Thursday, August 20, 2009

HUT RI ke-64 di Papua Barat:Pengkhianatan Proklamasi Sampai Papua Darurat Menuju RI Bubar

Senin, 17 Agustus 2009, Republik Indonesia merayakan ulang tahun yang ke 64 (1945-2009). Hari ini (17 Agustus 2009) pada 64 tahun lalu, Indonesia menentukan batas negaranya, yaitu dari Aceh sampai Ambon. (lihat Karkara lampiran I, pokok Hindia Belanda oleh Ottis Simopiaref).

Penentuan batas negara ini merupakan sebuah fakta sejarah yang tak terpisahkan dari proklamasi kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945. Jadi, klain dan proses pen-DUDUK-an Indonesia di Papua Barat hingga saat ini adalah penggianatan atas proklamasi kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945. Penggianatan ini justru sedang menjadi surat jalan pertama menuju Papua Barat merdeka. Juga bangsa-bangsa lain karena tidak semua bangsa—Burneo/Kalimantan, Maluku, dan Aceh– tunduk pada Belanda.

Budaya TIPU yang dibangun Indonesia sejak proklamasi kini sudah mencapai klimaks. Bangsa Papua Barat dan bangsa-bangsa lain– Buneo, Aceh, dan Maluku – menyadari bahwa klain yang dilanjutkan dengan Pen-DUDUK-an atas bangsa-bangsa itu harus berakhir. Dengan begitu, klain itu secara otomatis menjadi surat jalan kedua untuk bubarnya Indonesia—menjadi genap atas pernyataan para aktivis bahwa ‘Indonesia Bukan Finish’.

Surat jalan ketiga adalah Indonesia MENUTUPI fakta penjajahan Belanda di Indonesia dan Papua Barat yang BERBEDA. Indonesia dijajah oleh Belanda selama sekitar 350 tahun dan berakhir ketika Belanda mengakui kemerdekaan Indonesia pada 27 Desember 1949. Papua Barat, secara politik praktis, dijajah oleh Belanda selama 64 tahun (1898-1962).

Surat jalan menuju Papua Barat merdeka keempat adalah Indonesia dengan sengaja MENYEMBUNYIKAN Konferensi Meja Bundar (24 Agustus – 2 November 1949) di kota Den Haag (Belanda) yang dimufakati bersama oleh pemerintah Belanda dan Indonesia bahwa Papua Barat tidak merupakan bagian dari negara Republik Indonesia Serikat (RIS). Hari semakin siang, mata telah terbit dan mulai tidak akan ada yang tertutup.

Surat jalan kelima adalah pen-DUDUK-an atas Papua Barat melupakan Papua Barat yang telah memiliki bendera nasional, Bintang Kejora; Hai Tanahku Papua, sebagai lagu kebangsaan; dan nama negara, Papua Barat. Simbol-simbol kenegaraan ini ditetapkan oleh New Guinea Raad / NGR (Dewan New Guinea) yang diakui oleh seluruh rakyat Papua Barat dan pemerintah Belanda. Ini fakta sejarah yang sah.

Indonesia tidak menyadari bahwa Bangsa Melanesia di Papua Barat dan Bangsa Melayu di Indonesia tidak memiliki hubungan sama sekali. Dari 1 Oktober 1962 hingga 1 Mei 1963, Papua Barat merupakan daerah perwalian PBB di bawah United Nations Temporary Executive Authority (UNTEA) dan dari tahun 1963 hingga 1969, Papua Barat merupakan daerah perselisihan internasional (international dispute region). Kedua aspek ini menggaris-bawahi sejarah Papua Barat di dunia politik internasional dan sekaligus menunjukkan perbedaannya dengan perkembangan sejarah Indonesia bahwa kedua bangsa ini tidak saling memiliki hubungan sejarah. Ini fakta sejarah keenam yang segera akan tergenapi.

Surat jalan ketujuh, Indonesia melakukan plebisit (Pepera) pada tahun 1969 di Papua Barat yang hasilnya diperdebatkan di dalam Majelis Umum PBB. Beberapa negara anggota PBB tidak setuju dengan hasil Pepera (Penentuan Pendapat Rakyat) karena hanya merupakan hasil rekayasa pemerintah Indonesia. Adanya masalah Papua Barat di atas agenda Majelis Umum PBB menggaris-bawahi nilai sejarah Papua Barat di dunia politik internasional. Ketidaksetujuan beberapa anggota PBB dan kesalahan PBB dalam menerima hasil Pepera merupakan motivasi untuk menuntut agar PBB kembali memperbaiki sejarah yang salah. Kesalahan itu sungguh melanggar prinsip-prinsip PBB sendiri. (Silahkan lihat lebih lanjut pokok tentang Pepera dalam Karkara oleh Ottis Simopiaref).

Surat jalan kedelapan adalah Indonesia terus melancarkan penjajahan/pen-DUDUK-an atas Papua Barat tanpa memedulikan berbagai pernyataan politik dari parah tokoh Papua Barat untuk menolak menjadi bagian dari RI. Mereka semua justru di bantai untuk menggenapi genosida atas ras Melanesia di Papua Barat. Frans Kaisiepo pada konferensi Malino 1946 di Sulawesi Selatan, menyatakan dengan jelas bahwa rakyatnya tidak ingin dihubungkan dengan sebuah negara RI (Plunder in Paradise oleh Anti-Slavery Society). Johan Ariks (alm.), tokoh populer rakyat Papua Barat pada tahun 1960-an, menyampaikan secara tegas perlawanannya terhadap masuknya Papua Barat ke dalam Indonesia (Plunder in Paradise oleh Anti-Slavery Society). Angganita Menufandu (alm.) dan Stefanus Simopiaref (alm.) dari Gerakan Koreri, Raja Ati Ati (alm.) dari Fakfak, L.R. Jakadewa (alm.) dari DVP-Demokratische Volkspartij, Lodewijk Mandatjan (alm.) dan Obeth Manupapami dari PONG-Persatuan Orang Nieuw-Guinea, Barend Mandatjan (alm.), Ferry Awom (alm.) dari Batalyon Papua, Jufuway (alm.), Arnold Ap (alm.), Eliezer Bonay (alm.), Adolf Menase Suwae (alm.), Dr. Thomas Wainggai (alm.), Nicolaas Jouwe, Markus Wonggor Kaisiepo, Theys Hiyo Aluay dan lain-lainnya dengan cara masing-masing. Pembantaian atas para tokoh di atas dan jutaan rakyat Papua Barat oleh Indonesia justru semakin menumbuhkan kesadaran nasional Papua Barat untuk akhirnya Indonesia bubar.

Surat jalan kesekian adalah pemaksaan sepihak Otonomi Khusus Papua. Indonesia mencoba mengelapkan sejarah kemerdekaan Papua Barat dengan kebijakan soal makan-munum.. Rakyat Papua sudah menyatakan dengan tegas dan telah mengembalikan Otsus kepada yang empunya. Namun, Otsus masih terus dipaksakan sekaligus mengadukan kebijakan pemekaran dan migrasi untuk memperkuat pen-DUDUK-an di Papua Barat. Tetapi, Indonesia tidak tahu bahwa hal ini justru semakin mempercepat finishnya Indonesia.

DAN, jutaan fakta terutama kondisi nyata saat ini yang PAPUA DARURAT ini semakin meruncingkan perjuangan semesta Papua Barat. Harus tahu bahwa perjuangan Papua Barat kini semakin merata di seluruh lapisan masyarakat Papua Barat. Masyarakat Papua Barat yang ada di kota , di sekolah, di kampus, di kantor pemerintah kolonial Indonesia (gubernur, bupati, camat, dan lainnya), lapisan masyarakat telah menyatu dalam pembungkaman.

Perayaan Indonesia merdeka di Papua Barat hari ini dalam PAPUA DARURAT adalah akhir dari rencana besar Indonesia pada 64 tahun silam. Rencana Indonesia bubarnya Indonesia negara imajinasi. Idonesia sejak proklamasi berusaha meniadakan nasionalisme yang lain, terutama nasionalisme mereka yang lebih sedikit dan lebih lemah. Indonesia telah membangun rasialisme dan ekspansionisme sejak Indonesia melatakan batu pertamanya dengan proklamasi.

Jadi, penggianatan proklamasi Indonesia dan proses pembangunan Indonesia yang penuh kebohongan (negara imajinasi), serta proses sejarah penuh curang hingga PAPUA DARURAT saat ini adalah sekenario Indonesia untuk Republik Indonesia bubar.***

No comments:

Post a Comment