Papua Barat dan Bangsa Melayu di Indonesia tidak memiliki hubungan sama sekali. Dari 1 Oktober 1962 hingga 1 Mei 1963, Papua Barat merupakan daerah perwalian PBB di bawah United Nations Temporary Executive Authority (UNTEA) dan dari tahun 1963 hingga 1969, Papua Barat merupakan daerah perselisihan internasional (international dispute region). Kedua aspek ini menggaris-bawahi sejarah Papua Barat di dunia politik internasional dan sekaligus menunjukkan perbedaannya dengan perkembangan sejarah Indonesia bahwa kedua bangsa ini tidak saling memiliki hubungan sejarah. Ini fakta sejarah keenam yang segera akan tergenapi.

Surat jalan ketujuh, Indonesia melakukan plebisit (Pepera) pada tahun 1969 di Papua Barat yang hasilnya diperdebatkan di dalam Majelis Umum PBB. Beberapa negara anggota PBB tidak setuju dengan hasil Pepera (Penentuan Pendapat Rakyat) karena hanya merupakan hasil rekayasa pemerintah Indonesia. Adanya masalah Papua Barat di atas agenda Majelis Umum PBB menggaris-bawahi nilai sejarah Papua Barat di dunia politik internasional. Ketidaksetujuan beberapa anggota PBB dan kesalahan PBB dalam menerima hasil Pepera merupakan motivasi untuk menuntut agar PBB kembali memperbaiki sejarah yang salah. Kesalahan itu sungguh melanggar prinsip-prinsip PBB sendiri. (Silahkan lihat lebih lanjut pokok tentang Pepera dalam Karkara oleh Ottis Simopiaref).

Surat jalan kedelapan adalah Indonesia terus melancarkan penjajahan/pen-DUDUK-an atas Papua Barat tanpa memedulikan berbagai pernyataan politik dari parah tokoh Papua Barat untuk menolak menjadi bagian dari RI. Mereka semua justru di bantai untuk menggenapi genosida atas ras Melanesia di Papua Barat. Frans Kaisiepo pada konferensi Malino 1946 di Sulawesi Selatan, menyatakan dengan jelas bahwa rakyatnya tidak ingin dihubungkan dengan sebuah negara RI (Plunder in Paradise oleh Anti-Slavery Society). Johan Ariks (alm.), tokoh populer rakyat Papua Barat pada tahun 1960-an, menyampaikan secara tegas perlawanannya terhadap masuknya Papua Barat ke dalam Indonesia (Plunder in Paradise oleh Anti-Slavery Society). Angganita Menufandu (alm.) dan Stefanus Simopiaref (alm.) dari Gerakan Koreri, Raja Ati Ati (alm.) dari Fakfak, L.R. Jakadewa (alm.) dari DVP-Demokratische Volkspartij, Lodewijk Mandatjan (alm.) dan Obeth Manupapami dari PONG-Persatuan Orang Nieuw-Guinea, Barend Mandatjan (alm.), Ferry Awom (alm.) dari Batalyon Papua, Jufuway (alm.), Arnold Ap (alm.), Eliezer Bonay (alm.), Adolf Menase Suwae (alm.), Dr. Thomas Wainggai (alm.), Nicolaas Jouwe, Markus Wonggor Kaisiepo, Theys Hiyo Aluay dan lain-lainnya dengan cara masing-masing. Pembantaian atas para tokoh di atas dan jutaan rakyat Papua Barat oleh Indonesia justru semakin menumbuhkan kesadaran nasional Papua Barat untuk akhirnya Indonesia bubar.

Surat jalan kesekian adalah pemaksaan sepihak Otonomi Khusus Papua. Indonesia mencoba mengelapkan sejarah kemerdekaan Papua Barat dengan kebijakan soal makan-munum.. Rakyat Papua sudah menyatakan dengan tegas dan telah mengembalikan Otsus kepada yang empunya. Namun, Otsus masih terus dipaksakan sekaligus mengadukan kebijakan pemekaran dan migrasi untuk memperkuat pen-DUDUK-an di Papua Barat. Tetapi, Indonesia tidak tahu bahwa hal ini justru semakin mempercepat finishnya Indonesia.

DAN, jutaan fakta terutama kondisi nyata saat ini yang PAPUA DARURAT ini semakin meruncingkan perjuangan semesta Papua Barat. Harus tahu bahwa perjuangan Papua Barat kini semakin merata di seluruh lapisan masyarakat Papua Barat. Masyarakat Papua Barat yang ada di kota , di sekolah, di kampus, di kantor pemerintah kolonial Indonesia (gubernur, bupati, camat, dan lainnya), lapisan masyarakat telah menyatu dalam pembungkaman.

Perayaan Indonesia merdeka di Papua Barat hari ini dalam PAPUA DARURAT adalah akhir dari rencana besar Indonesia pada 64 tahun silam. Rencana Indonesia bubarnya Indonesia negara imajinasi. Idonesia sejak proklamasi berusaha meniadakan nasionalisme yang lain, terutama nasionalisme mereka yang lebih sedikit dan lebih lemah. Indonesia telah membangun rasialisme dan ekspansionisme sejak Indonesia melatakan batu pertamanya dengan proklamasi.

Jadi, penggianatan proklamasi Indonesia dan proses pembangunan Indonesia yang penuh kebohongan (negara imajinasi), serta proses sejarah penuh curang hingga PAPUA DARURAT saat ini adalah sekenario Indonesia untuk Republik Indonesia bubar.***