Friday, July 30, 2010

Isu Merdeka Hanya Melelahkan Meset: Mahkamah Internasional Telah Mengakui Pepera 1969 Sah

Meset: Mahkamah Internasional Telah Mengakui Pepera 1969 Sah

Nicholas MesetJAYAPURA—Penolakan UU Nomor 21 tahun 2001 tentang Otsus Papua yang kemudian memunculkan wacana referendum, dinilai sebagai eforia yang berlebihan. Pasalnya Mahkamah Internasional telah mengakui Pepera 1969 sah.
“Referendum dan mau merdeka, itu hal yang panjang dan melelahkan, lebih baik kita maksimalkan Otsus yang ada ini,” tegas eks Tokoh Organisasi Papua Merdeka (OPM) Nicholas Meset belum lama ini di Jayapura menyikapi penolakan UU Otsus Papua.
Meset mengatakan, isu untuk memerdekan Papua sudah tidak lagi menarik perhatian dunia internasional, hal ini terlihat dari keharmonisan Indonesia dengan negara tetangga, hubungan hubungan bilateral maupun mulitirateral yang semakin terbina.“Dunia tidak butah, banyak hal-hal yang menjadi persoalan dunia saat yang perlu dibicarakan dan diselesaikan yaitu HIV Aids, kekurangan pangan, air laut naik, terorisme dan banyak lagi persoalan,” ungkapnya.
Namun disisi lain, penolakan dari UU Otsus Papua itu, kata Meset, bertolak dari 8 tahun pemberlakuan UU Otsus Papua, tidak ada keseriusan Pemerintah Indonesia untuk membangun Papua. “Jakarta juga harus jujur dan serius kepada rakyat Papua, jangan setengah hati, biar rakyat ini percaya bahwa Indonesia mau bangun Papua,” singgungnya.
Menyinggung soal pengembalian Otsus Papua Meset mengatakan, pengembalian tersebut mestinya dipertimbangkan dengan matang, pasalnya pasca pengembalian Otsus Papua, Pemerintahan di Papua akan mengalami kemuduran. Yang artinya anggaran mulai terkuras, program pemberdayaan rakyat mulai berkurang dan banyak persoalan lain.
“Jadi otus sebenarnya tidak gagal yang menggagalkan Otsus adalah pemerintah daerah,” sebutnya.(hen)

2 Agustus, KNPB Gelar Mimbar Bebas di Makam Theys

Rabu, 28 Juli 2010 20:46

JAYAPURA—
KNPB (Komite Nasional Papua Barat) yang selama ini cukup gencar dalam menyuarkan Referendum, Rabu (28/7) kemarin kembali melakukan aksi demo damai.

Demo yang dikoordinatori Jubir KNPB Maco Tabuni dimulai dengan pengumpulan massa di depan Kantor Pos Abepura.

Saat melakukan pengumpulan massa tersebut, anggota KNPB KNPB juga membagi-bagikan selebaran kepada masyarakat yang lewat disekitar aksi pengumpulan massa. Dalam selebaran yang ditndatngi Ketua Umum KNPB sekaligus selaku penanggungjawab aksi demo Bucktar Tabuni tersebut berisikan tentang bergabungnya Papua ke dalam NKRI yang dinyatakan oleh KNPB sebagai aneksasi adalah melangar hukum dan HAM Intrnasional. ‘’Itulah akar persoalan Papua sehingga aneksasi Papua disebut Ilegal,’’ungkapnya yng menyatakan bahwa proses aneksasi tersebut adalah persekongkolan Belanda, Amerika Serikat, Indonesia dan PBB.

Dikatakan bahwa akar persoalan tersebutlah yang terus digugat oleh orang asli Papua. ‘’Akar persoalan itu juga sedang digugat di tingkat Internasional oleh pihak-pihak internasional melalui kajian dalam bentuk buku, seminar, kampanye dan lobi,’’ jelasnya.

Dikatakan juga bahwa supaya bisa mendorong akar masalah itu ke PBB, maka IPWP (Gabungan Parlemen-Pareleman Internasional) dan ILWP (Pengacara-Pengacar a Hukum Internasional) sedang mendorong negara-negara agar akar masalah ini bisa dibawa ke PBB, baik secara hukum maupun politik. ‘’Tanggal 19 Juni 2010 lalu, Parlemen oposisi dan pemerintah Vanuatu telah membuat suatu mosi (kesepakatan) untuk membawa masalah Papua Barat ke PBB. hal yang sama sedang didorong di PNG dan Ingris,’’ ungkapnya lagi.

Diungkapkan juga dalam selebaran tersebut bahwa tanggal 14 Juli hingga 2 Agustus 1969 dalam pelaksanaan Pepera diwarnai dengan kekerasan militer dan manipulai. ‘’Tanggal 2 Agustus ini akan diperingati di seluruh pendukung Papua Merdeka DI TINGKAT Internasional dengan mengembalikan Pepera 1969 ke PBB dan menggugat kembali serta menuntut dilaksanakan Referendum sebagai solusi tengah antara Papua dan Indonesia,’’ lanjutnya.

Di dalam selebaran tersebut dicantumkan bahwa pada 2 Agustus 2010 nanti tepatnya pukul 10.00 WP akan dilaksanakan mimbar bebas di Lapangan Pahlawan Makam Theys Eluay. (aj)

http://bintangpapua .com/index. php?option= com_content&view=article&id=6239:2-agustus- knpb-gelar- mimbar-bebas- di-makam- theys&catid=25:headline&Itemid=96

Thursday, July 29, 2010

Jalan di Tempat, SBY Minta Audit Otsus Papua

Kamis, 29 Juli 2010 - 18:39 wib

Insaf Albert Tarigan - Okezone
Presiden SBY. (Foto: dok Setneg)

JAKARTA - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono rupanya gerah dengan pembangunan Papua yang dinilainya jalan di tempat. Presiden menginstruksikan untuk melakukan audit dana pembangunan daerah otonomi khusus Papua.

"Biaya pembangunan per kapita di 33 provinsi yang paling tinggi adalah Provinsi Papua, baru Aceh, baru yang lain-lain. Jadi kalau tidak bergerak, tidak ada kemajuan, kita harus tahu mengapa, why?" tukas Presiden di Kantor Kepresidenan, Jakarta, Kamis (29/7/2010).

Presiden juga akan memerintahkan audit terhadap sejumlah APBD beberapa kabupaten dan kota yang dianggap gubernurnya sangat tidak sesuai. "Uang itu uang rakyat, dan sebagain besar adalah desentralisasi fiskal yang kita lakukan untuk kabupaten tertentu. Bayangkan kalau tidak optimal, kita harus pastikan semua itu. Karena itu bagian dari manajemen pemerintahan, " paparnya.

Audit akan dilakukan setelah banyak menerima keluhan, laporan, yang menyudutkan pemerintah pusat. Seolah-olah dana pembangunan untuk daerah Papua sangat kurang. Presiden meminta audit dari segi manajemen, anggaran, atau pengawasannya. Apakah hal tersebut sudah efektif?

"Oleh karena itu sudah saatnya kita melihat utuh, jangan saling menyalahkan, dan menjadi bulan-bulanan LSM dalam dan luar negeri. Satu-satunya audit yang dilaksanakan secara akuntabel," tuturnya.

Dalam tuturannya, Presiden mengungkapkan jika sejak tahun 2005 kebijakan security approach yang semula menjadi kebijakan dasar pemerintah terhadap, telah diubah menjadi prosperity approach. Penegakan hukum mengiringi pendekatan kesejahteraan, dan sejalan dengan mengalirnya dana-dana pembangunan, termasuk dana otonomi khusus.
(hri)



sumber:http: //news.okezone. com/read/ 2010/07/29/ 337/357923/ jalan-di- tempat-sby- minta-audit- otsus-papua

Keamanan di Puncak Jaya Masih Rawan

Enembe: Peneror Lebih Menguasai Medan dari TNI/POLRI

JAYAPURA—Berbicara situasi keamanan di Mulia Puncak Jaya, bak air pasang surut, demikianlah yang terjadi, seperti yang terungkap dari bibir Bupati Puncak Jaya Lukas Enembe SIp.
“Keamanan Puncak Jaya sampai sekarang masih rawan, empat hari lalu, empat mobil yang masuk Mulia dari Wamena dibakar, mereka ini terlalu percaya diri,” ungkap Bupati Enembe, kepada wartawan di gedung DPR Papua seusai melakukan pertemuan dengan Fraksi Demokrat DPRP, kemarin.
Dikatakannya, untuk memasuki Mulia Puncak Jaya dengan menempuh jalan darat, setidaknya kendaraan yang dipakai minimal lebih dari 30-an mobil secara konvoi, hal ini dimaksudkan untuk meminimalisir teror di tengah jalan ataupun hal-hal buruk lainnya.
Disebutkan, hingga saat ini jalan Wamena Mulia masih rawan teror, pasalnya pos penjagaan yang saling berjauhan, ditambah dengan medan yang susah sehingga memudahkan peneror untuk menghilang saat dilakukan pengejaran.
“Saudara-saudara kita yang bersebrangan pendangan itu masih berkeliaran dan jumlah senjata yang mereka pegang juga cukup banyak sekitar 20-an senjata, jadi masih rawan,” ingatnya.

Menyinggung peranan aparat TNI/POLRI yang bertugas menjaga keamanan sekaligus mengejar para peneror, Enembe dengan mimik sedikit senyum mengatakan, para peneror itu berada di dalam hutan-hutan rimba dan lebih mengenal medan dari pada para anggota TNI dqan POLRI, hal inilah yang menyulitkan aparat untuk menuntaskan para peneror ini. “Mereka yang berada dalam hutan itu lebih menguasai alam dari TNI/POLRI, tantangan alam membuat kesulitan. Jadi mau kejar model apapun tidak bisa, jadi memang harus ada perencanaan yang tepat sehingga saudara-saudara kita yang DPO yang pegang senjata itu bisa menyerahkan senjata dan kembali melakukan aktifitas sebagai masyarakat biasa,” sambungnya.
“Ya kalau hanya sekedar mengirim polisi untuk berjaga di sepanjang jalan atau titik itu, Mulia tetap masih rawan, karena itu tidak, kalau TNI/POLRI melakukan pengejaran, maka mereka harus mempunya perhitungan yang matang karena saudara-saudara kita yang dalam hutan ini yang lebih mengusai medan dibanding TNI/POLRI,” tambahnya.
Oleh karena itu, ujar Enembe, masyarakat berharap dengan perpanjangan Ultimatum serta himbauan yang terus dilakukan bisa menjinakkan kelompok-kelompok bersenjata di wilayah pegunungan sekitar Puncak Jaya untuk mengembalikan senjata.
“Mereka ini, berbeda ideologi, jadi penyelesaiannya membutuhkan trik-trik tersendiri, tidak segampang itu. Disana ada berbagai macama kelompok, masih ada kelompok yang betul-betul berjuang untuk membentuk satu negara papua yang merdeka, ada kelompok dengan kepentingan lokal, ada kelompok yang sakit hati dan masih banyak kelompok lagi, mereka ini bersatu dan terciptalah teror kepada sesama,”tandasnya. (hen)

sumber:http: //www.bintangpap ua.com/index. php?option= com_content&view=article&id=6264:keamanan- di-puncak- jaya-masih- rawan&catid=25:headline&Itemid=96

Sunday, July 18, 2010

Ryass : Hanya Papua dan Kalimantan Yang Layak Dimekarkan

Papua. TEMPO/Imam Sukamto
TEMPO Interaktif, YOGYAKARTA - Eks Menteri Otonomi Daerah Ryaas Rasyid menilai daerah yang paling memungkinkan untuk pemekaran hanya Papua dan Kalimantan. Sebab dua daerah tersebut berada di wilayah perbatasan langsung dengan negara lain. Sementara untuk pemekaran daerah lain masih dalam moratorium.

“Moratorium pemekaran daerah kan artinya penundaan sementara, saya kira bisa dipahami karena untuk meyakinkan bahwa secara selektif merupakan suatu kebutuhan, yang paling mendesak untuk pemekaran adalah Papua dan Kalimantan karena berada di perbatasan,” kata Ryaas Rasyid di Yogyakarta, Sabtu (17/7).

Tujuan pemekaran yang paling penting, kata dia adalah masuknya keuangan pusat ke daerah yang dimekarkan. Selain itu ada ruang partisipasi bagi politisi daerah. Untuk meredam keinginan kuat masyarakat yang menginginkan pemekaran menurut Ryaas dengan diberi penyadaran soal masalah yang dihadapi yang harus diatasi. Sebab proses untuk pemekaran tidak mudah dan murah. Pemekaran wilayah merupakan suatu solusi masalah bukan menciptakan masalah baru.

Beberapa waktu lalu Presiden SBY menyatakan selama 10 tahun terakhir terjadi pemekaran wilayah sebanyak 205 daerah. Tetapi 80 persen di antaranya diangap gagal. Setidaknya pernyataan SBY tersebut masih bisa diperdebatkan.

“Presiden menyatakan seperti itu minimal untuk warning,” kata Ryaas.
MUH SYAIFULLAH