Thursday, August 20, 2009

Mantan Tapol Tuding WPNA Lakukan Pembohongan Publik

Manokwari, Media Papua – Mantan tahanan politik dan narapidana politik (Tapol/Napol) Papua Merdeka Eliezer Awom menuding kelompok West Papua National Authority (WPNA) selama ini telah melakukan pembohongan terhadap orang -orang Papua. Tudingan tersebut disampaikan Eliezer saat menggelar jumpa pers di kantor Dewan Adat Papua (DAP) wilayah Kepala Burung yang difasilitasi Direktur LP3BH Manokwari, Yan Christian Warinussy, SH.

Eliezer mengaku sengaja menggelar jumpa pers untuk meluruskan konsensus yang saat ini sedang dibangun oleh WPNA. Sebab, jika tidak diluruskan masyarakat akan terus menjadi korban. Menurutnya, konsensus-konsensus sudah dibangun sejak tahun 2002 lalu. Sehingga saat ini tidak perlu lagi membangun konsensus baru untuk mencari dukungan, karena senantiasa akan membingungkan masyarakat.

Mantan Tapol/Napol ini juga mengaku sudah menyarankan kepada tim konsensus untuk mencari jalan terbaik untuk perjungan Papua Merdeka. Tapi lanjut Eliezer saat pertemuan di Jayapura beberapa waktu lalu, tim konsensus tetap ngotot untuk membentuk konsensus baru. “Kelompok yang melakukan kebohongan ada selama ini dan terjadi dimana-mana, sehingga ada yang masuk penjara,” tuturnya seraya menyebut kelompok WPNA yang melakukan kebohongan tersebut.

Menurutnya, keolompok tersebut telah merugikan masyarakat dengan membentuk kegiatan-kegiatan. Bahkan, mereka juga sudah berani mengedarkan selebaran kepada masyarakat. Bukan hanya itu, tapi akibat kegiatan-kegiatan seperti demo telah membawa beberapa orang Papua untuk ditahan dengan tuduhan melakukan tindak pidana makar. Dirinya mengku sudah banyak bukti-bukti berupa video dan selebaran yang menyatakan Edison Waromi akan membawa persoalan Papua ke PBB. Eliezer dengan tegas mengatakan hal itu tidak benar.

Lanjut Eliezer, yang berhak membawa persoalan Papua ke PBB adalah negara-negara anggota PBB yang mendukung kemerdekaan bangsa Papua. “Tidak ada seorangpun yang bisa membawa persoalan Papua ke PBB. Tetapi yang bisa hanyalah negara anggota PBB yang mendukung bangsa Papua untuk berdaulat sendiri. Jadi stop kebohongan, rakyat juga mulai ambil sikap karena kelompok tersebut merugikan perjuangan,” tuturnya lagi.

Ketika ditanya soal keinginan warga Papua untuk berdialog dengan pemerintah, Eliezer mengku bagi dirinya selaku pilar Tapol/ Napol Papua Merdeka tidak mau lagi untuk berdialog. Apalagi ia melihat pemerintah Indonesia sendiri yang tidak menginginkan dialog tersebut. Dengan terang-terangan ia menginginkan perundingan dengan melibatkan pihak ketiga.

Aktivis Papua Merdeka, Melkianus Bleskadit pada kesempatan itu juga meminta pemimpin-pemimpin perjuangan Papua Merdeka untuk bersikap dewasa dalam melihat dan menyelesaikan persoalan. Jangan sampai target perjuangan yang sudah dicapai terganggu dengan sikap yang tidak dewasa tersebut. “Saya cuma menginginkan pemimpin-pemimpin organisasi Papua Merdeka untuk bersikap lebih dewasa,” tuturnya.

BAP Tuduhan Makar di Nabire Direkayasa Polisi Indonesia

Nabire, WPToday – Dari Nabire Papua dilaporkan, pemeriksaan 15 terdakwa dengan tuduhan pasal makar yang berlangsung di ruang sidang III Pengadilan Negeri Nabire, Kamis (30/7) terbukti banyak penyimpangan hukum. Penyimpangan hukum itu dilakukan oleh aparat penegak hukum (polisi Indonesia) dalam BAP (Berita Acara Pemeriksaan) terdakwa.

Para terdakwa mengakui, BAP yang telah disahkan dan dipake dalam sidang tersebut dibuat oleh polisi penyidik tanpa sepengetahuan terdakwa katika masih berstatus sebagai Tapol di Polres Nabire.

“Polisi cuma kasi datang kertas depan kawat sel, lalu kami disuruh teken tangan lewat cela kawat,” kata Januarius Tigi, salah satu terdakwa seperti dikatakan Reporter kami. “Mereka juga tidak pernah membacakan waktu di sana (di tahanan polres), di hadapan saya,” kata Elias Pigome seperti yang dikatakan saksi kepada WPToday.

Pengakuan yang sama juga diungkapkan rekan-rekan lainnya. Mereka diantaranya Yohanes Agapa, Januarius Tigi, Dominggus Pakage, Derias Anouw, Marten Anouw, Marthinus Youw, Yusak Kayame, Matias Adii, Frans Katouki, Beni Gobay, Andi Pigome, Elias Pigome, Yohanes Gobay dan Naftali Ogetai. Rata-rata dari ungkapan keterangan terdakwa secara terpisah dihadapan hakim mengatakan, selain identitas terdakwa, lainnya termasuk kronologis dalam BAP dibuat rekayasa oleh polisi.

Soal lain adalah, ke-15 terdakwa tersebut, rata-rata ditangkap dalam kondisi mabuk. “Dengan 2 rekan saya, malam minggu kami minum. Kami tidak tahu tetapi, dalam kondisi mabuk ada bunyi tembakan di sebelah terminal. Saya kaget bangun dan ketika saya mau lari dapat toki di kepala bagian belakang dari polisi,” jelas Marthinus Youw yang berdiri sekitar 200 meter dari lokasi Posko ILWP, Taman Gizi Oyehe Nabire.

Berdasarkan sidang pemeriksaan terhadap para terdakwa tersebut, mereka (terdakwa) pada umumnya tidak tahu-menahu tentang barang bukti yang ditunjukkan Hakim dan jaksa penuntut umum. Mereka juga tidak mengetahui tentang jadwal dan kegiatan di Posko penyambutan ILWP di Nabire tersebut. “Saya kaget dan heran karena dituduh telah melakukan tindakan maker,” ujar Naftali Ogetai usai siding.

Dalam sidang tersebut, Barang bukti tindakan makar yang disita polisi diantaranya berupa pisau, Handphone, kartu pengenal (KTP) kartu TPN/OPM dan sejumlah busur dan anak panah, serta kayu buah, Spanduk, cat warna merah, biru dan putih . “Tidak mungkin mereka berkumpul tanpa tujuan sama sekali,” tekan Jasman, SH, penuntut umum seperti dikutip berbagai media. ***

Terkait Penembakan Di Areal Freeport, Para Kambing Hitam Akan Dikenai Hukuman Mati

Timika, WPToday - Kepolisian Republik Indonesia berencana menjerat Enam tersangka penembakan di areal PT. Freeport, Mimika dengan pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana dengan ancaman maksimal hukuman mati. Hal ini terpaksa dilakukan karena Polisi tidak mampu mengungkap pelaku penembakan di areal Freeport yang melibatkan beberapa anggota Kopassus.

Mereka yang dijadikan kambing hitam dan persembahan bagi korporasi Amerika Serikat itu adalah Amon Yamawe (30), karyawan PT Freeport, Eltinus Beanal (26), warga Jl Timika Indah, Tommy Beanal (25), warga Centi, Tembagapura, Mimika, Simon Beanal (30), warga Jl Baru, Timika, Dominikus Beanal (25), karyawan PT Freeport dan Yani Beanal (18) pelajar.

Pada Sabtu (11/7), Kopasus menembak mati Drew Nicholas Grant (WN Australia). Seorang Provos Polda Papua, Marson Patipelohi yang berhasil kabur dari mobil yang diserang juga tewas karena lehernya digorok Kopasus dan mayatnya ditemukan sehari kemudian. Polisi yang melakukan penyisiran menemukan 2 orang anggota Kopasus di sekitar lokasi kejadian tetapi mereka kemudian dilepas atas perintah Kapolda Papua Irjen Pol. Bagus Ekodanto.

Penembakan terhadap Drew Nicholas Grant terjadi di wilayah yang sepenuhnya berada dibawah kontrol sedikitnya 500 pasukan TNI-Polri yang bertugas melakukan pengamanan tertutup di wilayah Mile 68 sampai Mile 74.

Pangkodap III Nemangkawi, Gen. TPN-PB Kelly Kwalik dalam keterangan pers tertanggal 15 Juli 2009 mengatakan, TNI-Polri dan PT Freeport beranggungjawab atas Kematian Drew Nicholas Grant. Kelly Kwalik juga menyatakan dirinya hanya bertanggungjawab atas penyerangan yang dilancarkan mulai hari Minggu (12/7) sampai saat ini karena pihaknya merasa dituduh sebagai pelaku pembunuhan terhadap Drew Nicholas Grant.

“Karena TNI/Polri menuduh kami TPN-OPM tanpa bukti-bukti yang jelas, maka pada pukul 11.00 A.M, hari Minggu, TPN-OPM menyerang Mobil PT FI yang mengangkut pasukan gabungan TNI-Polri ke Mile 68. Dalam insiden ini, 4 Mobil PT FI rusak. Kami menembak mati 1 Satpam dan 1 Polisi, dan 3 lainnya cedera,” tulis Kelly dalam Keterangan Persnya.

Selain TPN-OPM, pihak Tentara Revolusi Papua Barat (TRPB) juga mengutuk tindakan kejam TNI-Polri ini. Dalam Keterangan Pers tertanggal 15 Juli 2009 yang ditandatangani Gen. TRPB Mathias Wenda, TRPB mengecam dan megutuk tindak kriminal oleh aparat keamanan NKRI ini.

“Kasus tindak kriminal TNI/Kopasus yang melanggar HAM seperti ini tidak dapat dibenarkan dengan alasan apapun dan telah banyak terjadi di Tanah Papua maupun di wilayah NKRI lain seperti di Aceh, Poso, Ternate dan Ambon yang telah memakan korban warga sipil dan kemudian mengkambinghitamkan pihak lain yang dianggap bertentangan denga Pemerintah atau NKRI,” tulis TRPB.

Saat ini sedikitnya 2000 sampai 3000 personil pasukan gabungan TNI-Polri dan Milisi Merah Putih dikerahkan untuk mengamankan operasional perusahaan tambang tersebut. Ribuan karyawan dipaksa bekerja dibawah ancaman dan dalam keadaan lapar karena logistik makanan terus berkurang.

“Pelaku pembunuhan terhadap warga Australia jelas Kopasus, tetapi kalau sudah operasi gabungan begini, pelaku penembakan tidak akan diketahui dan masyarakat yang tidak tahu apa-apa akan dijadikan kambing hitam seperti kasus Wamang Cs,” jelas seorang anggota Polres Mimika yang asli Papua.***

Prihatin Situasi Papua, ILWP Surati Presiden SBY

Oxford – England, WPToday – Situasi Tanah Papua dan kehidupan rakyat pribuminya yang tidak menentu dalam hukum Indonesia saat ini mendapat perhatian serius dari Group Pengacara Internasional untuk Papua Barat atau International Lawyers for West Papua (ILWP).

Group ini mengirimkan surat pada Sabtu (01/08) kepada presiden Susilo Bambang Yudhyono yang berisi keprihatinan mereka terhadap penahanan dan tindakan sewenang-wenang aparatus kolonial, terutama Polisi, terhadap rakyat Papua Barat.

Menurut ILWP, Indonesia adalah negara yang sudah meratifikasi Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik, maka seharusnya menghargai kebebasan berpendapat yang diekspresikan oleh rakyat Papua Barat.

“Indonesia acceded to the Covenant on Civil and Political Rights in February 2006 and is therefore legally bound to allow West Papuans to express their views peacefully”, tulis ILWP sebagaimana terbit di situs www.infopapua.org.

Dalam surat tersebut, ILWP juga menyatakan kepriharinan mereka terhadap penahanan 15 warga di Nabire dan 3 tahun hukuman penjara yang dijatuhkan untuk mantan Ketua KNPB, Buchtar Tabuni hanya karena melakukan demonstrasi damai.

“…We are very concerned about the fifteen people on trial in Nabire and the three-year sentence imposed on Buchtar Tabuni for peaceful demonstrations,” tulis ILWP.

Surat ILWP tersebut ditandatangani oleh beberapa pengacara internasional yang tergabung dalam ILWP, diantaranya Melinda Janki dan Nigel Hughes asal Guyana.***

Iringgame Tabuni : Rakyat Papua Harus Berterima Kasih Kepada Noordin M Top!

Mulia, WPToday – Isu Terorisme yang menjadi proyek nasional Indonesia atas perintah AS, Australia dan negara-negara Uni Eropa ditanggapi serius oleh Iringgame Tabuni, Jubir Komando Tertinggi Militer Revolusi Papua Barat (KTMRPB). Ia mengatakan, Noordin M Top tidak menjadikan rakyat kecil sebagai target pemboman sehingga tidak ada yang perlu mengganggap Noordin M Top sebagai musuh bersama.

“Noordin bukan musuh bersama rakyat Indonesia, tetapi musuh Amerika, Australia, Uni Eropa dan Rezim SBY-JK yang menjadi komprador mereka,” jelas Tabuni kepada WPToday. Ia mengatakan, hal ini bisa dilihat dari sasaran bom selama ini, dimana rakyat kecil tidak pernah jadi korban. Sebaliknya, korban bom biasanya para eksekutiv perusahaan asing, hotel milik asing dan orang Indonesia yang menyambung hidup dengan cara membudak pada asing.

“Saya belum lihat pemukiman warga atau usaha milik pedagang kaki lima yang menjadi sasaran aksi bom kelompok Noordin M Top dan ini jelas, Noordin bukan musuh bersama rakyat Indonesia,” tegas Tabuni.

Tabuni mengatakan, rakyat Indonesia yang miskin sepertinya sedang diarahkan dan disibukkan oleh SBY untuk melindungi kepentingan pejabat dan kaum pemodal yang kaya-raya, sementara mereka sendiri harus memikirkan beban hidup yang berat, ancaman penggusuran oleh Satpol PP dan Petugas Trantib Kota, biaya pendidikan anak-anak mereka yang mahal dan banyak penderitaan lain akibat eksploitasi imperialisme AS dkk.

Ditanya soal himbauan terselubung para tokoh agama Kristen di Papua bahwa rakyat perlu membantu Polda Papua dan Densus 88 dalam upaya menangkal aksi-aksi kelompok Noordin di Papua, Tabuni mengatakan, hal ini tidak perlu ditanggapi dan rakyat Papua tidak perlu sibuk isu teroris. Ia menambahkan, rakyat Papua justru harus berterima kasih kepada Noordin M Top karena aksi Bom Kuningan belum lama ini sempat melukai salah satu pensiunan Pejabat PT Freeport.

“Pensiunan Pejabat PT Freeport yang isi kepalanya penuh dengan kejahatan terhadap rakyat Papua berhasil menjadi korban bom dan rakyat Papua harus berterima kasih kepada Noordin M Top, bila perlu mendoakan dia dan kelompoknya agar mendapat perlindungan Tuhan dari kejaran Densus 88,” himbau Tabuni.

Menurut Tabuni, keluarga Ibrahim dan korban jihad lainnya sebenarnya perlu mendapat santunan dari Rakyat Papua karena aksi-aksi anggota keluarga mereka bersama Noordin M Top di Indonesia, jika berskala luas, pasti akan mengurungkan niat investor asing untuk datang menguras kekayaan alam Indonesia, terutama daerah-daerah yang kaya akan SDA seperti Papua.

Pasca pemboman 2 hotel milik Amerika di Mega-Kuningan Jakarta, Ritz Carlton dan JW Marriott, pihak AS dan sekutunya langsung memerintah SBY untuk mengejar dan membunuh Noordin M Top dan kelompoknya sebagai persembahan bagi mereka.

Sebagai bukti kesetiaan SBY kepada AS dan sekutunya, tanggal 8 Agustus 2009, ia membunuh Aher Setiawan dan Eko Peyang di Bekasi, selanjutnya, ia membunuh Ibrahim dan memporak-porandakan rumah Mohzahri di Desa Beji, RT 01/07, Kelurahan Kedu, Temanggung, Jawa Tengah. Korban yang tewas kemudian dijadikan persembahan bagi AS dan para sekutunya.

Bukti kesetiaan dan kepatuhan SBY kepada AS dan sekutunya ini disaksikan langsung oleh berjuta-juta rakyat miskin Indonesia karena dipertontonkan di hampir semua stasiun televisi di Indonesia.

Dalam menjalankan aksinya, kelompok Noordin M Top sebenarnya tidak pernah mengincar rakyat Indonesia. Dalam sebuah Blogsite, ia menulis, “Agar ummat ini mengetahui bahwasanya Amerika, khususnya orang-orang yang yang berkumpul dalam majlis itu, mereka adalah para Pentolan Bisnisman dan Inteljen di dalam bagian ekonomi Amerika. Dan mereka mempunyai kepentingan yang besar dalam mengeruk harta negeri Indonesia dan pembiyaan tentara kafir (Amerika) yang memerangi Islam dan kaum muslimin”.***

Brief Info : TPN-PB Bubarkan Upacara 17 Agustus 2009!

Mulia, WPToday – Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPB-PB) kemarin, Senin (17/08) menyerang dan membubarkan Upacara HUT Ke-64 Republik Indonesia di distrik-distrik Illu, Tingginambut, Mebagaluk dan Sinak, kabupaten Puncak Jaya, Papua.

Informasi yang diperoleh Blogsite ini, bahwa saat ini sedang dilakukan evakuasi korban oleh otoritas penjajah di wilayah tersebut. Gen. Goliath Tabuni menyatakan TPN-PB bertanggungjawab sepenuhnya atas penyerangan tersebut.***

HUT RI ke-64 di Papua Barat:Pengkhianatan Proklamasi Sampai Papua Darurat Menuju RI Bubar

Senin, 17 Agustus 2009, Republik Indonesia merayakan ulang tahun yang ke 64 (1945-2009). Hari ini (17 Agustus 2009) pada 64 tahun lalu, Indonesia menentukan batas negaranya, yaitu dari Aceh sampai Ambon. (lihat Karkara lampiran I, pokok Hindia Belanda oleh Ottis Simopiaref).

Penentuan batas negara ini merupakan sebuah fakta sejarah yang tak terpisahkan dari proklamasi kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945. Jadi, klain dan proses pen-DUDUK-an Indonesia di Papua Barat hingga saat ini adalah penggianatan atas proklamasi kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945. Penggianatan ini justru sedang menjadi surat jalan pertama menuju Papua Barat merdeka. Juga bangsa-bangsa lain karena tidak semua bangsa—Burneo/Kalimantan, Maluku, dan Aceh– tunduk pada Belanda.

Budaya TIPU yang dibangun Indonesia sejak proklamasi kini sudah mencapai klimaks. Bangsa Papua Barat dan bangsa-bangsa lain– Buneo, Aceh, dan Maluku – menyadari bahwa klain yang dilanjutkan dengan Pen-DUDUK-an atas bangsa-bangsa itu harus berakhir. Dengan begitu, klain itu secara otomatis menjadi surat jalan kedua untuk bubarnya Indonesia—menjadi genap atas pernyataan para aktivis bahwa ‘Indonesia Bukan Finish’.

Surat jalan ketiga adalah Indonesia MENUTUPI fakta penjajahan Belanda di Indonesia dan Papua Barat yang BERBEDA. Indonesia dijajah oleh Belanda selama sekitar 350 tahun dan berakhir ketika Belanda mengakui kemerdekaan Indonesia pada 27 Desember 1949. Papua Barat, secara politik praktis, dijajah oleh Belanda selama 64 tahun (1898-1962).

Surat jalan menuju Papua Barat merdeka keempat adalah Indonesia dengan sengaja MENYEMBUNYIKAN Konferensi Meja Bundar (24 Agustus – 2 November 1949) di kota Den Haag (Belanda) yang dimufakati bersama oleh pemerintah Belanda dan Indonesia bahwa Papua Barat tidak merupakan bagian dari negara Republik Indonesia Serikat (RIS). Hari semakin siang, mata telah terbit dan mulai tidak akan ada yang tertutup.

Surat jalan kelima adalah pen-DUDUK-an atas Papua Barat melupakan Papua Barat yang telah memiliki bendera nasional, Bintang Kejora; Hai Tanahku Papua, sebagai lagu kebangsaan; dan nama negara, Papua Barat. Simbol-simbol kenegaraan ini ditetapkan oleh New Guinea Raad / NGR (Dewan New Guinea) yang diakui oleh seluruh rakyat Papua Barat dan pemerintah Belanda. Ini fakta sejarah yang sah.

Indonesia tidak menyadari bahwa Bangsa Melanesia di Papua Barat dan Bangsa Melayu di Indonesia tidak memiliki hubungan sama sekali. Dari 1 Oktober 1962 hingga 1 Mei 1963, Papua Barat merupakan daerah perwalian PBB di bawah United Nations Temporary Executive Authority (UNTEA) dan dari tahun 1963 hingga 1969, Papua Barat merupakan daerah perselisihan internasional (international dispute region). Kedua aspek ini menggaris-bawahi sejarah Papua Barat di dunia politik internasional dan sekaligus menunjukkan perbedaannya dengan perkembangan sejarah Indonesia bahwa kedua bangsa ini tidak saling memiliki hubungan sejarah. Ini fakta sejarah keenam yang segera akan tergenapi.

Surat jalan ketujuh, Indonesia melakukan plebisit (Pepera) pada tahun 1969 di Papua Barat yang hasilnya diperdebatkan di dalam Majelis Umum PBB. Beberapa negara anggota PBB tidak setuju dengan hasil Pepera (Penentuan Pendapat Rakyat) karena hanya merupakan hasil rekayasa pemerintah Indonesia. Adanya masalah Papua Barat di atas agenda Majelis Umum PBB menggaris-bawahi nilai sejarah Papua Barat di dunia politik internasional. Ketidaksetujuan beberapa anggota PBB dan kesalahan PBB dalam menerima hasil Pepera merupakan motivasi untuk menuntut agar PBB kembali memperbaiki sejarah yang salah. Kesalahan itu sungguh melanggar prinsip-prinsip PBB sendiri. (Silahkan lihat lebih lanjut pokok tentang Pepera dalam Karkara oleh Ottis Simopiaref).

Surat jalan kedelapan adalah Indonesia terus melancarkan penjajahan/pen-DUDUK-an atas Papua Barat tanpa memedulikan berbagai pernyataan politik dari parah tokoh Papua Barat untuk menolak menjadi bagian dari RI. Mereka semua justru di bantai untuk menggenapi genosida atas ras Melanesia di Papua Barat. Frans Kaisiepo pada konferensi Malino 1946 di Sulawesi Selatan, menyatakan dengan jelas bahwa rakyatnya tidak ingin dihubungkan dengan sebuah negara RI (Plunder in Paradise oleh Anti-Slavery Society). Johan Ariks (alm.), tokoh populer rakyat Papua Barat pada tahun 1960-an, menyampaikan secara tegas perlawanannya terhadap masuknya Papua Barat ke dalam Indonesia (Plunder in Paradise oleh Anti-Slavery Society). Angganita Menufandu (alm.) dan Stefanus Simopiaref (alm.) dari Gerakan Koreri, Raja Ati Ati (alm.) dari Fakfak, L.R. Jakadewa (alm.) dari DVP-Demokratische Volkspartij, Lodewijk Mandatjan (alm.) dan Obeth Manupapami dari PONG-Persatuan Orang Nieuw-Guinea, Barend Mandatjan (alm.), Ferry Awom (alm.) dari Batalyon Papua, Jufuway (alm.), Arnold Ap (alm.), Eliezer Bonay (alm.), Adolf Menase Suwae (alm.), Dr. Thomas Wainggai (alm.), Nicolaas Jouwe, Markus Wonggor Kaisiepo, Theys Hiyo Aluay dan lain-lainnya dengan cara masing-masing. Pembantaian atas para tokoh di atas dan jutaan rakyat Papua Barat oleh Indonesia justru semakin menumbuhkan kesadaran nasional Papua Barat untuk akhirnya Indonesia bubar.

Surat jalan kesekian adalah pemaksaan sepihak Otonomi Khusus Papua. Indonesia mencoba mengelapkan sejarah kemerdekaan Papua Barat dengan kebijakan soal makan-munum.. Rakyat Papua sudah menyatakan dengan tegas dan telah mengembalikan Otsus kepada yang empunya. Namun, Otsus masih terus dipaksakan sekaligus mengadukan kebijakan pemekaran dan migrasi untuk memperkuat pen-DUDUK-an di Papua Barat. Tetapi, Indonesia tidak tahu bahwa hal ini justru semakin mempercepat finishnya Indonesia.

DAN, jutaan fakta terutama kondisi nyata saat ini yang PAPUA DARURAT ini semakin meruncingkan perjuangan semesta Papua Barat. Harus tahu bahwa perjuangan Papua Barat kini semakin merata di seluruh lapisan masyarakat Papua Barat. Masyarakat Papua Barat yang ada di kota , di sekolah, di kampus, di kantor pemerintah kolonial Indonesia (gubernur, bupati, camat, dan lainnya), lapisan masyarakat telah menyatu dalam pembungkaman.

Perayaan Indonesia merdeka di Papua Barat hari ini dalam PAPUA DARURAT adalah akhir dari rencana besar Indonesia pada 64 tahun silam. Rencana Indonesia bubarnya Indonesia negara imajinasi. Idonesia sejak proklamasi berusaha meniadakan nasionalisme yang lain, terutama nasionalisme mereka yang lebih sedikit dan lebih lemah. Indonesia telah membangun rasialisme dan ekspansionisme sejak Indonesia melatakan batu pertamanya dengan proklamasi.

Jadi, penggianatan proklamasi Indonesia dan proses pembangunan Indonesia yang penuh kebohongan (negara imajinasi), serta proses sejarah penuh curang hingga PAPUA DARURAT saat ini adalah sekenario Indonesia untuk Republik Indonesia bubar.***

Thursday, July 30, 2009

Di Wamena, Seorang Warga Tertembak

Seorang warga di Wamena, dilaporkan tewas setelah tertembak oleh anggota Polres Jayawijaya, di Jl Irian Wamena kemarin. Korban yang diketahui bernama Yoran Wetipo (27) ini, mengalami luka di dadanya, namun tewas dalam perjalanan menuju RSUD Wamena.
Kabid Humas Polda Papua Kombes Pol Drs Agus Rianto membenarkan adanya insiden yang menewaskan seorang warga tersebut. Ia menjelaskan kejadian itu, berawal adanya kasus pencurian dengan pemberatan di rumah salah seorang warga bernama Armin, yang beralamat di Gang Nirwana, Jl Irian Kota Wamena.
Dalam kejadian itu, ada dua orang warga yang diduga sebagai pelakunya, yakni Yoran Wetipo dan Toni Kosay. "Informasi dari korban, kedua pelaku membawa senjata tajam, sehingga anggota Polres Jayawijaya kemudian mendatangi TKP," ujarnya.
Menurutnya, pada saat kedua warga yang diduga melakukan pencurian tersebut, akan ditangkap polisi, keduanya melarikan diri melalui atap seng rumah korban tersebut.
Selanjutnya, anggota Polres Jayawijaya melakukan pengejaran sambil mengeluarkan tembakan peringatan sebanyak 2 kali dengan menggunakan peluru hampa. Tidak berapa lama, Toni Kosay berhasil ditangkap polisi. Tony mengalami luka di kaki kanannya yang diduga karena terkena seng.
Sementara itu, tidak berapa lama setelah polisi menangkap salah seorang pelaku pencurian itu, informasi masyarakat bahwa pelaku Yoran masih bersembunyi, sehingga anggota Polres Jayawijaya kemudian melakukan pencarian terhadap pelaku, namun yang bersangkutan melarikan diri dan bersembunyi di pohon.
Anggota berhasil mendapatkan pelaku Yoran tersebut, sehingga memerintahkan untuk turun sambil mengeluarkan tembakan peringatan ke udara dengan peluru karet.
"Namun, kemudian pelaku Yoran melompat dari atap seng, pada saat anggota Bripda Alex Waimbo menuju ke atap seng, pelaku Yoran melakukan perlawanan dengan cara mengayunkan kapak ke arahnya, sehingga anggota lain yang melihat kejadian tersebut langsung berteriak memberikan peringatan kepada anggota tersebut dan secara otomatis, Bripda Alex Waimbo menembak pelaku," jelasnya.
Bahkan, ujar Kabid Humas, kemudian pelaku sempat melarikan diri, sehingga dilakukan pengejaran lagi dan tidak berapa lama, pelaku Yoran sudah ditemukan dalam keadaan tergeletak di tanah dan langsung dibawa ke rumah sakit untuk mendapatkan pertolongan. "Dalam perjalanan, korban meninggal dunia,"katanya.
Kabid Humas menambahkan bahwa saat ini, Polres Jayawijaya sedang mengupayakan untuk bertemu dengan keluarga Yoran untuk dilakukan penguburan segera.

Tuesday, July 28, 2009

OPM Desak RI Kembalikan Papua Barat ke PBB

Sebab, Pepera yang digelar pada tahun 1969 tidak sah dan penuh rekayasa.
Sabtu, 25 Juli 2009, 21:14 WIB
Maryadie
Pasukan Organisasi Papua Merdeka (VIVAnews/Banjir Ambarita)

VIVAnews - Organisasi Papua Merdeka mendesak pemerintah Republik Indonesia segera mengembalikan Papua Barat ke PBB. Agar nantinya dilakukan penentuan pendapat rakyat akan nasib bangsa Papua. Sebab, Pepera yang digelar pada tahun 1969 tidak sah dan penuh rekayasa.

Hal itu diungkapkan Panglima TPN/OPM wilayah Keerom Perbatasan RI-PNG Lambert Pekikir ketika ditemui VIVAnews di Bukit Karang, Kalimur Wembi Keerom, perbatasana RI-PNG Papua, saat menggelar penurunan bendera Bintang Kejora, Sabtu, 25 Juli 2009.

"Sesuai dengan pembukaan UUD 45 kemerdekaan adalah hak segala bangsa. Demikian juga bangsa Papua berhak untuk meredeka," kata dia..

Untuk itu, Indonesia sebaiknya mengembalikan Papua barat ke PPB, agar rakyat Papua bisa menentukan nasibnya sendiri.

Menurutnya, Pepera yang dilakukan pada tahun 1969 sangat penuh dengan rekayasa. Sebab tidak seluruh rakyat papua dilibatkan.

Dan Pepera itu hanya akal-akalan pemerintah RI, agar bisa mencaplok Papua. “PBB tidak pernah mengesahkan Pepera,’’singkatnya.

Ironisnya, lanjut Lambert, Papua sudah dicaplok dengan dalih Pepera, tapi Pemerintah RI tidak pernah membangun Papua, tapi hanya mengeksploitasi kekayaan alamnya dan membunuh rakyatnya. "RI tidak pernah serius membangun Papua, jadi lebih baik bangsa Papua merdeka,’’tandasnya.

Otonomi khusus yang diberikan RI, sambungnya, bukan penyelesaian, bahkan rakyat Papua kian terperosok dalam kemiskinan, keterbelakangan serta menyuburkan penyakit HIV/AIDS.

Dia juga menyesalkan sikap pemerintah Indonesia yang hingga saat ini tidak membuka diri untuk kesejahteraan rakyat Papua Barat.

Saat mengibarkan bendera Bintang Kejora, kelompok TPN/PM itu juga sempat kontak senjata dengan TNI. Namun kontak yang berlangsung selama beberapa menit itu tidak ada korban.

Di depan para wartawan, Lambert bersama beberapa pasukannya kemudian melakukan upacara penurunan bendera Bintang Kejora.



http://nasional. vivanews. com/news/ read/77828- opm_desak_ ri_kembalikan_ papua_barat_ ke_pbb

Serangan Mile 52 Freeport

Sabtu pagi, aku dapat SMS dari seorang wartawan Jawa Pos. Dia forward SMS dari Inspektur Jenderal Nanan Sukarna, juru bicara kepolisian Indonesia. Isinya, Drew Nicholas Grant, karyawan Freeport, mati ditembak di Mile 52, sekitar pukul 5:20. Grant dalam perjalanan, hendak main golf bersama tiga temannya, dari Tembagapura ke Kuala Kencana. Nomor pintu mobil Freeport tsb 01-2587. Hanya Grant yang tertembak. Dia duduk di belakang temannya, Lukan Biggs, yang menyetir mobil. Isteri Biggs duduk sebelah suaminya. Seorang kawan lagi duduk bersama Grant.

Aku segera memakai Facebook untuk menyiarkan informasi ini. Lucunya, Antara, organisasi yang pertama kali memberitakan penembakan, menulis umur Drew Grant 38 tahun! Keterangan ini salah! Kedutaan Australia bilang Grant umur 29 tahun. Dari Facebook, Diana Yultiara, seorang mantan karyawan Freeport yang kenal Grant, juga bilang Grant terlalu tua dibilang 38 tahun.

Ini permulaan dari kesibukan aku, dari Sabtu hingga Kamis, membantu wartawan memahami penembakan ini. Ia tentu saja terkait dengan makalah aku Criminal Collaborations? yang aku tulis bersama Eben Kirksey dan terbit di jurnal South East Asia Research, London. Kirksey dan aku melakukan riset selama 2.5 tahun guna tahu duduk perkara penembakan terhadap beberapa karyawan Freeport pada 31 Agustus 2002.

Kelly Kwalik, komandan Organisasi Papua Merdeka, mengatakan orang-orangnya tak terlibat penembakan di daerah Freeport. Kwalik bilang mereka tak punya senjata maupun kemauan menyerang orang sipil, dalam interview dengan Jakarta Globe. Sebaliknya, militer Indonesia menuduh pelaku penembakan dari OPM.

Mun'im Idries dari Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo heran tak bisa menemukan peluru dari jenazah Drew Grant, karyawan Freeport, yang mati ditembak empat peluru (bukan lima) Sabtu pagi. Idries hanya menemukan pecahan peluru. "Ada kemungkinan" peluru disingkirkan, menurut laporan ABC Australia.

Aubrey Belford dari Agence France Presser menurunkan laporan background soal pembunuhan di daerah Freeport. Judulnya, "Indonesia deaths spotlight murky history of gold mine". Belford mengutip makalah aku. Koresponden ABC Geoff Thompson interview aku soal pembunuhan Freeport. Mereka rekam dokumen2 dan gambar2 pembunuhan Agustus 2002 dari perpustakaan saya. Thompson heran kenapa peluru2 bisa tak ditemukan dalam jenazah Drew Grant. Interview ini muncul di Australia.

Masalah peluru tembakan terhadap Drew Grant makin berkembang. ABC melaporkan polisi bilang tak ada peluru dikeluarkan dari jenazah Grant. Padahal pemeriksaan forensik tak ditemukan peluru dan exit wound pada jenazah Grant "Police deny bullets removed from Australian's body."

Pindad produksi tujuh macam peluru kaliber 5.56 x 45 mm. Ada yang tajam, ada yang majal. Ia bisa dipakai untuk macam-macam senjata M16, Steyr dan SS1. Peluru Pindad diduga dipakai dalam penembakan di Freeport.

Associated Press menurunkan laporan soal kemungkinan persaingan militer dan polisi sebagai biang penembakan di Freeport minggu lalu. Tentara sibuk menyalahkan OPM tapi polisi masih melakukan investigasi. Associated Press mengutip George J. Aditjondro dan Christopher Ballard "Rivalries could be behind Indonesia mine killings".

Hari kelima, dua orang polisi ditembak di daerah Freeport. Satu dalam keadaan kritis. Tembak-menembak di daerah Freeport meletus sejak Sabtu dini hari. Kini sudah hari kelima dan korban tetap berjatuhan "2 police wounded in new attack near Indonesia mine".

Menteri Pertahanan Juwono Sudarsono mengatakan kemungkinan tembak-menembak di Timika terjadi karena perebutan bisnis emas dari limbah penambangan Freeport. Dia tak menutup kemungkinan ada tentara Indonesia yang terlibat penembakan "Minister says battle over gold may be behind Papua killings".

Ada beberapa wartawan interview aku soal Timika, termasuk The New York Times, Le Monde serta Radio New Zealand. Paling terkesan dengan satu wartawan Sydney. Dia up-to-date, tak ragu untuk jalan, wawancara singkat namun ketahuan kalau dia tahu apa yang dikerjakan. Senang juga lihat wartawan bekerja profesional. Aku terpaksa bongkar dokumen, riset amunisi dan cek nama-nama untuk membantu mereka memahami Papua.

The New York Times menurunkan laporan pendek soal penembakan di daerah Freeport. Ini soal dua polisi Indonesia yang tertembak maupun pernyataan Juwono Sudarsono. Norimutsu Onishi mengutip satu kalimat aku "2 police wounded in new attack near Indonesia mine".

Sunday, July 26, 2009

Pelaku Teror di Timika oleh OPM Gadungan

[JAYAPURA] Teror penembakan yang terjadi selama ini adalah personel dari Organisasi Papua Merdeka (OPM) gadungan. Ini ada skenario diciptakan untuk mencapai target tertentu. Peristiwa di Timika adalah perang terbuka TNI-Polri, yang memperebutkan lahan bisnis uang dolar dari perusahaan Freeport.

Demikian disampaikan Ketua Dewan Adat Papua Forkorus Yoboisembut kepada SP di Jayapura, Kamis (23/7). Dia menerima pesan Dr S Eben Kirksey dari Universitas California pada tanggal 13 Juli 2009.

"Tahun 2002 saat pembunuhan WNA Amerika Serikat. Kalau OPM yang dituduh, di mana mereka dapat senjata? Lalu bagaimana mereka masuk lokasi pertambangan yang dijaga ketat oleh aparat keamanan Indonesia? Saya mendapat pesan ini dari Dr Eben," ujarnya.

TPN/OPM ataupun masyarakat adat, tindak bodoh menodai perjuangan murni selama ini, di antaranya memperjuangkan ha-hak yang selama ini diabaikan dan ditindas, seperti hak ekonomi, hak hutan, dan ulayat. Ini adalah kasus yang direkayasa untuk membungkam dan membunuh masyarakat adat Papua, baik secara fisik maupun psikologis," ujarnya. Dewan Adat Papua sangat menyesal dengan kejadian yang berlangsung di Timika "Freeport tidak boleh lepas tangan kepada mereka yang kena musibah dan korban, juga kepada keluarga mereka. Freeport adalah penyebab masalah ini," katanya.


Tanpa Bukti

Masyarakat adat menyesalkan tindakan aparat keamanan yang ingin memperbaiki namanya di mata dunia internasional dengan menangkap warga tanpa punya bukti yang jelas. Masyarakat adat selalu jadi korban, ujarnya. Untuk menyelidiki kasus ini harus ada tim independen yang dibiayai PT Freeport untuk menuntaskan kasus ini.

Pelaksana harian Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Kepolisian Daerah (Polda) Papua AKBP Nurhabri mengatakan, polisi telah menetapkan tiga tersangka penembakan di Mile 51, yaitu UY, VB, dan SB.

Dia membenarkan pada Rabu (22/7) terjadi kecelakaan lalu lintas di Mile 45 yang mengakibatkan seorang anggota Brimob dari Detasemen B Timika bernama Brigadir Ismail Tudoho meninggal. Sedangkan, yang luka-luka Brigadir Patrik Tobi dan Briptu Petrus Uluhayanan.

Juru bicara PT Freeport Indonesia Mindo Pangaribuan membenarkan telah terjadi kecelakaan sekitar pukul 11.00 WIT. "Kecelakaan yang menyebabkan satu anggota polisi tewas dan beberapa anggota polisi lain dan TNI luka berat," ujarnya.

Menurut aparat kepolisian tidak ada hubungan kecelakaan tersebut dengan penembakan yang terjadi pada hari-hari sebelumnya di areal tersebut. Namun, menjelang siang hari terjadi penembakan di MP 51 terhadap satu kendaraan yang ditumpangi beberapa teknisi dan dua anggota kepolisian yang sebetulnya datang untuk membantu kendaraan yang mogok di MP-51, sehingga menyebabkan tiga orang luka ringan.

Peristiwa tersebut terjadi di luar areal pertambangan. Tidak ada penembakan yang terjadi terhadap iring-iringan bus PT Freeport seperti diberitakan sebelumnya. [154]

http://www.suarapem baruan.com/ index.php? modul=news&detail=true&id=9401

2 Karyawan PT Freeport Ditetapkan Jadi Tersangka

detikNews

Jakarta - Pasca rangkaian peristiwa penembakan yang terjadi di PT Freeport McMoran Indonesia, Timika, Papua. Polisi telah menetapkan tujuh orang tersangka, dua di antaranya adalah karyawan PT Freeport.

"Telah dilakukan pemeriksaan terhadap 32 orang ,dan 7 orang diantaranya telah ditetapkan menjadi tersangka," ujar Kabid Penum Mabes Polri, Kombes Pol I Ketut Untung Yoga Ana, melalui pesan singkatnya kepada wartawan, Minggu (26/7/2009).

Kedua orang di antaranya adalah karyawan PT Freeport yaitu Amon Yawame (30) dan Dominikus Beanal (25). Sedangkan sisanya adalah Eltinus Beanal (26), Tommy Beanal (25), Simon Beanal (30), Yani Beanal, dan Endel Kiwak.

Keenam tersangka yang disebutkan di awal di kenakan Pasal 340, 338, 351 ayat 3 ,dan Pasal 55, 56 KUHP. Sedangkan dari Endel Kiwak, disita barang bukti berupa ratusan butir amunisi.

"Untuk Endel Kiwak dikenakan hukuman UU Darurat Nomor 12 tahun 1951, ancaman
hukmannya maksimal mati," terang Yoga.

Yoga menambahkan, terhadapa orang yang sudah menjalani pemeriksaan, seluruhnya telah dipulangkan.

"Saat ini kegiatan di PT Freeport berjalan seperti biasa ," tandasnya.

Saturday, July 25, 2009

Dua Pelaku Pembakaran Rektorat Uncen Masuk DPO

20 Pelaku Lainnya Masih Dikejar
JAYAPURA-Meski telah menyerahkan dua orang tersangka pembakaran Rektorat Uncen tersebut, yakni WW (38) dan SH (22) ke Kejaksaan Negeri Jayapura beberapa hari lalu, Polresta Jayapura masih terus melakukan pengembangan penyidikan untuk mengejar dan mengungkap pelaku lainnya.
Dalam penyidikan yang dilakukan selama ini, Polresta Jayapura telah menetapkan 2 orang menjadi DPO (Daftar Pencarian Orang) dalam kasus tersebut.
”Dua orang itu sudah jelas diduga terlibat pembakaran, masing-masing JT oknum mahasiswa dan NK seorang honorer resmi kami tetapkan sebagai DPO. Foto kedua orang tersebut telah kami sebar ke Polres terdekat,” tegas Kapolresta Jayapura AKBP Roberth Djoenso SH didampingi Kasat Reskrim AKP Y Takamully SH, MH kepada wartawan di Mapolresta Jayapura, Jumat (24/7).
Dari hasil pengembangan penyidikan, menuut Kapolresta, tersangka WW mengaku sempat diajak JT untuk melakukan pembakaran Rektorat Uncen. Sedangkan, NK, dari hasil keterangan saksi-saksi, diduga berperan melakukan pembakaran terhadap gedung Rektorat Uncen.
Untuk itu, lanjut Kapolresta, pihaknya kini tengah memburu kedua DPO tersebut. Di samping itu, pihaknya juga tengah melakukan pengejaran terhadap para pelaku lainnya. Sebab dari keteranagns ejumlah saksi, d diduga pelaku berjumlah sekitar 15 orang hingga 20 orang.
”Jadi, jika kedua orang pelaku yang sudah kami tetapkan sebagai DPO ini, tertangkap, maka pasti akan terungkap pelaku pembakaran Rektorat Uncen lainnya,” tandas Roberth Djoenso.
Yang jelas, tegas Kapolresta, kedua DPO tersebut, keberadaannya masih di Papua, sehingga saat ini pihaknya tengah melakukan pengejaran terhadap kedua buronan tersebut. Apalagi, JT yang diduga merupakan salah seorang mahasiswa ini, sekarang sudah tidak aktif lagi mengikuti perkuliahan di kampusnya.
Sebelumnya, Polresta Jayapura telah menyerahkan kedua tersangka pembakaran Rektorat Uncen ke jaksa penuntut umum Kejaksaan Negeri Jayapura setelah berkas kasus tersebut dinyatakan lengkap.
Penyerahan tersangka WW, seorang petani yang biasa mengumpulkan batu di Kali Kampwolker itu ditangkap di Abepura hampir 2 minggu setelah kejadian pembakaran tersebut, sedangkan tersangka SH sempat melarikan diri ke Nabire dan berhasil ditangkap di daerah tersebut.
Hanya saja, berkas penyidikan kasus ini dibuat secara terpisah dan tersangka WW dijerat penyidik dengan pasal berlapis yakni primer pasal 170 ayat 1 ke-1e KUHP dan subsider pasal 406 KUHP dengan barang bukti berupa 1 motor Yamaha RX King.
Sedangkan, tersangka SH dijerat pasal berlapis yakni pasal 170 ayat 1 KUHP subsider pasal 406 dan pasal 363 ayat 1 ke-2e, 3e, 4 e dan 5 e KUHP dengan ancaman hukuman penjara maksimal 7 tahun, dengan barang bukti 1 buah kunci royal warna keemasan.
Tersangka WW diketahui malam hari sebelum kejadian berada di pangkalan ojek baru Perumnas III dan bertemu dengan dua orang pelaku yang mengajaknya naik ke Rektorat Uncen. Tersangka mengikuti ajakan kedua pelaku dan naik motor RX King sedangkan 2 pelaku naik Honda Mega Pro.
Setelah naik ojek, tersangka WW turun di perempatan portal kedua depan halte bus bersama dua orang pelaku dan saat itu sudah dan 6 pelaku lain yang menunggu. Salah satu pelaku mengambil jerigen ukuran 20 liter berisi bensin yang dibungkus karung beras untuk membakar gedung rektorat Uncen.
Tersangka sempat tanya kenapa dibakar, namun dijawab karena tidak ada warga di daerah tersebut diterima menjadi pegawai di Rektorat Uncen. Tidak berapa lama, tersangka bersama 8 orang pelaku tersebut naik ke atas dan bertemu dengan belasan pelaku lainnya.
Tersangka langsung melempar kaca gedung dengan kayu sedangkan yang lain membakar gedung tersebut, lalu tersangka pulang ke rumahnya dengan jalan kaki.
Sementara itu, dari pemeriksaan tersangka SH, ia sempat mendobrak pintu gudang Rektorat Uncen tersebut dan mengambil 1 jerigen bensin dan 1 unit mesin babat rumput. Ia sempat naik ke atas gedung Rektorat Uncen untuk memantau situasi.
Hanya saja, ada saksi yang melihat tersangka bersama dengan beberapa orang pelaku lainnya dengan menggunakan senjata tajam dan beberapa botol miras yang diduga molotov naik ke gedung Rektorat Uncen dan saat tiba di di depan pintu masuk gedung tersebut, tersangka bersama dengan pelaku lainnya membakar gedung tersebut.

Thursday, July 23, 2009

Post-Election Bomb Threats in Papua May Be OPM Doing, Local Police Say

A low-level campaign of terror linked to the legislative elections continued in restive Papua Province over the weekend, with police saying the Free Papua Movement had threatened to blow up a power plant in Jayapura, and the discovery of two pipe bombs near the Abepura Police station.

Jayapura Police Chief Robert Djoenso said they received a message from the rebel group, or OPM, on Saturday, threatening to blow up the diesel power plant in Waena in the provincial capital.

“Police officers have been deployed to secure the area,” Djoenso said on Sunday. “And we hope that the local residents will also help..”

The power plant supplies electricity to Jayapura and Keerom district. It is located near Cendrawasih University’s rectorate building, which was set on fire on Thursday.

In other incidents, two homemade pipe bombs were found 400 meters from the Abepura Police station on Sunday, the Antara news agency reported.

The devices, measuring about 30 centimeters long, were discovered by three trash collectors in a trash bin.

“The bombs were taken to Mobile Brigade [Brimob] headquarters,” a witness, Oka Bertha, was quoted by Antara as saying.

Papua received terror threats in the run-up to Election Day.

Last week, thousands of people rallied in Jayapura demanding independence and threatening to boycott the elections.

On Thursday, hundreds of people armed with bows and arrows and firearms attacked the Abepura Police station. Police opened fire on the crowd, killing one and injuring four others.

Six people had been detained and eight others interrogated by the Papua Police in connection to the attack.

The threats have also caused delays in the counting of votes in several polling stations in Abepura. Of the 173 stations, only 90 percent of them had been counted as of Sunday.

Papua Police Chief Bagus Eko Danto said that the attacks possibly involved the OPM, judging by the pamphlets they had left.

In a 2001 law, the government granted special autonomy status to Papua, making the resource-rich province more independent.

The province’s increased power and revenue, however, have not translated into improvements in the living conditions of the majority of the local population, particularly ethnic Papuans.

7 Warga yang Diduga TPN/OPM Tiba di Polda

Wakapolda: Masih Dalam Pengembangan Penyelidikan
JAYAPURA-Tujuh orang warga yang sempat diamankan Polres Kepulauan Yapen, Provinsi Papua, beberapa hari lalu dari Kampung Kayu Puri dan Kampung Matembu, akhirnya dibawa dengan pengawalan oleh Petugas dari Polres Kepuluan Yapen dengan menggunakan KM Dorolonda, tiba di Mapolda Papua, Selasa (21/7).
Ketujuh orang warga yang diduga terlibat dalam serangkaian kegiatan TPN/OPM di Kepulauan Yapen itu masing-masing berinisial YA (27), AB (18), YR (49), PU (37), LA (43), OA (30) dan OY. Mereka dijemput petugas Ditreskrim Polda Papua dengan mobil tahanan dan tiba di Mapolda Papua, Selasa (21/7) pukul 08.30 WIT kemarin, bersama dengan barang buktinya.
Ketujuh orang itu terlebih dahulu menjalani pemeriksaan kesehatan oleh petugas dari Biddokkes Polda Papua, sedangkan barang bukti sempat diteliti lebih jauh oleh petugas.
Barang bukti yang berhasil diamankan itu, diantaranya bendera Bintang Kejora, 2 pistol rakitan, 4 senjata laras panjang rakitan, amunisi, busur dan puluhan anak panah, baret warna merah dengan logo burung Mambruk, senjata tajam tradisional, parang dan kampak.
Wakapolda Papua Brigjen Pol Achmad Riadi Koni kepada wartawan mengatakan, ketujuh warga itu dibawa ke Mapolda Papua untuk pengembangan penyelidikan.
"Kita baru terima ketujuh tersangka dari Polres Kepulauan Yapen. Sekarang kami kembangkan sejauh mana keterlibatan mereka, sehingga nanti akan kami periksa terlebih dahulu," ungkap Wakapolda Achmad Riadi Koni didampingi Kabag Analis Ditreskrim Polda Papua, AKBP Agustinus di Mapolda Papua, kemarin.
Wakapolda menjelaskan, ketiga orang warga yaitu YA, AB dan YR menyerahkan diri di Kampung Kayu Puri, 7 Juli 2009 lalu setelah sebelumnya anggota Polres Kepulauan Yapen menggerebek kelompok TPN/OPM yang diduga pelarian dari Kapeso, Mamberamo Raya di daerah Poiway.
Hanya saja, ketiga warga tersebut, sempat melarikan diri ke Kampung Kayu Puri.
"Polres setempat sempat mengepung kelompok tersebut, sehingga ketiganya tidak ada bahan makanan dan memilih menyerahkan diri," ungkap Wakapolda.
Wakapolda Papua menduga, ketiga pelaku terkait erat dengan pelaku pengibaran bendera Bintang Kejora di Kepulauan Yapen pada 6 Juli 2009 lalu, sehingga Polres setempat melakukan patroli dan penggerebekan di Poiway.
"Mereka jelas kelompok kriminal bersenjata, namun belum jelas kelompok mana," ujarnya.
Sementara itu, keempat warga lainnya berinisial PU, LA, OA berhasil ditangkap di Kampung Mantembo, Kepulauan Yapan. Sebelumnya, Polres setempat melakukan patroli ke kampung itu, namun sempat diserang dengan tembakan dan lemparan granat sehingga terjadi kontak senjata.
Usai kontak senjata dengan kelompok orang yang diduga TPN/OPM pimpinan Fernando Warobay itu, Polres setempat berhasil menangkap ketiga warga tersebut. "Dari pengembangan penyelidikan, petugas berhasil ditangkap OY di Mantembu," ungkapnya.
Wakapolda Papua menduga ke-4 warga ini juga diduga merupakan anggota kelompok kriminal bersenjata, sesuai laporan masyarakat setempat yang merasa terganggu akibat ulah, karena mengganggu ketentraman, keamanan dan mengganggu sumber air minum mereka.
Wakapolda menduga bahwa mereka terkait dengan kasus penguasaan Lapter Kapeso, dimana mereka sempat melarikan diri setelah pasukan Polri berhasil menguasai Lapter Kapeso Mamberamo Raya beberapa minggu lalu, apalagi antara daerah Kepulauan Yapen dengan Mamberamo Raya cukup dekat.
Saat ini, tambah Wakapolda Achmad Riadi Koni, Polres Kepulauan Yapen terus melakukan pendekatan kepada masyarakat dan menghimbau kepada mereka, apalagi banyak yang tidak mengetahui tentang kegiatan yang dilakukan oleh kelompok kriminal bersenjata itu.
Bahkan, himbauan tersebut juga membuahkan hasil, dimana ada 9 warga setempat yang dengan sukarela kembali ke kampung halaman mereka. "Ada 9 warga yang dengan sukarela kembali ke kampung halamannya, sudah dibina dan tidak ditahan, dilepaskan kembali," imbuhnya.
Sementara itu, pengakuan AB, ia telah ditipu oleh Erick Manitori, pimpinan TPN/OPM yang mengajaknya ke Haneka, Mambramo Raya dengan alasan untuk mengantarnya ke Serui, Kepulauan Yapen. "Saya baru ikut 1 minggu dengan Erick Manitori," ujarnya.
Sedangkan, YA mengakui juga telah tertipu. Ia diajak Erick Manitori untuk membangun proyek perumahan di Mamberamo Raya. "Setelah saya ikut, ternyata sampe di Kapeso dan saya lihat ada yang potong kayu untuk tiang dan menaikan bendera Bintang Kejora," katanya.
Namun, ia langsung melarikan diri pulang ke Serui setelah pasukan datang ke Kapeso. Tetapi, karena sakit ia kemudian memilih menyerahkan diri ke Mapolres Kepulauan Yapen.
Sedangkan, LA yang ikut diamankan dari Matembo sempat melihat pimpinan mereka membawa dua senjata api rakitan dan 1 buah granat tangan.

Laka di Mile 45, Satu Anggota Brimob Tewas

23 Juli 2009 06:00:18

Diduga Kembali Terjadi Penembakan di Mile 51
TIMIKA - Kecelakaan maut terjadi di Mile 45, Distrik Tembagapura, Kabupaten Mimika, Papua, sekitar pukul 12.00 WIT, Rabu (22/7) kemarin. Satu anggota Brimob Detasemen B Timika, Brigadir Ismail Tudoho meninggal dunia, sedangkan dua anggota Brimob lainnya, masing-masing Brigadir Patrik Tobi dan Briptu Petrus Uluhayanan menderita luka.
Brigadir Ismail meninggalkan seorang istri bernama Salma dan dua orang anak yang masih kecil.
Data yang berhasil dihimpun Radar Timika (grup Cenderawasih Pos) di lapangan menyebutkan, kejadian naas itu terjadi saat rombongan Brimob yang ditempatkan di Mile 48 itu hendak mengecek pos yang dibangun di Mile 45. Dalam perjalanan, mobil jenis bak terbuka yang dikemudikan Patrik Tobi itu mengalami kecelakaan.
Jenazah Brigadir Ismail dan para korban terluka selanjutnya dievakuasi ke Klinik Kuala Kencana. Sekitar pukul 16.00 WIT sore kemarin, jenazah Brigadir Ismail Tudoho dibawa ke Kamar Mayat RS Mitra Masyarakat (RSMM).
Pemindahan jenazah korban dari Klinik Kuala Kencana ke RSMM mendapat pengawalan ketat dari Sat Lantas Polres Mimika dan anggota brimob baik dari rekan korban maupun Provost Brimob.
Iring-iringan mobil ambulance yang membawa jenazah korban disambut histeris oleh keluarga dan kerabat korban yang lebih dulu tiba di RSMM.
Salma, istri almarhum saat itu tak kuasa membendung air matanya. Jasad almarhum diturunkan dari mobil Ambulance milik RSMM ke kamar mayat.
Setelah dibersihkan, jenazah almarhum disemayamkan di asrama Brimob di Mile 32. Rencananya hari ini (Kamis, 23/7) jenazah Brigadir Ismail akan diterbangkan ke kampung halamannya di Ternate, Maluku Utara (Malut).
Kapolda Papua, Irjen Pol. Drs. Fx Bagus Ekodanato saat dihubungi wartawan melalui telepon, Rabu sore kemarin membenarkan terjadinya kecelakaan yang mengakibatkan satu anggota Brimob meninggal dunia tersebut.
"Ini kecelakaan murni di Mile 45 dan tidak ada kaitannya dengan kasus penembakan sebelumnya," tegas Kapolda.

Penembakan di Mile 51
Sementara itu, Kapolda saat ditanya adanya isu bahwa Rabu siang kemarin juga terjadi penembakan oleh Orang Tak Dikenal (OTK) di Mile 51, Tembagapura, menyatakan belum menerima laporan.
"Saya tidak tahu apakah ada atau tidak, karena saya belum dapat laporannya. Tidak ada bus (bus perusahaan PT Freeport Indonesia, Red) yang ditembaki," tegas Kapolda.
Kapolda menjelaskan kalau kemarin ada 23 bus PT Freeport yang mengangkut karyawan ke Tembagapura, kemudian 16 bus mengangkut karyawan dari Tembagapura menuju Timika. Selain itu ada 12 truk container dan 4 unit trailer yang juga beroperasi di area perusahaan. Bus dan kendaraan-kendaraan itu diperiksa di Mile 50. "Semuanya berjalan aman," tukas Kapolda.
Meski demikian, menurut sumber Radar Timika, kabarnya telah terjadi penembakan lagi di Mile 51. Kabarnya, penembakan oleh orang tak dikenal itu melukai jari tangan Briptu Frits Mori, personel Dalmas Polres Mimika. Penembakan itu ditengarai terjadi saat polisi mengawal perjalanan bus karyawan turun dari Tembagapura ke Timika. Bahkan isunya, akibat penembakan itu ada seorang karyawan yang dikabarkan mengalami cedera ringan.

Tuesday, July 21, 2009

Polisi Tangkap 8 Warga Timika

Senin, 20 Juli 2009 | 22:17 WIB

Laporan Antara

Antara News: Dari sejumlah warga yang ditangkap polisi, sedikitnya dua warga ditangkap tanpa adanya penyerahan surat perintah penangkapan kepada kerabat mereka. Kedua warga itu adalah Victor Beanal dan Jonas Uwamang.

Keduanya ditangkap di sebuah rumah yang ditempati Jonas di sudut pertigaan Jalan Yos Sudarso dan Jalan Trikora Timika, ibukota Kabupaten Mimika, Papua, pada Senin (20/7). Victor Beanal adalah Kepala Suku Tsinga, sementara Jonas Uwamang adalah Kepala Suku Waa.

Salah satu kerabat Jonas menjelaskan penangkapan terjadi ketika Jonas dan Victor sedang membicarakan rencana perkawinan kerabat mereka. Polisi datang menangkap keduanya tanpa memberikan surat penangkapan. "Polisi datang membawa senjata laras panjang diacungkan. Saya pikir polisi mencari anak mabuk. Lima polisi masuk rumah, yang lain mengepung di luar. Polisi menandang pintu rumah, dan menangkap Jonas dan Victor tanpa penjelasan kenapa ditangkap," kata Atina Uwamang, menantu Jonas.

Ia menuturkan polisi menendang sejumlah pintu rumah, dan menggeledah seisi rumah. "Sejumlah foto diambil, juga parang, kampak, panah dan busur tradisional, serta uang sekolah anak-anak senilai Rp 700 ribu," tutur Atina.

Atina bingung mengapa mertuanya ditangkap. "Polisi juga tidak memberitahu mengapa mereka ditangkap," katanya. Ia menunjukkan salah satu pintu kamar yang dipasangi garis polisi, dan menuturkan polisi melarang kamar itu dimasuki.

Suami Atina, Demianus Beanal, menuturkan saat penangkapan itu ia tidak berada di rumahnya. "Saya terkejut dan bingung, mengapa orangtua saya ditangkap. Saya menanyakan ke polsek terdekat, Polsek Mimika baru, tetapi orang di polsek menyatakan juga tidak tahu mengapa keluarga saya ditangkap," kata Demianus.

Demianus menyatakan belum mengetahui keberadaan orangtuanya. "Saya besok akan mencarinya di Markas Kepolisian Resor Mimika, bertanya di sana ," katanya.

Kepala Kepolisian Daerah (Polda) Papua Irjen FX Bagus Ekodanto ketika dihubungi di Timika pada Senin malam menyatakan penangkapan delapan orang itu terkait sejumlah peristiwa kriminal yang terjadi di Mimika. Akan tetapi, ia menolak menjelaskan kasus apa yang sebenarnya dijadikan dasar penangkapan para warga, namun membenarkan jumlah mereka ada delapan orang. "(Penangkapan itu) terkait dengan masalah yang ada Timika. Kami akan memberikan penjelasan pada Selasa besok jam 09.00 WIT melalui keterangan pers di Mapolres," kata Bagus. Ia juga belum mengumumkan identitas para warga yang ditangkap.

Friday, July 17, 2009

JALUR BERDARAH TIMIKA - TEMBAGAPURA

VIVAnews - Sabtu 11 Juli 2009, mungkin tak pernah dibayangkan oleh Drew Grant (29), perjalanan manajer proyek Freeport asal asal Melbourne Australia untuk menghabiskan akhir pekan bermain golf, berakhir petaka.

Kelompok tak dikenal tiba-tiba memuntahkan peluru ke arah mobil yang ditumpangi Grant, lima tembakan beruntun menerjang leher, dada, dan perut Grant. Pria yang baru saja menjadi ayah itu langsung tewas, hanya seminggu setelah dia pulang ke Australia, menengok sang putri, Ella yang baru lahir.

Markas Besar Kepolisian menyebut senjata yang digunakan untuk menghabisi Grant adalah senjata laras panjang kaliber 55, yang biasa digunakan polisi maupun militer. Namun, Kepala Kepolisian RI, Jenderal Bambang Hendarso Danuri langsung meminta masyarakat tak berspekulasi soal siapa pihak yang bertanggungjawab atas teror tersebut.

Teman seperjalanannya, Lukan Biggs mengisahkan tembakan itu datang tiba-tiba tanpa peringatan. "Sangat tiba-tiba," kata Biggs seperti dimuat laman news.com.au. Biggs yang saat itu menyetir mobil dengan nomor seri LWB 01.2587 itu mengaku syok jika mengikat rekannya meregang nyawa.

Kematian Grant bukan akhir kekerasan di jalur Timika-Tembagapura. Keesokan harinya, pada Minggu 12 Juli 2009 pasukan Brimob dan Densus 88 yang dikirim untuk menyelidiki penembakan Grant, saat tiba di Mile 51 sekitar pukul 10.45 WIT, diserang kelompok tak dikenal dari arah kanan dan kiri jalan dengan senjata api.

Tak sampai ada korban jiwa namun anggota Densus 88, Iptu Adam Heri Gunawan terkena luka tembak di paha kiri dan AKP Anggun juga terkena serpihan pada jari tangan dan langsung dievakuasi ke RS Tembagapura.

Di hari yang sama, masih di jalur Timika-Tembagapura, darah kembali tertumpah. Pada Minggu 12 Juli 2009, kelompok bersenjata tak dikenal menyerang konvoi logistik ke Tembagapura. Seorang petugas keamanan Freeport, Markus Rattealtewas tewas dalam kejadian tersebut. Sedangkan jenazah anggota Provost Satuan Tugas Amole Polda Papua, Bripda Marson Freddy Patiteikoni ditemukan tewas di jurang keesokan harinya,

Kekerasan di jalur maut itu bukan kali ini terjadi. Kejadian serupa terjadi pada 2002, perjalanan akhir pekan dan perayaan ulang tahun Edwin Leon Burgen yang disertai istrinya, Nancy Carol, juga berujung petaka. Di Mile 62,5 jalur Timika-Tembagapura, Papua, kendaraan mereka dihadang dan ditembaki sekelompok orang tak dikenal. Direktur International School di Tembagapura yang warga negara Amerika Serikat itu tewas.

Rekan Burgen, Spier Rickey Lynn, serta seorang WNI F.X. Bambang Riwanto juga tewas dalam kejadian tersebut. Demikian pula yang terjadi pada 1994, dua karyawan Freeport juga tewas tertembak di dekat mile 62,5 .

Teror pun kerap terjadi di jalur tersebut. Salah satunya terjadi pada 11 dan 12 September 2008 aksi teror mortir terjadi di Mile 39 dan Mile 50 ruas jalan yang menghubungkan Timika-Tembagapura.

Kelompok separatis Organisasi Papua Merdeka (OPM) pimpinan Kelly Kwalik selalu dihubung-hubungkan dengan teror yang terjadi di Jalur Timika-Tembagapura. Sebaliknya berkali-kali juga Kelly Kwalik menyatakan tak bertanggungjawab atas kejadian berdarah di kawasan tambang emas itu. Kelly justru menuding oknum militer berada di balik teror.

Mengapa jalur ke tambang emas Freeport jadi sasaran? Ketua Dewan Perwakilan Rakyat, Agung Laksono punya dugaan. "Apakah kriminal, pembagian rejeki yang tidak setara, atau motif politik. Polisi harus buka pelakunya, dari kelompok mana kemudian diproses secara hukum, lebih cepat lebih baik," tambah Agung.

AS Jangan Dukung Separatis Papua

Ditulis oleh Ant/Papos
Jumat, 17 Juli 2009 00:00
New York (PAPOS) - Ketua MPR-RI Hidayat Nur Wahid meminta Amerika Serikat membantu Indonesia mengembangkan demokrasi dengan tidak memberikan dukungan terhadap upaya dan kegiatan separatisme di Papua.
"Saya sampaikan, untuk mengembangkan demokrasi, Indonesia perlu mengkonsentrasikan segala sumber daya yang dimiliki...Jangan sampai anggaran negara habis untuk membela kedaulatan wilayah," kata Hidayat di Washington, DC, ketika dihubungi ANTARA-New York, Rabu.

Hidayat menyampaikan harapan Indonesia itu ketika bertemu dengan beberapa anggota Kongres AS dalam lawatan satu harinya di Washington.

"Jadi, saya minta anggota-anggota Kongres untuk benar-benar membantu Indonesia karena yang saya dengar kadang-kadang masih ada beberapa anggota Kongres yang berupaya memunculkan masalah Papua di Kongres," kata Hidayat.

Ketua MPR mengatakan bahwa dalam pertemuannya dengan para anggota Kongres di Washington, isu tentang separatisme di Papua memang menjadi salah satu bahan pembicaraan.

Namun kendati menyangkut situasi Papua, menurut Hidayat dalam pertemuan itu tidak disinggung mengenai insiden baru-baru ini di Papua, termasuk penembakan akhir pekan lalu di kawasan PT Freeport Indonesia (PTFI) Tembagapura, Kabupaten Mimika, Papua, yang menewaskan warga negara Australia Drew Nicholas Grant.

Sementara itu, selain pertemuan dengan anggota Kongres AS, selama di Washington, Hidayat juga memberikan pemaparan di forum masyarakat AS-Indonesia (Usindo) tentang peran MPR dalam menjaga demokrasi, termasuk dalam menyukseskan pemilihan presiden dan wakil presiden RI baru-baru ini.

Setelah dari Washington, Hidayat bertolak menuju Houston, Texas, untuk melakukan sosialisasi amendemen UUD 1945 dan putusan MPR.

Sosialisasi yang sama telah dilakukan anggota MPR di beberapa kota lainnya di AS pada tahun lalu, termasuk di Washington dan New York.

Dari Houston, Hidayat akan melanjutkan perjalanan ke Vietnam untuk sosialisasi serupa. (ant)

Wednesday, July 15, 2009

Aparat Keamanan RI Melakukan Penyisiran di Kampung Mentembu, Dicurigai sebagai basis pergerakan OPM

Serui Juli 12, 2009. Aparat kemanan RI ( terdiri dair pasukan TNI dan Kepolisian) di Yapen Waropen mencurigai masyarakat dikampung Mentembu adalah basis pergerakan Organisasi Papua Merdeka (OPM), sehingga pukul 11.00 kemarin, tanggal 11 Juli 2009 Aparat Kemanan RI ini melakukan penyisiran disekitar kampung tersebut. Aparat Kemanan ini melepaskan tembakan terhadap orang-orang yang dicurigai sebagai OPM di Kampung Mentambu. Akibat kehadiran aparat keamanan dikampung tersebut membuat sejumlah orang yang ada di kampung tersebut melakukan perlawanan terhadap pihak pasukan TNI dan Polisi. Pasukan TNI dan polisi menankap dan menahan sejumlah masyarakat di kampung tersebut termasuk anak-anak sekolah yang baru saja pulang sekolah. Sejumlah rumah milik warga di bakar oleh aparat keamanan.

Pihak Aparat keamanan Indonesia menggunakan momentum pengamanan PILPRES untuk menyerang kampung tersebut, Penyisiran kampung ini bukan saja terjadi pada saat ini namun terjadi juga pada masa pemilihan Legislatif, dengan alasan yang sama yaitu pengamanan pemilihan legislative, sehingga pihak aparat keamanan melakukan penyisiran ke kampung tersebut.

Akibat kejadian ini rakyat di Kampung Mentembu rasa ketakutan dan sebagian harus lari meninggalkan kampung tersebut untuk mencari keselamatan. Sampai berita ini diturunkan kondisi masyarakat dikampung itu belum diketahui oleh berbagai pihak. Keadaan Masyarakat di Serui adalah masyarakat sulit diakses oleh berbaga pihak, sehingga hampir setiap kejadian represif yang dilakukan terhadap masyarakat setempat sangat sulit untuk diakses untuk diketahui.

Berikut ini adalah orang-orang yang ditangkap oleh pihak Kepolisian Yapen Waropen antara lain :

Mr. Polikarpus Ambokari ( 37 tahun, Petani) ,Hans Mandoman Ambokari (40 tahun, Petani), ke dua rumah miliknya di bakar hangus oleh aparat.Priliati Uruwaya (26 tahun, LSM) dan Niko Kamare ( 17 tahun) siswa SMP kelas 3, Ari Ambokari ( 17 tahun) siswa SMP, Carles kafiar (15 tahun ) siswa SMP kelas 3, dan Akon Ambokari ( 13 tahun ), siswa SMP kelas 1, anak-anak sekolah ini baru saja pulang sekolah, namun anak-anak ini sedang ditahan oleh pihak Kepolisian (Yapen Waropen)

Saturday, July 11, 2009

PERISTIWA BERDARAH ENAROTALI PANIAI PAPUA

LAPORAN DARI BIRO KEADILAN PERDAMAIAN KLASIS OBANO

30 JULI 2009


  1. Kronologis.

Pagi, hari selasa tanggal 30 Juli 2009. Jam 08.00 WPB. Tentara Manis Boma dan Anakletus Boma, melaporkan kepada Brimob dan Polsek Enarotali, secara lisan bahwa “hari ini masyarakat Paniai Barat datang menyelesaikan masalah pihak Boma dan Degei” . Masyarakat akan mendemonstrasikan beberapa menit kemudia menyampai pendapat Boma mengenai kematian Manis Boma pengawai perlengkapan Kabupaten Paniai yang meninggal pada, 20 Juni 2009. Memintah keterangan dari marga Boma meminta keterangan pihak marga Degei secara adat.

Sesuai dengan laporan Manis dan Anakletus Beberapa pemuda Pihak korban Boma mulai demonstrasi dengan membawa parang, pisau dan jubi. Pukul 09.00 wpb . Masa mulai demonstrasi dari Dermaga Aikai Menuju lapangan Sepak bola ikut jalan raya atas dan ada yang dari arah pasar Enarotali. Kedua rombongan itu tiba di lapangan sepak Bola Enarotali Pukul 10.00. wpb. Pihak korban Boma menunggu pihak Degei datang membicarakan bersama-sama. Sudah lewat 30 menit pihak Degei belum datang. Masyarakat pihak korban dibagi dua kelompok, kelompok satu menunggu di lapangan sepak bola dan yang kelompok kedua beberapa Pemuda pergi beritahukan kepada pihak Degei di rumah Yosia Degei datang untuk membicarakan bersama-sama. Kelompok kedua mulai jalan dari lapangan sepak bola ikut jalan raya sampai depan PUSKESMA Enarotali, menuju kekompleks SD YPPK. Pihak korban Boma melihat dari jalan masuk Gereja Katoli, bahwa depan SD YPPK ada Satuan Brimob dilengkapi dengan senjata, Mobil berjenis PIKAB miik Brimob ada di samping. Pihak Boma menilai hal itu biasa ada sebagai keamanan karena masalah ini bukan dengan Brimob, maka pihak Boma tetap menuju ke rumah Yosia Degei untuk memberitahukan datang di lapangan sepak bola untuk membicarakan bersama-sama.

Pihak Boma sudah depan Brimob dari dekat kaget dengan tembakan peluruh dari dekat ke arah udara. Setelah mendengar tembakan peluruh, kelompok pertama yang menunggu di lapangan sepak Bola, setelah 00.03 menit tiba di Tempat Kejadian Tembakan Piak Brimob. Pihak Brimob melihat masyarakat sudah bertambah, makan Peluruh Kesatuan Brimob Tembakan 25 peluruh ke arah masyarakat.

Pihak Brimob menembak peluruh senjata dengan jenis PIN 5,56 terkena pada MIKA BOMa (52) ketiak di pingan kanan keluar peluruhh pantat di Paha tertembak mati. Eyan Marten Pigai kena di perut dekat pusat keluar tali perut sedangkan peluruh ada di dalam perut tidak keluar. Pentetus Boma kena peluruh di bahu sedangkan peluruh ada di dalam dada. Simon Keiya kenah peluruh tertembak di kaki kiri di tulang betis, peluruh ada di dalam kaki.

Masyarakat mau balas namun hanya melempari batu saja, karena di tangan korban parang dan pisau saja tidak bisa melempari jarak jauh, ada satu orang yang membawa anak panah dan jubi itupun diambil dan patakan langsung oleh Kepala Distrik Paniai Barat Lukas Pigai, dia hadir di tengah-tengah masyarakat dan Brimob supaya tembakan tidak boleh lanjutkan. Satu orang Mika Boma mati tempat dan Korban tiga orang lainya melarikan Rumah Sakit Umum Enarotali. Rumah Sakit Umum Enarotali tidak ada fasilitas lengkap akhirnya melarikan tiga orang di Rumah sakit umum Nabire Sriwini pada tanggal yang sama jam 03.00 wpb.


  1. Pelaku

Pelaku penembakan Kesatuan Brimob.


  1. Korban

no

nama

umur

sex

agama

suku

status

Alamat

1

Mika Boma

53

Laki-laki

KP

Mee

Kawin

Obano

2

Pentetus Boma

52

Laki-Laki

KK

Mee

Kawin

Obano

3

Marten Pigai

40

Laki-laki

KP

Mee

Kawin

Obano

4

Simon Keiya

35

Laki-laki

KP

Mee

Kawin

Obano


  1. Saksi

no

nama

umur

sex

agama

suku

status

Alamat

1

Anakletus Boma

56

L

KK

Me

Kawin

Enaro

2

Esau Boma

25

L

KP

Me

Belum K.

Obano

3

Jhon Gobai

39

L

KP

Me

Kawin

Enaro

4

Lukas Pigai

48

L

KP

Me

Kawin

Obano


  1. Keadaan Korban.

Mika Boma langsung mati tempat, peluruh jenis PIN 5,56 masuk di bagian ketiak kanan langsung lobang besar di bagian Pantat. Eyan Marten Pigai, kena peluruh di perut langsung keluar tali perut, kemudian pentetus Boma kena peluruh di bagian bahu, dan darah mengalir. Simon Keya kena peluruh di bagian kaki kiri.


  1. Barang bukti



  1. Alasan Tembakan

Belum jelas. Alasan tembakan karena lokasi kejadian dan Kantor Brimob sudah 100 Meter. Masa pergi bukan juga serang Brimob. Hanya pergi memberitahukan pihak Degei hadir untuk menyelesaikan masalah tetapi kami pihak korban kaget dengan tembakan dari Brimob.


  1. Alasan Demonstrasi.

Alasan Demonstrasi itu karena pada awalnya masalah ini mulai ketika Pihak Degei mengambil uang Rp 15.000.000 (lima belas juta), satu juni komputer, dan dua batu berharga menurut orang Paniai pada tanggal 5 Juni 2009. Kronologisnya sebagai berikut:

  1. Pada malam hari tanggal 5 Juni 2009. Datanglah Oki Degei dan Januarius Degei datang malam jam 12.00. mereka dua naik di atas rumah. Mencabut paku zeng dan daun zeng angkat taru di samping. Lalu mereka dua masuk lalu posisi kamarnya Manis Boma bongkar lagi Tripleks. Langsung turun di kamar Manis Boma. Malam itu juga mereka dua ambil uang Rp 15.000 (lima belas juta), komputer duduk satu junit, dua batu berharga menurut orang Paniai.

Masalah ini Manis Boma cari tahu sampai dapat pelaku pencuri nama tersebut di atas. Manis Boma yang punya barang mengumpulkan pihak Degei pada tanggal, 9 Juni 2009. Ternyata Oki dan Januarius Degei mengaku bahwa benar barang itu sudah ambil. Pada tanggal yang sama juga Oki sudah mengaku bahwa Computer tersebut telah dijual kepada orang dengan harga sebesar Rp,2.800.000. Computer tersebut itu milik Manis Boma untuk dia kerjakan urusan Kantornya.

Pada tanggal yang sama dan jam 4.00 sore; pihak orang tua dari Oki Degei mulai mengumpulkan uang untuk mengembalikan kepada si pembeli Computer lalu orang tuanya si Pencuri telah mengumpulkan uang dengan jumlah sebasar Rp,1.800’000 . Kemudian untuk pengumpulan uang tersebut belum sampai 2.800,000 maka mereka mengambil keputusan tunda pada tanggal 13 Juni 2009. untuk menyelesaikan masalah.

Pada tanggal, 12 hari jumat Manis Boma memberitahukan kepada Gad Boma, Elia Keiya, Daud Keiya bahwa : “besok hari jumat kami selesaikan masalah pencurian barang besok sore tanggal 13 Juni 2009. Kemudian Manis Boma pulang di rumah di Madi. Sore manis pergi tidur seperti biasa Ternyata Manis Boma tidak bangun-bangun. Akhirnya keluarga nya pergi membangunkan Manis Boma jam 10.00 siang di kamarnya. Ternyata manis Boma mati meninggal dunia. Tepat tanggal yang mau selesaikan masalah pencurian , tepat juga hari meninggalnya Manis Boma.

  1. Setelah keluarganya sebarkan berita kematian Manis Boma, banyak keluarga datang menangisi. Keluarga sedang menangis, datanglah pihak Degei yaitu Oki Degei datang dengan membawa anak panah dan jubi sambil bicara katanya “Manis Boma, mana, kamu punya jago itu mari bawa saya mau lihat.

  2. Pada tanggal 14 Juli 2009. Pagi jam 09.30 jenazah Manis Boma bawa di kampung. Tanggal yang sama Mulai Pukul 04-06.00 dua jam penuh Fam Degei naik mobil belakus dua buah ( mobil kijang belakang kosong) penuh dengan manusia di lengkapi dengan anak panah dan jubi mengelilingi kota Enarotali katanya “tunjukan marga Boma punya jagomu”. Yang di saksikan oleh ibu-ibu pasar.

Alasan tersebut di atas ini, keluarga korban Boma Demontrasi untuk meminta batu berharga dua buah. Satu junit komputer, dan uang 15 juta. Masalah ini mau selesaikan bersama-sama antara fam Degei dan Boma pada tanggal, 30 Juni ternyata pihak Boma korban di atas korban baik itu dari kekerasan Brimob mau kekerasan dari pihak Degei.

  1. Penyelesaian Masalah

  1. Kepala Biro Hukum POLDA PAPUA.

  1. Esau Boma; mengakui Keterlibatan Brimob; menyampaikan kepada Kepala Biro Hukum POLDA PAPUA, Drs. Piter Waine “Menurut Esau Boma; Satuan BRIMOB, POLDA PAPUA yang ditugaskan di Paniai melanggar aturan dan intervensi tugas dan tanggung jawab POLISI sebagai keamanan kota seketika terjadi aksi-aksi anakis namun sayangnya belum terjadi keributan atau pertikaian antara pihak degei dan boma. Satuan BRIMOB dengan niat jahat tanpa segan – segan membunuh rakyat yang tak bersalah dan hal tersebut menunjukkan SATUAN BRIMOB membuat masalah,mencari masalah,membalas dendam kasus tersebut adalah KRIMINAL MURNI/PELANGGARAN HAM. maka dengan demikian sikap dan tindakan yang dilakukan oleh satuan BRIMOB diperintakan oleh KAPOLDA ? atau oleh KAPOLRES ? atau oleh kepala BRIMOB ? atau oleh siapa ? dan dibalik itu ada apa ?.

  2. Tanggapan dari JHON GOBAI ketua LMA Kabupaten Paniai bahwa;

Saat masalah terjadi saya sendiri menjadi saksi mata dan saat itu saya mengamankan BRIMOB yang dengan niat jahat mengeluarkan tembakan kearah rakyat dan begitu pula rakyatpun saya menghalangi karena jangan sampai terjadi penumpahan darah namun satuan BRIMOB pun masih terus mengeluarkan peluruh kea rah rakyat dan rakyatpun belum membubarkan barisannya dari tempat kejadian,tetapi saat itu rakyat belum melepaskan busur dan parang kea rah BRIMOB sedikitpun belum dan saya mengaku yang terjadi adalah pelemparan itupun dari arah yang jauh antara BRIMOB dan rakyat. Kemudian situasi sedang memanas dan BRIMOB masih membanjiri tembakan kearah rakyat dan ada satu orang rakyat kenah tertembak peluruh di bagian kaki. Saya berusaha membubarkan BRIMOB dan rakyat tetapi rakyat masih maju dan BRIMOB masih melepaskan tembakan kearah rakyat saat awalpun tidak ada senjata peringatan tetapi saya menilai benar-benar BRIMOB berniat jahat dan membunuh rakyat untuk membalas dendam kasus pembunuhan yang terjadi di PUNCAK JAYA karena saya sendiri menjadi saksi mata dan mendengar ungkapan yang diungkapankan oleh seorang BRIMOB saat itu juga. Oleh karena itu saya selaku ketua LMA Kabupaten Paniai menyampaikan dengan hormat kepada bapak KAPOLDA segerah menarik semua satuan BRIMOB yang ditugaskan di Paniai jam ini juga segerah ditarik karena Paniai bukan tempat untuk membalas dendam.

  1. Tanggapan dari ALPIUS PIGAI;

Tanpa kesalahan apapun rakyat dipalang oleh Mobil pikab dan tanpa kesalahan apapun rakyat ditembak habis habisan sampai terjadi penumpahan darah dan satu diantaranya mati tewas oleh karena itu kami dari keluarga duka atas matinya Almarhum MIKA BOMA memohon kepada bapak kepala biro HUKUM POLDA PAPUA segerah mengambil langka-langka kongkrit untuk menyelesaikan kasus tersebut sesuai dengan aturan hukum yang berlaku ,bila proses hukum berlanjut mohon dilibatkan pihak keluarga korban Almarhum MIKA BOMA sebagai saksi bahwa penyelesaian kasus 30 juni Paniai berdarah telah tuntas ,jika tidak demikian kami keluarga duka tidak puas sejauh mana proses penyelesaian kasus 30 Juni Paniai berdaraH mati dan tertembak MIKA BOMA maka kami menilai POLDA PAPUA menggelapkan kasus pelanggaran HAM BERAT tersebut ibarat lempar batu sembunyi tangan.


  1. Tanggapan dari Drs. PITER WAINE;kepala Biro HUKUM POLDA PAPUA .

MIKA BOMA yang ditembak mati oleh satuan BRIMOB ini adalah keluarga saya ,boleh dikatakan kakak saya, kepada siapa saja pelaku kekerasan akan diproses sesuai dengan aturan hokum . tapi terus terang sebagai bukti POLISI membutuhkan VISUM DOKTER agar POLISI dapat mengetahui jenis peluruh apa ? Apakah Mika Boma sudah divisum oleh dokter ? atau jenasanya langsung di bawa ke kampong ?


  1. Tim Penyelidik dari POLDA PAPUA

  1. Tim penyelidik dari Polda Papua datang menyelidiki peristiwa berdarah Paniai, Tim penyelidik tidak mempersatukan pihak pelaku dan korban. Hanya minta keterangan berbeda waktu tempat yang salam. Tim penyelidik pertama mengundang pihak pelaku Brimob, pada hari kamis tangggal 2 Juli 2009. Di raung Reserse Kriminal Polres Paniai. pertanyaanya dari Tim Penyelidik “kenapa Brimob secara langsung melepaskan tembakan ke arah rakyat lalu rakyat kena tertembak mati dan tiga di ataranya luka tembakan? Jawaban dari Brimob “karena rakyat merampas senjata. Kedua karena rakyat memasuki pos Brimob.


  1. Tim penyedik kepada saksi Jhon Gobai ketua LMA “apa benarkah rakyat merampas senjata Brimob? Dan memasuki Pos Brimob lalu menyerang Brimob. Jawab dari Jhon Gobai “sangat keliru ketika rakyat di bilan merampas senjata dan menyerang pos Brimob karena saya sendiri menjadi saksi mata. Justru Brimob menghalangi rakyat di jalan. Jarak antara Pos Brimob sampai titik pemalangan Mobil Pikab 200 meter dan jarak antara Pos Brimob sampai titik penyembahkan Mika Boma 100 meter. Saat itu rakyat belum merampas senjata karena Brimob membanjiri peluruh penyembakan. Langsung lurus ke arah rakyat. Untungnya rakyat merayap dan menyembunyikan diri dari peluruh yang di lepaskan oleh kersatuan Brimob.