SP/YC Kurniantoro
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menerima kunjungan Kepala Subkomite Asia Pasifik dan Lingkungan Global Kongres AS Eni Faleomavaega (kiri) di Kantor Presiden, Jakarta, Kamis (5/7/2007). Pertemuan ini antara lain membicarakan masalah Papua.
[WASHINGTON] Amerika Serikat (AS) meminta Indonesia agar bergerak maju untuk otonomi Provinsi Papua dan tidak mengabaikan hak asasi manusia (HAM) di wilayah tersebut.
Pernyataan itu mencuat dalam rapat dengar pendapat yang digelar oleh Kongres AS di Capitol Hill. Untuk pertama kali, Kongres AS menggelar pertemuan terkait persoalan Papua. Inisiatif itu datang dari Eni Faleomavaega yang mewakili warga Samoa Amerika dan telah lama menaruh perhatian mengenai Papua.
Suasana tidak biasa tampak di ruang kongres AS yang serius, ketika anggota kongres mengundang warga Papua untuk menari tarian khas Papua dengan memakai pakaian adat.
Menurut Faleomavaega, Jakarta telah melakukan genosida terhadap orang-orang Papua yang berbeda dari warga Indonesia kebanyakan karena beretnis Melanesia. Genosida adalah pembantaian besar-besaran dan sistematis terhadap suatu suku bangsa untuk melakukan pemusnahan.
“Ini adalah fakta tak terbantahkan bahwa Indonesia dengan sengaja dan sistematis telah melakukan kejahatan terhadap kemanusiaan dan belum bertanggung jawab,” katanya.
Pemerintah mulai menerapkan otonomi di Papua, sebuah kawasan yang luas dan kaya mineral sejak 2001. Tapi, para aktivis lokal menilai, otonomi hanya diimplementasi sebagian dan tidak mampu meningkatkan hak-hak mereka.
HAM Indonesia
Wakil Asisten Menteri Luar Negeri AS untuk masalah Asia Tenggara, Joseph Yun mengatakan, penyerahan yang lebih menyeluruh kepada Papua dan Papua Barat paling tidak bisa meringankan, meski tidak akan memutus keluhan warga di sana.
“Jika otonomi khusus tahun 2001 bisa sepenuhnya diterapkan, kita yakin kekecewaan yang sangat besar yang dialami oleh warga Papua akan berkurang,” kata Yun. Namun, dia menegaskan, AS menentang separatisme di wilayah Papua.
“Meskipun secara umum situasi HAM di Indonesia relatif membaik seiring perkembangan demokrasi di negeri itu. Kami prihatin dengan tuduhan pelanggaran HAM di Papua dan terus memantau situasi,” katanya.[AFP/C-5]
Tuesday, September 28, 2010
Kongres AS Minta Indonesia Tingkatkan Otonomi Papua
Thursday, September 23, 2010
DPR RI Desak Aparat Tuntaskan Insiden Manokwari
"Aparat kepolisian harus serius mengusut tuntas insiden berdarah itu dan mengganjar pelaku sesuai hukum yang berlaku," kata Diaz Gwijangge, anggota DPR Partai Demokrat asal Papua, di Jayapura. Kamis.
Menurut Diaz, Naftali adalah gembala sidang Gereja Persekutuan Kristen Alkitab Indonesia (GPKAI) Cabang Manokwari di Distrik Kebar, Kabupaten Manokwari, Papua Barat, sedangkan Septinus adalah petani miskin.
Tak hanya Naftali dan Septinus. Istri Naftali, Antomina Mandacan mengalami patah tulang paha kanan. Begitu juga Arfonika Kwan, istri Septinus. Arfonika ditemukan sekarat. Ia mengalami patah kaki, rahang, dan tulang pinggul.
"Saya melihat, eskalasi kekerasan terhadap penduduk sipil di tanah Papua kerap terjadi dan banyak memakan korban warga masyarakat tak berdosa," ujarnya.
Dirinya menilai kekerasan demi kekerasan terhadap warga sipil terus terjadi dan rakyat menjadi korban jika insiden seperti Manokwari tak diselesaikan dengan tuntas.
Hal senada ditegaskan anggota DPR asal Papua Barat, Michael Watimena. Anggota Komisi V DPR itu meminta aparat penegak hukum melakukan proses pengusutan secara tuntas agar tidak menimbulkan ekses berkepanjangan.
"Saya juga meminta masyarakat agar menahan diri dan tidak terprovokasi," ujar Michael Watimena.
Dua legislator itu pantas bersuara keras. Pasalnya, ujar Diaz, kekerasan yang dilakukan aparat keamanan terhadap penduduk sipil yang berakibat kematian, bukan kali ini saja.
"Dua korban tewas itu orang kecil, bukan penjahat," lanjut Diaz, legislator yang lama berkecimpung dalam dunia advokasi masyarakat sipil, lingkungan hidup, dan HAM di Papua dan Papua Barat. (ANT-186/K004)
Masyarakat Papua di Biak menuntut Referendum sebagai Solusi terbaik untuk memyelesaikan masalah Papua Barat
Biak News 23 September 2010, Sekitar 700 masyarakat Papua di Biak tergabung dalam Komite Nasional Papua Barat Wilayah Byak ( KNPB Wilayah Byak) melakukan aksi demonstrasi untuk menuntut Referendum.
Masa demonstrasi yang datang dari penjuruh wilayah Byak ini melakukan aksi tersebut di Pendopo Halaman Dewan Adat Byak dan aksi yang dilakukan tersebut dalam bentuk mimbar politik, dimana KNPB Wilayah Byak sebagai penanggung jawab dan penyelenggara telah menyiapkan panggung bagi masyarakat untuk melakukan orasi-orasi politik.
Aksi demonstrasi tersebut dimulai pukul 10.00 hingga 14.000 waktu Papua. Masyarakat yang menghadiri Panggung politik tersebut sili berganti mengisi panggung tersebut untuk memberikan orasi-orasi politik. Masa demonstran mengibarkan atau menaikan dua buah bendera yang bertulis SOS ditempat dilaksanakannya aksi tersebut.
Diakhir kegiatan tersebut Ketua KNPB Wilayah Byak menyerahkan menyampaikan pernyataan politik atas nama bangsa West Papua kepada Perwakilan Dewan Adat Byak Costan Rumabar untuk dibacakan. Costan Rumabar pada pernyataan itu mengatakan Lika – liku kehidupan Bangsa Papua Barat di dalam bingkai NKRI merupakan sejarah yang penuh misteri. Bangsa dan tanah air Papua menjadi tumbal kepentingan Ekonomi, Politik dan Kekuasaan oleh Belanda , USA dan Indonesia melalui badan PBB. Sejarah panjang ini telah merubah pemahaman generasi mudah Papua masa kini untuk dapat menentukan masa depan bangsa Papua yang merdeka dan berdaulat diatas tanah sendiri (Bumi Cenderawasih). Dengan demikian kami seluruh rakyat Bangsa Papua Barat melalui Media Nasional Dalam Negeri, KNPB (Komite Nasional Papua Barat) menyatakan sikap secara terbuka untuk di ketahui oleh seluruh Bangsa-Bangsa di muka bumi.
Lanjut Perwakilan Ketua Dewan Adat Byak itu mengatakan Sesuai Isi Deklarasi Universal PBB tentang hak-hak asasi manusi pada 10 Desember 1948 dan Resolusi PBB No. 1541 Tahun 1960, Bangsa Papua Barat pernah menjadi suatu bangsa yang merdeka dan bedaulat serta dinyatakan sebagai sebuah Negara Merdeka pada 1 desember 1961. Kesepakatan New York Agreement 15 agustus 1962 dan perjanjian Roma Agreement dan perjanjian kontrak karya PT Freeport 1967 merupakan cacat hukum dan moral karena tidak melibatkan wakil-wakil rakyat bangsa Papua Barat sebagai pemilik dan pewaris negeri papua. Pelaksanan PEPERA 1969 tidak dilaksanakan sesuai isi peraturan dan tata cara yang disepakati dalam Roma Agreement dan kami adalah suatu bangsa yang memiliki hak-hak dasar untuk berdiri dan berdaulat diatas tanah leluhur kami (Bumi Cenderawasih) yang sama dengan bangsa-bangsa lain di muka bumi. Maka Atas nama Alam Papua, Allah Bangsa Papua, Leluhur Papua, seluruh rakyat Bangsa Papua Barat serta Segala isi bumi Papua, dengan ini kami menyatakan sikap :
1. Menuntut kepada Amerika Serikat, Belanda, Indonesia dan PBB segera bertanggung jawab atas proses pemusnahan Ras (genosida) yang terjadi pada bangsa Papua Barat akibat dari inflasi militer Repubulic Indonesia (RI) pada tahun 1962,perjajian Roma Agreement,perjajian NEW YORK Agreement 1962 serta kontrak karya PT Freeport Indonesia pada tahun 1967 tanpa melibatkan orang asli papua sebagai pemilik dan pewaris negeri papua.
2. Mendukung sepenuhnya Internatinol Parlement for West Papua (IPWP) & International lowyer for West Papua (ILWP) untuk menggugat status PEPERA 1969 di Makama Internasional dengan bertujuan untuk REFERENDUM ulang bagi bangsa papua barat sebagai solusi penyelesaian masalah di papua.
3. Mendukung Deklarasi International Parlement for West Papua (IPWP) di gedung Parlement Skotlandia pada tgl 23 september waktu eropa.
4. Seluruh komponen rakyat bangsa papua barat,mengucapkan terimakasih kepada pemerintah Uni Eropa ,Papua New Guinea, Vanuatu, Denmark,Jepang,Korea Selatan,Afrika Selatan Australia, Inggris Saudi Arabia dan khususnya pemerinta Skotlandia,yang memperjuangkan hak penentuan nasip sendiri (REFERENDUM) bagi bangsa papua barat.
5. Rakyat bangsa papua barat sangat membuhtukan dukungan masyarakat Internasional dalam perjuangan pembebasan Nasional menuju bangsa papua barat yang merdeka dan berdaulat.
6. Bangsa Papua Barat sangat mengharapkan dukungan suarah atau sikap negera – Negara yang berdaulat dalam Sidang Tahunan PBB di Jenewa Tanggal 24 September 2010.
7. Komite Nasional Papua Barat (KNPB) memohon dukungan kepada seluruh rakyat bangsa papua barat dalam rangka mempersiapkan agenda REFERENDUM bagi bangsa papua barat dari sorong sampai merauke.
Thursday, September 16, 2010
TADI MALAM, 3 ORANG WARGA SIPIL DI TEMBAK OLEH BRIMOB POLDA PAPUA DI MANOKWARI
Oleh: Dommy Sorabut
16 september 2010
Tadi malam sekitar jam 19.00 di Manakwari terjadi penembakan oleh Brimob Pola Papua terhadap Warga Sipil 3 orang Tewas( Elias, Adiknya dan Istri).
Menurut data kasar yang kami peroleh dari TKP bahwa:
Tadi malam di sekitar jam 19.00 depan Brimob jln Baru Manakwari, ada kecelakaan sebuah motor menabrak seorang mama, masyarakat di TKP dan keluarga mengamuk insident tersebut, saling bersih tegang juga terjadi pelemparan, kemudian salah seorang anggota brimob kena lemparan. Anggota brimob tersebut mengadu ke teman-teman korpsnya.
Anggota Brimob datang ke TKP kemudian menembak 3 orang wagra sipil (mereka bukan pelaku pelemparan tapi waktu yang sama mereka lewat di TKP). Korban di Larikan ke rumah sakit namun tidak tertolong.
Mulai dari tdi malam sampai siang ini mayat di arak-arakkan di kota Manokwari. Aktrifitas kota Manowari lumpuh total, jalan-jalan besar di palang oleh warga, situasi belum kondusif. ( ini laporan awal)
Dommy. S
Wednesday, September 15, 2010
Socrates : Otsus Gagal Akibat Ulah Orang Pusat
Ditulis oleh ery |
Senin, 13 Juli 2009 13:50 |
JAYAPURA-Kegagalan Undang-undang Nomor 21 tahun 2001 tentang Otonomi Khusus (Otsus) bagi Propinsi Papua, jangan salah tafsirkan kepada pejabat Papua, yaitu, Gubernur, DPRP dan MRP, mereka menjalankan otsus sesuai berdasarkan petunjuk atau juklak dari pemerintah pusat, namun ditekan kepada pejabat Papua, pada akhirnya ketidakberhasilan pembangunan nampak di lapangan. Demikian kata Ketua Persekutuan Gereja-gereja Baptis Papua Zocretes Sofyan Yoman, S.Th. MA kepada Bintang Papua ketika menghadiri undangan acara pelantikan Ikatan Mahsiswa Kabupaten Jayawijaya di Asrama Nayak sabtu menaggapi pertanyaan wartawan terkait pernyataan Ketua DPRP John Ibo saat membuka kegiatan Laporang Pertanggungjawaban Gubernur Papua di aula Bank Papua beberapa waktu lalu. Menurutnya, tidak berjalan baik. Otonomi Khusus (Otsus) selama 8 Tahun silam karena mempermainkan orang pusat kepada pejabat Papua, maka solusi yang harus mengatasi persoalan Papua adalah, mendamaikan antara pemerintah pusat dan daerah yang di mendiasi oleh pihak ketiga terhadap masalah Papua, yaitu melalui dialog internasional. Dalam perjalanan keberhasilan otsus tidak konsekuen oleh pemerintah pusat, akibatnya terlambatnya terbentuk Majelis Rakyat Papua (MRP) di tahun 2005. yang seharusnya setelah memberikan otonomi khususpula harus membentuk lembaga MRP, pada akhirnya tidak ada fungsi kontrol penangganan masalah otsus Papua, dan berbagai macam persoalan di Papua." Otsus hanya pembohongan publik kepada masyarakat Papua, Pendidikan hancur-hancuran akibat kurang kontrol dengan". Otonomi Khusus menjadi sorotan dimata dunia karena penangganan dan implementasinya tidak secara konsekuensinya. untuk itu harus ada sebuah lembaga komisi Perdamian Keadilan harus di bentuk di Papua. dengan tujuan menambung berbagai aspirasi tentang persoalan Papua, jika tidak maka penyelesaian Papua harus dialog internasional yang di mediasi olah pihak ketiga. "Saya sebagai ketua Sinode Papua belum tahu apa dana otonomi khusus itu, kalau pemerintah di beri uang perorang pasti saya tahu tetapi menyangkut volume bantuan sejumlah besar dananya dari pemerintah daerah melalui Otonomi Khusus kami belum tahu", jeleknya. Ketidak berhasilan Otonomi Khusus Bagi Propinsi Papua, pemerintah pusat harus jelih melihat akar permasalah Papua, jika tidak maka perjuangan rakyat Papua sudah mendapat tempat di hati rakyat internasional yang akan mendukung dari perbagai dedominsi tentang pemerhati Papua, maka pemerintah Pusat seakan menjadi bumerang terhadap orang Papua. hal belum terlaksananya oleh Pemerintah pusat, sehingga penyelesaian masalah Papua harus melalui dialog internasional, yang akan di mediasi pihak ketiga. (ery) |
Dialog Jakarta–Papua, Ditolak SBY
Dialog Jakarta–Papua, Ditolak SBY |
JAYAPURA—Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menolak adanya upaya Dialog Jakarta-Papua yang tengah digagas LIPI, Presiden lebih memilih akan membangun komunikasi yang konstruktif dengan Papua sebagai bentuk dialog untuk membangun Papua yang lebih baik dalam rangka mencari penyelesaian masalah Papua terutama yang berkaitan dengan agenda Pembangunan di dua Provinsi Paling timur ini.
Pendapat tentang adanya kesan menolak tentang Dialog Jakarta Papua ini disampaikan Staf Ahli Khusus Presiden Velix Wanggai kepada Bintang Papua Selasa(14/9) sebagaimana pernah diutarakan staf khusus Presiden ini saat bertandang ke Kantor Redaksi Bintang Papua beberapa pekan lalu, kembali ditegaskan lagi.
Kalau selama ini berbagai upaya Positif hingga tahapan pra dialog sudah digagas LIPI dan siap mendapatkan restu Pemerintah Pusat, namun upaya positif dari lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia ini tidak mendapat respon Pemerintah SBY bahkan Presiden sendiri menilai kalau dialog Jakarta Papua yang digagas berbau Politik dan membahayakan eksistensi Negara.
Pendapat Presiden tentang “Dialog Jakarta Papua”,akan digantikan dengan membangun “ Komunikasi Konstruktif” dengan Papua tentang Pembangunan di Papua dalam kerangka Otsus Papua, dimana pembangunan yang tengah berlangsung di Papua dan menemui kebuntutan dan tidak membawa kesejahteraan kepada rakyat Papua bisa diperbaiki,” ujar Velix Wanggai.
Dikatakan, kalau sebenarnya upaya dan kerja keras LIPI sebagai lembaga risetnya Indonesia ataupun sebagai lembaga intelektual, kehadirannya tetap dihargai dan gagasannya tentang membangun dialog antara rakyat Papua dengan Pemerintah pusat tetap dihormati. “Apapun format tentang dialog antara Pemerintah Pusat dengan Papua akan tetap dilaksanakan dengan komunikasi konstruktif tadi, yang semuanya masih dalam kerangka pelaksanaan Evaluasi Otsus, hal ini sudah ditegaskan presiden saat menyampaikan pidato kenegaraannya 16 Agustus lalu dan public di Papua harus mengetahui hal ini,”jelasnya. (Ven)
Kalau itu benar, kenapa harus Mundur?
Sunday, September 12, 2010
Teror Bersenjata Meningkat di Papua
Menurut saksi mata, Kartini, yang juga keponakan korban, penyerangan yang menewaskan Yakobus Warfandu terjadi kemarin sekitar pukul 06.00 waktu Papua.
Saat letusan senjata api terdengar, Kartini segera bergegas keluar rumah. Ia sempat melihat tiga orang berlari menenteng senjata laras panjang menuju hutan. Yakobus tewas dengan luka di leher.
Warga Kampung Teheyep, sekitar pukul 08.00 waktu Papua, melaporkan penyerangan ini ke Kepolisian Resor Manokwari. Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Manokwari Ajun Komisaris Fidelis Timoranto selanjutnya melakukan penyisiran untuk mengejar pelaku penyerangan.
Kepala Polres Manokwari Ajun Komisaris Besar Bambang Ricky kemarin siang mengatakan polisi masih menyelidiki jenis senjata yang digunakan penyerang dan identitas kelompok bersenjata ini.
Berbeda dengan pengakuan Kartini, menurut Bambang, korban Yakobus tewas dengan luka tembak di punggung. “Belum bisa diidentifikasi. Mereka melarikan diri. Pelaku melarikan diri,” kata Bambang. “Polisi masih menyelidiki dan melakukan penyisiran dipimpin Kasat Serse, mereka masih di lokasi.”
Penyerangan dengan senjata laras panjang juga terjadi di Kampung Jigonikme, Distrik Jigonikme, Kabupaten Puncak Jaya, Papua, pada Jumat (6 Agustus) lalu. Akibat penyerangan ini, Wekinus Wonda, 35 tahun, menderita luka serius di bagian kaki.
Menurut Wekinus, pelaku menyerang menggunakan senjata laras panjang jenis M-16. Kepolisian Resor Puncak Jaya belum dapat memastikan identitas kelompok bersenjata yang makin sering melakukan penyerangan terhadap warga di beberapa wilayah Papua.
Sebelumnya, wartawan Merauke TV, Adriansya Matra'is, tewas tenggelam di Sungai Maro, Merauke, pada Jumat (30 Juli). Setelah terungkapnya kematian Adriansya, wartawan koran Bintang Papua, Lala, mendapat kiriman secarik kertas dengan bercak darah. Sebelumnya, Lala dan beberapa jurnalis menerima teror lewat pesan pendek .
TJAHJONO EP
Friday, September 3, 2010
Pemekaran Hingga 2025, Papua Akan Jadi Lima Provinsi
* Kemendagri Tuntaskan Grand Desain Pemekaran Wilayah Hingga Tahun 2025
* Terdapat 8 Propinsi Dimungkinkan untuk Memekarkan Diri
* Termasuk Sumatera Utara
Jakarta (SIB)
Untuk mencegah tidak terkendalinya pemekaran daerah, pemerintah telah menyusun grand design penataan daerah hingga tahun 2025. Khusus di Papua, pemekaran didesain dengan menambah empat provinsi.
Sebagai acuan dalam pemekaran daerah agar lebih terkendali dan terarah sesuai dengan tujuan awal, pemerintah telah menyelesaikan grand design penataan daerah hingga tahun 2025. Grand design itu memberikan estimasi penambahan jumlah maksimal daerah otonomi baru di Indonesia sebanyak 11 provinsi dan 54 kabupaten/kota.
Estimasi tersebut terumuskan dalam Dokumen Desain Besar Penataan Daerah (Desartada) yang disusun Kementerian Dalam Negeri yang dalam waktu dekat akan dipresentasikan pada Komisi II DPR. Dalam estimasi tersebut, ikut dirumuskan provinsi mana saja yang dapat melakukan pemekaran sekaligus kapan waktu pemekarannya.
Dari dokumen yang didapat terdapat delapan provinsi yang hingga 2025 dimungkinkan untuk memekarkan diri. Provinsi tersebut ialah Aceh, Sumatera Utara, Kalimantan Timur, Kalimantan Barat, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Papua dan Papua Barat. Provinsi tersebut diestimasi melakukan pemekaran untuk satu provinsi baru, kecuali Papua yang diproyeksikan akan mendapatkan empat provinsi baru.
Nantinya, provinsi yang akan memekarkan diri tidak melakukannya sekaligus dalam satu waktu. Pemerintah membagi jadwal pembentukannya menjadi tiga, yakni 2010-2015, 2016-2020 dan 2021-2025. Jumlah ini merupakan angka maksimal. Maksudnya, bila permasalahan daerah bisa diselesaikan tanpa pembentukan, jumlah provinsi tidak harus mencapai angka tersebut.
Pembentukan provinsi baru, bila diperlukan, akan dimulai dari daerah yang menghadapi situasi mendesak bagi kepentingan strategis nasional.
Dalam menentukan estimasi tersebut, pemerintah melakukannya dengan menggunakan dua pendekatan. Pendekatan pertama dengan menggunakan perhitungan berdasarkan parameter geografis, demografis dan kesisteman sesuai kerangka berpikir dalam pembentukan daerah otonom baru. Kedua, menggunakan pertimbangan realitas aspirasi yang ditarik dari dinamika usulan pembentukan daerah otonom baru yang berkembang hingga saat ini.
Sekadar diketahui, saat ini di DPR terdapat 33 usulan calon daerah baru yang diproses. Usulan ini terbagi atas 10 provinsi, 21 kabupaten dan dua kota. Selain 33 Rancangan Undang-Undang (RUU) pemekaran daerah yang akan dibahas, Komisi II DPR telah menerima 27 usulan RUU pemekaran lainnya yang terdiri dari satu provinsi dan 26 kabupaten yang bakal dibahas setelah proses terhadap RUU 33 pemekaran daerah tersebut selesai.
Kerangka Kerja
Wakil Ketua Komisi II DPR Teguh Juwarno mengatakan grand design tersebut merupakan langkah maju dalam upaya penataan daerah. Dokumen ini menjadi kerangka kerja dalam penataan. Meski begitu, bila terdapat sesuatu yang berbeda antara isi grand design dan kebutuhan riil masyarakat, tetap dapat dipertimbangkan untuk tidak mengikutinya.
Pakar otonomi daerah dari Lipi Syarif Hidayat, menilai terdapat satu rasionalitas yang salah ketika grand design penataan daerah lebih berorientasi pada penetapan kuota pemekaran. Sebuah grand design itu harus menjadi sebuah dokumen yang lebih menitikberatkan pada prinsip-prinsip penataan daerah dan relasi hubungan kekuasaan antara pusat dan daerah.
“Persoalan jumlah, itu tidak dapat ditetapkan secara baku. Jika itu ditetapkan, maka itu jadi satu hal yang keliru. Itu malah menjadi lampu hijau bagi elite di daerah untuk segera mengajukan pemekaran,” tandasnya.
Konstitusi menganut prinsip pemekaran, penggabungan dan penghapusan daerah. Oleh karena itu, jumlah daerah tidak pernah dapat ditetapkan secara cermat di satu waktu. (KJ/d)
Komnas HAM Ungkap Adanya Operasi Militer di Puncak Jaya
TEMPO Interaktif, Jakarta - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia mengungkapkan adanya operasi militer yang digelar di Kabupaten Puncak Jaya, Papua. Hal itu diungkapkan oleh Wakil ketua Komnas HAM, Yoseph Adi Prasetyo berdasarkan laporan masyarakat, dalam rapat kerja bersama Komisi Hukum DPR di Jakarta, Jumat (3/9). "Operasi itu permintaan Pemerintah daerah," ujarnya kepada wartawan.
Latar belakang diberlakukannya operasi itu, kata Yoseph, dikarenakan adanya beberapa aksi protes warga terhadap bupatinya yang diduga terlibat kasus dugaan korupsi atau sebagainya. Dalam rangkaian aksi itu, lanjut dia, ada insiden penyerangan pos polisi di puncak jaya, ditenggarai dibelakang peristiwa ini adalah Organisasi Papua Merdeka (OPM), pimpinan Buliat Tabuni. "Lalu semua pendemo digeneralisir sebagai OPM," katanya.
Setelah itu, kata Yoseph, Bupati Puncak Jayawijaya, Lukas Enembe mengatakan semua pihak yang merongrong pemerintahannya disebut sebagai OPM. Makanya, lanjut dia, sang bupati mengundang batalayon 753 dari Nabire untuk melakukan operasi militer dengan dana pemda. Selain batalyon itu, lanjut dia, Lukas juga mengundang brigade mobil dari Kelapa Dua dan Detasemen Khusus 88. "Diberlakukanlah operasi militer itu pada April tahun ini," ujarnya. Operasi tersebut, lanjut dia, masih berlaku hingga sekarang.
Yoseph juga menerangkan jika banyak masyarakat kini meminta Komnas HAM untuk datang ke Puncak Jaya dan melihat sendiri operasi yang dirasakan menakutkan bagi masyarakat. Sudah ada jumlah angka masyarakat yang tewas, tapi masih diverifikasi Komnas HAM. "Sekitar 50 orang warga diketahui meninggal, itu data Komnas Papua dari sejak diberlakukannya operasi ini. Masih perlu pendalaman," katanya.
Etha Bullo politisi partai demokrat dengan daerah pemilihan Puncak Jayawijaya membantah temuan itu. Dia mengatakan, itu hanya sebuah upaya persuasi agar keamanan lebih kondusif. "Tidak benar itu ada korban meninggal. Baru saja Lukas telepon saya dan baik-baik saja," ujarnya.
Thursday, September 2, 2010
Presiden Evaluasi Otsus Papua Pasca Ramadhan
Presiden Evaluasi Otsus Papua Pasca Ramadhan |
Selasa, 31 Agustus 2010 17:08 |
JAYAPURA—Mencermati dinamika politik di Papua akhir-akhir ini yang banyak menyoroti keberadaan UU 21 tahun 2001 tentang Otonomi Khusus (Otsus) bagi Papua, lantaran dinilai gagal membawa perubahan dan peningkatkan kesejahteraan bagi masyakat Papua, secara diam-diam mulai terekam oleh Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Masalah substansial tadi telah membawa rakyat asli Papua pada masalah kemiskinan, sehingga presiden SBY yang diwakili ataf khususnya menilai adanya simpul simpul yang macet dalam pelaksanaan otsus, sehingga diperlukan penanganan khusus atau Grand Design untuk mengatasi masalah Otsus Papua secara komprehensif.” Perlu ada beberapa usulan yang bersifat solutif yang menarik untuk penataan Otsus, tidak hanya di tataran implementasi, tetapi juga di tararan formulasi kebijakan (policy formulation) yang bersifa konseptual,”katanya. |
Tuntutan Referendum Diteruskan ke Pusat
Tuntutan Referendum Diteruskan ke Pusat |
Rabu, 01 September 2010 17:00 |
Dari Aksi Unjukrasa KNPB di DPRPJAYAPURA—Setelah ‘jedah’ beberapa waktu, ratusan massa yang tergabung dalam Komite Nasional Papua Barat (KNPB) kembali menggelar aksi unjukrasa di Halaman Kantor DPRP, Rabu (1/9) kemarin. Mereka menuntut referendum untuk menyelesaikan status politik bangsa Papua Barat, serta menolak agenda dialog Jakarta—Papua. Sebelum menggelar aksi unjukrasa di Halaman Gedung DPRP, Jayapura massa berkumpul di Depan Kantor Pos Abepura sejenak melakukan oras dan mengibarkan spanduk dan bendera KNPB. Selanjutnya massa bergerak menuju DPRP di Jayapura dengan menggunakan sekitar 7 truk. Tindakan yang dilakukan pimpinan dan anggota DPRP mendapat pujian dari massa pengunjukrasa. Akhirnta pimpinan dan anggota DPRP didaulat untuk menyimak aspirasi yang disampaikan Juru Bicara KNPB Mako Tabuni. |
KAMPAK Pertanyakan 42 Kasus Korupsi di Papua
Menurutnya, sampai sekarang ada sekitar 42 kasus korupsi yang telah ditangani kejaksaan. “Tetapi penanganannya terkesan lambat, bahkan tidak sampai tuntas. Ini ada apa sebenarnya?” ujar Maikel di Jayapura, Rabu (1/9) malam.
Dipaparkan, 42 kasus korupsi dengan melibatkan 50 orang terjadi di beberapa daerah, baik Provinsi Papua maupun Provinsi Papua Barat. Mereka ditetapkan sebagai tersangka. “Sampai sekarang prosesnya tidak jelas. Para tersangka masih berkeliaran dengan bebas,” imbuhnya.
Karena sangat merugikan rakyat, tegas Rumaropen, kasus korupsi harus diperhadapkan dengan hukum yang berlaku di negara ini.
KAMPAK, kata dia, tetap berkomitmen untuk memberantas karus korupsi di Tanah Papua. Untuk itu, Kejaksaan Tinggi Papua diminta tangani menguak kasus korupsi tersebut. “17 Bupati dan 2 Walikota di Papua harus ditahan segera,” tegas Maikel. (Markus You)
sumber: http://tabloidjubi.com/index.php/daily-news/jayapura/8846-kampak-pertanyakan-42-kasus-korupsi-di-papua
Eduard Fonataba, Bupati di Papua yang Dapat Tiga Penghargaan Muri
Tiga penghargaan sekaligus dari Muri (Museum Rekor Dunia Indonesia) diperoleh Bupati Sarmi, Papua, Eduard Fonataba. Pertimbangan pertama Muri, Fonataba dianggap membangun rumah paling banyak untuk rakyat. Kedua, dia membeli truk paling banyak untuk rakyat. Ketiga, dia melakukan kunjungan kerja paling sedikit ke luar daerah.
MAHFUD ROHMAN, Jayapura
---
KETIKA diberi ucapan selamat atas penghargaan yang diterima Sabtu lalu (28/8), Fonataba berekspresi biasa-biasa saja. Dia tak menganggap istimewa penghargaan tersebut. "Sebab, yang saya lakukan adalah kewajiban seorang pemimpin daerah," kata pria kelahiran 6 Oktober 1951 tersebut.
"Untuk menjalankan amanat rakyat itu, waktunya terbatas. Saya sadar, tidak semua orang mendapatkan kesempatan menjadi pemimpin. Karena itu, waktu yang ada saya gunakan untuk berbuat yang terbaik bagi rakyat," tuturnya.
Fonataba mulai memimpin Kabupaten Sarmi pada 2005. Nama Sarmi diambil dari huruf depan suku-suku di sana, yakni Sobe, Airmati, Rumbuway, Manirem, dan Isirawa. Sarmi adalah kabupaten baru di Papua, hasil pemekaran Kabupaten Jayapura pada 2003. Mulai 2003-2005, Fonataba menjadi penjabat bupati. Baru pada 2005, dia secara resmi menjadi bupati.
Jadi, bapak empat anak tersebut adalah bupati pertama di kabupaten tersebut.
Awal-awal menjadi kabupaten baru, kondisi Sarmi masih sangat memprihatinkan. Dari Kota Jayapura menuju Sarmi, saat itu belum ada jalan darat. Jadi, kalau hendak pergi ke Sarmi, seseorang harus menggunakan pesawat udara atau kapal laut.
Namun, kini Sarmi sudah berkembang. Perjalanan dari Kota Jayapura menuju Sarmi sudah bisa ditempuh lewat jalur darat. Waktu tempuhnya 6-7 jam.
Fonataba menceritakan pengalamannya ketika dipercaya sebagai penjabat bupati Sarmi pada 2003. Kala itu, 330 di antara 365 hari dalam satu tahun selalu dia habiskan di tempat tugas.
"Sebagai daerah baru, kalau pemimpin tidak ada di tempat, sangat sulit membangun kepercayaan rakyat. Dengan selalu berada di tempat, bila ada masalah, pemimpin bisa langsung memecahkannya," kata lulusan magister manajemen Universitas Hasanuddin pada 2002 itu.
Ketika ditanya soal gagasan pembangunan rumah untuk rakyat tersebut, Fonataba menjelaskan bahwa ide tersebut sebenarnya datang dari istrinya, Amelia Waromi. "Dia (sang istri) selalu setia mendampingi saya berkeliling dari satu desa ke desa lain," papar dia.
Suatu ketika, Fonataba bersama istrinya melewati Kali Waskei di Kampung Bagaserwar. Saat itu malam, sekitar pukul 19.30 waktu setempat. "Kami melihat warga kampung itu pulang dari kebun yang jaraknya sekitar 7 kilometer dengan berjalan kaki," paparnya. Ketika itulah istri Fonataba mengusulkan pembangunan rumah di dekat kebun warga tersebut.
"Sejak saat itu, mulai 2006 dianggarkan pembangunan rumah rakyat bertipe 36 sebanyak seratus unit," papar dia. Sebanyak 50 rumah dibangun di Kampung Bagarserwar dan 50 unit lagi didirikan di Kampung Kasukue. Rumah-rumah tersebut dibangun di atas tanah adat masyarakat setempat. Yang menentukan lokasi pembangunan rumah itu adalah ondoafi (tokoh adat) dan kepala kampung. Dengan begitu, diharapkan tidak ada masalah di kemudian hari.
Diceritakan, setiap rumah itu diberi dua tempat tidur, lampu solar cell, dan sumur. "Setelah rumah jadi, kami melihat anak-anak belajar di rumah masing-masing di bawah cahaya lampu dari solar cell tersebut. Sungguh kami terharu saat itu. Sebab, di tengah hutan yang sebelumnya gelap, kini mereka mulai merasakan sedikit kemajuan," tutur penerima penghargaan Satyalancana Pembangunan pada 2009 tersebut.
Dari situlah, pada 2007 dianggarkan lagi pembangunan 600 lebih rumah rakyat. Kemudian, pada 2008 juga dibangun 600 unit lebih rumah itu. Akhirnya, pada 2010 telah dibangun 2.499 rumah rakyat. "Untuk satu kali tahun anggaran, biaya (pembangunan rumah rakyat) sekitar Rp 80 miliar dari dana alokasi umum (DAU). Untuk satu unit rumah, dianggarkan Rp 120 juta. Ada pula yang Rp 140 juta, bergantung tingkat kesulitan daerah. Namun, sekarang transportasi darat sudah lancar sehingga anggaran rata-rata untuk per unit rumah Rp 100 juta," terang alumnus IIP (Institut Ilmu Pemerintahan) pada 1987 tersebut.
Rumah-rumah itu dibangun di pinggir jalan. Tujuannya, rakyat mudah mengakses alat transportasi untuk memasarkan hasil kebun. Jarak rumah yang satu dengan lainnya 100 meter. Halaman rumah digunakan untuk menanam bunga. Tanah di samping kanan atau kiri rumah dimanfaatkan untuk menanam ubi-ubian dan sayuran. Selain itu, lahan di belakang rumah digunakan untuk berkebun.
Setelah masyarakat mempunyai rumah dan kebun yang sudah menghasilkan, harus ada alat transportasi untuk memasarkan hasil kebun tersebut. Karena itu, harus ada truk. "Kami mulai mengadakan program bantuan truk ke kampung-kampung pada 2007. Kemudian, menyusul pengadaan truk pada 2008, 2009, dan 2010. Karena itu, sekarang telah ada 48 truk," jelas dia.
Pada dua tahun pertama, pemda masih memberikan bantuan untuk perawatan truk itu. Namun, pada tahun ketiga, pemerintahan di daerah tersebut sudah berjalan sendiri.
Tiga hari truk-truk tersebut digunakan untuk memasarkan hasil kebun ke Kota Sarmi maupun Jayapura. Kemudian, tiga hari sisanya, truk dimanfaatkan untuk mencari uang. Dengan begitu, masyarakat bisa membeli solar, membayar sopir, maupun membiayai perawatan truk.
"Memang berat. Tetapi, sekarang sudah ada tiga kampung yang mampu beli truk lagi," ungkap dia.
Di wilayah Sarmi, awalnya ada 58 kampung. Kemudian, ada pemekaran sehingga menjadi 86 kampung. Yang mendapatkan bantuan truk itu adalah kampung-kampung induk.
Soal penghargaan ketiga dari Muri karena termasuk pejabat yang melakukan kunjungan kerja paling sedikit ke daerah, dia menganggapnya biasa saja. Selama lima tahun menjadi bupati, dia mengatakan hanya empat kali melaksanakan kunjungan dinas ke luar daerah. Seluruh tujuan kunjungan itu adalah Jakarta. "Bahkan, dua tahun saya tidak pergi ke Jakarta, yaitu 2008 dan 2010," tegas penerima penghargaan Satyalancana Karya Bhakti Praja Nugraha pada 2010 tersebut.
Itu tentu sangat berbeda dengan bupati-bupati lain di Papua, yang sangat sering pergi ke Jakarta. Bahkan, di antara mereka, ada bupati yang selalu menghabiskan weekend di Jakarta. Seringnya, para bupati tersebut pergi ke Jakarta dengan alasan melobi pemerintah pusat.
Mengapa tidak melobi pemerintah pusat seperti bupati lain? Dengan tegas, Fonataba menyatakan, sekarang lobi tidak diperlukan lagi. Sebab, aturan sudah jelas. "DAU dan DAK (dana alokasi khusus) sudah jelas. Jadi, tidak ada begitu-begitu lagi. Dulu, boleh begitu. Tapi, sekarang mereka (pemerintah pusat) melihat hasil kerja kami. Kalau kami kerja baik dan laporan dikirim secara rutin, DAU dan DAK pasti ditetapkan. Jadi, untuk apa sebenarnya ke Jakarta?" ucap dia. "Kalau semua bupati datang, lalu dikasih arahan, itu kan hanya bersifat seremonial. Lebih baik melihat kesulitan rakyat," imbuh dia. (c11/kum)
http://jawapos.com/halaman/index.php?act=detail&nid=153092
Wednesday, September 1, 2010
HARI INI AKSI DAMAI DI JAYAPURA
KNPB-(Port Numbay), hari ini tanggal 01 September 2010, rakyat Papua Barat yang tergabung dalam KNPB (Komite Nasional Papua Barat) melakukan aksi, sejak jam 08:00 pagi tadi sampai saat ini tepatnya pukul 11:21 waktu Papua, masa rakyak Papua masih berorasi di setiap sektor (titik Kumpul wilayah). sejak pagi tadi aparat keamanan sudah bersiaga di berbagai titik aksi yang sudah ditentukan. Kali ini masa aksi menuntut agar segera diadakan REFERENDUM untuk menyelesaikan status Politik Papua Barat. masa aksi menerikan yel-yel sambil membentangkan spanduk dengan ukuran 1 X 3 M yang bertuliskan
REFERENDUM
Solusi Terbaik Bagi Rakyat Bangsa Papua Barat
Sampai detik dimana berita ini dituliskan masa aksi masih melanjutkan orasi. sesuai rencana yang disampaikan Kordinator lapangan Mako Tabuni " Kami akan melanjutkan aksi dan akan berakhir di kantor DPDP Provinsi Papua di jayapura" tandas Mako sambil melanjutkan Perjalanan.
lanjut mako " bertepatan akan dilaksanakannya sidang tahunan PBB pada tanggal 03 Septermber besok maka kami Sebagai sebuah bangsa yang memiliki hak yang sama dengan bangsa lain dimuka bumi, - merasa penting untuk menyampaikan aspirasi kami di muka umum sesuai amanat UUD 45 yang berlaku di indonesia" tegas mako.
untuk sementara aksi berlangsung aman dan terkendali.
Perang Rahasia di Puncak Jaya Masih Berlangsung
Tingginambut --Reporter SaksiMata mengabarkan langsung dari di Tingginambut, Kabupaten Puncak Jaya, Papua bahwa rakyat sipil di Kabupaten Puncak Jaya terus dibunuh diam-diam oleh operasi gabungan TNI/Polri bersenjata lengkap yang berlangsung sejak 11 Mei 2010 lalu.
“Puncak Jaya mencekam. Di sini masinh perang. TNI dan Polri jalan keliling terus membawa senjata lengkap. Sudah berbulan-bulan masyarakat tidak boleh ke hutan untuk berkebun atau cari kayu. Kalau berani ke hutan di tembak. Sudah lebih dari 20 orang ditembak,” kata Jhon.
Jhon mengatakan, wartawan dilarang meliput. “Kalau kita mau ambil gambar mayat, tentara langsung ambil HP. Kita tidak bolah bawa HP camera, apalagi camera digital atau handycame. Masyarakat tidak boleh keluar malam. Di sini sangat mencekam. Kami harap ada perhatian dunia internasional tentang kondisi ini,” katanya.
Thomas juga mengatakan hal yang sama. “Kenapa semua pihak diam membisu? Pemerintah daerah di bawah kepemimpinan Lukas Enembe membiarkan rakyat dalam ancaman. Dia malah memberikan anggaran dari dana Otsus untuk operasi itu,” katanya.
Kata dia, sikap apatis dan diam membisu dari jajaran pimpinan pemerintah baik legislatif, eksekutif maupun yudikatif adalah merupakan tindakan pembiaraan terhadap kejahatan kemanusiaan yang dilakukan oleh Negara Indonesia. Sikap pembiaran terhadap kejahatan kemanusiaan Negara terhadap rakyat sipil adalah pelanggaran HAM, apalagi terjadi operasi militer yang membumihanguskan beberapa kampung di Distrik Tingginambut.
Sementara, Agustinus Murib mengatakan,. operasi gabungan TNI dan POLRI ini digelar sejak tanggal 11 Mei 2010 lalu. Ini praktek kejahatan negara terhadap rakyat sipil, karena akibat operasi militer di Puncak Jaya, bukan saja sasaran kepada TPN/OPM, akan tetapi operasi itu juga mengorbankan rakyat sipil yang tak berdosa. Praktek seperti ini dikategorikan ke dalam pelanggaran HAM. Dikatakan pelanggaran HAM karena yang melakukan kejahatan kemanusiaan terhadap rakyat sipil adalah kekuatan Negara, yakni TNI dan POLRI.
Pemerintah Republik Vanuatu Mendukung RUU tentang Dukungan terhadap Perjuangan Kemerdekaan West Papua
Pemerintah Republik Vanuatu Mendukung RUU tentang Dukungan terhadap Perjuangan Kemerdekaan West Papua
1. Akan membentuk sebuah West Papua Desk dalam kementerian Luar Negeri Republik Vanuatu;
2. Akan meloloskan sebuah Rancangan Undang-Undang untuk Mendukung perjuangan Kemerdekaan West Papua;
3. Menjadi sponsor resmi menggugat pelaksanaan Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera) 1969 di Irian Barat.
Pemerintah Vanuatu juga akan mensponsori lobi-lobi ke Melanesia Spearhead Group (MSG) dan Pacific Island Forum Leaders Summit untuk meloloskan sebuah resolusi tentang dukungan terhadap kemerdekaan West Papua.
Tokoh OPM, Dr. John Otto Ondawame dan Andy Ayamiseba menghadiri pertemuan bernilai sejarah tinggi ini dan secara tertulis ataupun lisan menyampaikan penghargaan yang tinggi kepada pemerintah dan rakyat Vanuatu atas dukungan yang tak henti-hentinya selama ini dan atas perkembangan terakhir yang sedang terjadi dalam negara dan pemerintah Republik Vanuatu menyangkut sikap negara dan pemerintah terhadap perjuangan Kemerdekaan West Papua.
1. Link ke Wawancara dengan Andy Ayamiseba;
2. Link ke Siaran Radio Australia;
3. Link ke Press Release asli
Demikian Press Release yang diterima WPMNews pada hari ini 22 Juni 2010
Dokumen asli dalam versi Inggris dapat diunduh dengan mengunjungi www.westpapua.net
Surat Pendeta Socratez Sofyan Yoman Kepada Lord Browne
Yth Tuan Browne,
Sebagai pemimpin gereja, saya harus berbicara untuk rakyat saya di Papua tentang perdamaian, keadilaan, kesamaan hak, kebenaran dan martabat umat manusia.
Tanah kami Papua diberikan kepada nenek-nenek moyang kami oleh Tuhan. Perusahaan anda, BP, telah datang ke Tanah kami karena anda mengetahui bahwa ada kekayaan dibawah tanah dan laut kami. Saya mengetahui bahwa anda, Tuan sendiri , juga telah mengunjungi tanah kami. Anda dan orang-orang dari perusahaan anda diterima untuk mengunjungi kami di Papua. Kami orang Papua bangga akan rakyat kami, adat kami dan tanah kami dan kami senang membagi apa yang kami miliki dengan sahabat-sahabat kami.
Tetapi atas nama rakyat saya, saya harus memberitahu anda bahwa jika anda mencintai sumber daya alam kami, anda harus pertama mencintai rakyat kami.
Orang-orang menanyakan saya “Dimana tempat yang disebut ‘Tangguh’? dan saya harus memberitahu mereka bahwa tidak ada sungai, gunung, desa atau kota di Papua dengan nama itu. Diktator Indonesia, Suharto yang telah membunuh ribuan rakyat saya memberi nama itu pada proyek anda. Dalam bahasanya itu artinya “Semuanya kuat atau tak dapat dikalahkan”, seperti dia berpikir kerajaannya akan seperti itu.
Ketika anda pertama mau mengambil sumber daya alamnya, mengapa anda tidak menanyakan kami, orang Papua, pemilik tanah itu. Kami tidak tahu mengapa anda pergi ke Jakarta untuk berunding dengan orang Jawa? Kami bukan bagian dari Indonesia. Nenek moyang kami, kakek dan nenek kami tidak bersal dari Jawa. Kami adalah orang Papua dan ini tanah kami.
Selama 42 tahun, bangsa Indonesia telah menjajah tanah kami, tetapi anda tahu bahwa kami bangsa Papua tidak mengundang mereka. Kami berusaha memberitahu dunia bahwa sama seperti tanah jajahan lainnya, kami menginginkan kemerdekaan; bahwa kami mau merdeka untuk menikmati tanah kami sendiri, tidak diatur oleh orang lain…. Tetapi dunia berbalik membelakangi kami. Penentuan Pendapat Rakyat tahun 1969 berlangsung tanpa halangan. Untuk kehinaan mereka selamanya, pemerintah-pemerintah Amerika, Belanda, Inggris dan Australia tetap bungkam pada saat darah rakyat saya mewarnai sungai-sungai kami menjadi merah darah.
Bendera Indonesia, Merah dan Putih hanya membawa kesengsaraan kepada rakyat saya; pembunuhan, kehancuran, pemerkosaan, penganiayaan, teror, dan kelaparan. Jepang juga menjajah tanah kami pada Perang Dunia ke II. Apakah BP telah juga pergi ke Tokyo untuk berunding dengan laksamana Tojo tentang Sumber Daya Alam Papua?
Jika anda mencintai sumber daya alam kami, anda pertama-tama harus mencintai rakyat kami.
Anda berargumentasi bahwa anda harus berunding dengan Jakarta karena pemerintah anda “mengakui integritas teritorial Indonesia” dan memberitahu anda bahwa Papua adalah bagian dari Indonesia…. Tetapi anda tahu sendiri tentang kebenaran bagaimana Indonesia mencuri tanah kami. Tuhan telah memberikan anda pikiran anda sendiri. Anda dapat membuat keputusan-keputusan untuk diri anda sendiri tentang apa yang benar dan apa yang salah. Pada hari Penghakiman kita semua akan mempertanggungjawabkan pilihan-pilihan yang telah kita buat. Tuhan tidak akan menerima “Saya hanya mematuhi perintah” sebagai sebuah alasan untuk keterlibatan dalam pembunuhan.
Jika anda mencintai sumber daya alam kami, anda pertama-tama harus mencintai rakyat kami.
Website dan brosur-brosur anda menyebutkan bahwa segala sesuatu di “Daerah Proyek” luar biasa. Anda memberitahu kami bahwa anda telah membangun sebuah desa baru dan bahwa anda sangat berhati-hati untuk tidak merusak udang di laut kami. Anda menunjukkan foto anak-anak Papua yang sedang tersenyum….. tetapi anda tidak mengatakan bahwa diluar “Daerah Proyek” rakyat saya dibantai seperti babi oleh pemerintah yang sama yang mana anda bersama-sama menikmati minuman teh di Jakarta dan Jayapura. Apa yang memberi anda hak untuk membagi sebagian dari tanah kami terpisah dari yang lainnya dan mengatakan bahwa segala sesuatu di “daerah proyek anda” baik ? Tanah kami Papua adalah satu tubuh. Apa yang anda sedang berusaha untuk lakukan adalah memotong satu dari tangan kami dan menunjukkannya kepada dunia. Tidak, kami tidak akan membiarkan anda melakukan hal ini. Kami adalah satu bangsa. Baik Indonesia ataupun BP tidak dapat memisahkan kami.
Jika anda mencintai sumber daya alam kami, anda pertama-tama harus mencintai rakyat kami.
Anda juga mengatakan bahwa anda sangat berhati-hati tidak membiarkan militer Indonesia untuk melayani keamanan anda. Kami senang anda mengakui bahwa berbahaya membiarkan angkatan bersenjata pemerintah yang anda akui sebagai pemilik sah tanah kami untuk datang ke “daerah Proyek” anda. Kemungkinan anda pasti telah mengetahui semuanya bahwa militer Indonesia menghabiskan jutaan dolar setiap tahun untuk menyediakan “perlindungan” bagi perusahaan-perusahaan asing dan menutup mata bagi illegal logging dan perdangangan spesies langka? Kemungkinan anda juga mengetahui bahwa TNI memperkosa, menganiaya dan membunuh rakyat saya di seluruh Papua dan melatih milisi dan Jihad untuk melakukan hal yang sama seperti yang mereka lakukan di Timor Timur?
Saya pikir anda tahu, seperti kami, apa telah yang Freeport lakukan? Pernahkah anda berada di Kota Timika, berkawan dengan agen-agen intelijen Indonesia, dengan tentara di setiap kilometer dan dimana orang papua, pemilik tanah itu, anya beruntung untuk mendapatkan pekerjaan mebersihkan sampah? Apa yang membuat anda begitu yakin bahwa anda dapat mencegah kesalahan-kesalahan Freeport? Kami tahu dari pengalaman bahwa anjing akan selalu menemukan muntahan untuk dimakan. Apakah anda suka atau tidak suka, dimana ada uang, TNI cepat atau lambat akan meraupnya. Mereka akan menciptakan sebuah”insiden”, menuduh OPM dan kemudian memaksa bahwa mereka menyediakan “perlindungan” dengan sebuah harga yang sesuai bagi sebuah ‘asset vital nasional’. Kami juga tahu dari pengalaman bahwa di Papua yang dijajah oleh Indonesia, dimana perusahaan asing beroperasi, rakyat kami menjadi terpinggirkan diatas tanah kami sendiri.
Anda mengatakan bahwa anda begitu berhati-hati untuk mencegah kesalahan-kesalahan Freeport, tetapi Saya harus katakan atas nama rakyat saya bahwa jika anda benar-benar peduli tentang kami orang Papua sebanyak seperti yang anda katakan, anda tidak akan mengambilo resiko yang begitu besar dengan kehidupan kami. Anda bagaikan seseorang yang pergi ke sebuah tempat yang berbahaya di sebuah kota besar dengan sebuah kotak penuh berisi dengan uang dan memberitahu setiap orang bahwa anda akan sangat berhati-hati untuk tidak akan membiarkan kumpulan perampok merampok anda. Alasan apa yang akan anda berikan ketika sudah sangat terlambat dan kumpulan perampok telah merampok uang anda dan menggunakannya untuk membeli senjata dan membunuh ribuan rakyat tidak berdosa di kota itu? Karena anda dapat membuat uang, anda siap untuk mengorbankan kehidupan rakyat saya. Saya mengerti bahwa didalam hukum Inggris anda, sebuah “sikap acuh tak acuh yang sembrono terhadap kehidupan orang lain” dikenal sebagai “pembantaian manusia”.
Jika anda mencintai sumber daya alam kami, anda pertama-tama harus mencintai rakyat kami.
Sekarang anda mungkin terkejut mengetahui bahwa rakyat saya masih tetap mengatakan bahwa BP dan perusahaa-perusahaan asing yang lain sangat diterima di Papua…… tetapi anda harus tunggu sampai anda dapat berunding dengan perwakilan Papua yang terpilih secara demokratis, pemilik sah sumber daya alam kami. Saya bukan politisi tetapi saya tahu dari keputusan-keputusan Konggres Papua tahun 2000 bahwa bila anda menghormati kami sebagai manusia dan benar-benar memperhatikan tanah kami, anda akan berunding dengan teman-teman di di sebuah Papua merdeka.
Salam hangat,
Socratez Sofyan Yoman
Ketua Umum Persekutuan Gereja-Gereja Baptis Papua
Tembusan :
* Rt Hon. Jack Straw M.P., Foreign Secretary
* Mr. Ian Pearson M.P., Foreign Office Minister
* Rt Revd Richard Harries, Bishop of Oxford
* Rt Hon. Andrew Smith M.P., Member of Parliament for Oxford East and Chair, All Party Parliamentary West Papua Group
* Dr. Evan Harries M.P., Member of Parliament for Oxford West & Abingdon
* Dr. Caroline Lucas M.E.P, Member of the European Parliament for South East England
* Senator George Mitchell, Chair, TIAP (Tangguh Independent Advisory Panel)
* Revd Herman Saud
* Lord Hannay
* Ambassador Siagian (TIAP members)