Tuesday, June 22, 2010

Referendum Tak Lagi Diakui PBB

Referendum Tak Lagi Diakui PBB

Bucthar ‘Tantang’ Polda Tangkap Pengusung Aspirasi Referendum

Frans Alberth Joku, Ketua Umum Badan Dewan Otorita  Adat  SentaniJAYAPURA-Desakan referendum, sebagai salah satu poin hasil Musyawarah Besar (Mubes) Majelis Rakyat Papua (MRP) yang telah diantar ke DPRP dalam aksi long march Jumat (18/6) pekan kemarin, dikomentari Frans Alberth Joku, Ketua Umum Badan Dewan Otorita Adat Sentani.Ketika dihubungi Bintang Papua di Jayapura, Minggu (20/6) petang, ia mengatakan, di tingkat internasional tak ada peluang dan mekanisme politik dan hukum untuk mengatur referendum (jajak pendapat). Bahkan Negara- negara lain dan institusi multibilateral, termasuk PBB (Persatuan Bangsa-bangsa) hanya mengakui Papua sebagai daerah otonom yang menjadi bagian integral dari NKRI.

Hal itu diungkapkan saat ditanya terkait salah satu rekomendasi Mubes MRP, yakni segera dilakukan referendum yang telah diserahkan kepada DPRP Jumat (18/6) siang. Dikatakan, orang Papua tak boleh bermimpi dan mau meniru perjuangan di Timor Leste atau bangsa bangsa lain. Hanya kelompok kelompok di Papua yang melihat kemungkinan untuk referendum. “Tak ada satu negarapun di atas permukaan bumi yang mendukung gerakan kemerdekaan di Papua terkecuali Vanuatu. Ini adalah fakta dan kami sendiri dulu sebagai moderator internasional berulangkali mendatangi berbagai bangsa dan negara dan jawaban itu yang kami dapatkan, adalah tak mengakui lagi referendum,” tukasnya. Masyarakat Papua, ujar Joku, jangan ditipu terus menerus dengan propaganda kosong. Biarlah rakyat Papua menyadari hal itu dan menggunakan semua kesempatan yang ada agar membangun negeri dan diri kita sendiri supaya dapat meraih nilai- nilai yang kita perjuangkan dalam hidup yakni keamanan, kebebasan dan kesejahteraan yang adalah tujuan akhir dari segala bentuk perjuangan. Seperti diketahui, dalam rapat pleno Mubes MRP yang digelar Rabu (16/6) berhasil menghasilkan 11 keputusan, salah satunya adalah minta segera dilakukan referendum.

Sementara itu adanya aksi demo massa, ke DPRP pada 18/6 yang mengantarkan hasil Mubes, salah satunya desakan Referendum, juga tidak luput dari komentar Buchtar Tabuni, yang saat ini masih dalam Lapas Abepura menjalani vonis 3 tahun, atas kasus makar saat demo pada 16 Oktober 2008 dan 10 Maret 2009.Dikatakan aksi demo ke DPRP Jumat itu, tidak ada bedanya dengan dua demo yang dia pimpin tersebut. Karena itu ia mempertanyakan tindakan aparat penegak hukum, apakah juga akan berani menangkap pelaku demo tersebut seperti dirinya dulu. ‘’Aksi yang dilakukan MRP dengan tuntutan referendum sebagai solusi karena otsus gagal, tuntutan ini sama halnya dengan tuntutan pada saat aksi damai KNPB (Komite Nasional Papua Barat) yang saya pimpin pada tanggal 16 Oktober 2008 dan tanggal 10 Maret 2009,’’ ungkapnya dalam releasenya.

Dikatakan, akibat demo yang membawa aspirasi yang sama dengan MRP tersebut, ia ditangkap dan divonis 3 tahun penjara bersama Seby Awom, Maco Tabuni, Dias Serafin, Yance Mote dan Fictor Yeimo dengan Undang-Undang makar dan penghasutan.
‘’Yang menjadi pertanyaan bagi saya sebagai ketua KNPB adalah apakah pihak Polda Papua akan melakukan pemanggilan kepada MRP lalu proses hukum seperti saya, 3 tahun dalam penjara?,’’ ungkapnya bertanya-tanya. Ia juga mempertanyakan apakah RKJ (Rukun Keluarga Jayawijaya) dan (BMP) Barisan Merah Putih juga akan mendesak pihak Polda untuk melakukan penangkapan terhadap MRP seperti tuntutan penangkapan terhadapnya.

‘’Semoga Polda Papua tidak melakukan tebang pilih. Yang kecil dikorbankan, yang besar dihargai,’’ lanjutnya. Sementara itu, terkait dengan 11 poin hasil Mubes MRP dengan orang asli Papua yang diserahkan ke DPRP 18 Juni lalu, KNPB menilai akan ada kompromi politik atas aspirasi yang menurut Juru Bicara KNPB Maco Tabuni 11 aspirasi tersebut adalah aspirasi murni rakyat Papua. Penilaian tersebut, menurut Maco karena waktu yang cukup lama yang diberikan DPRP dalam meresponnya. ‘’Seharusnya kalau memang tidak ada kompromi politik, satu hari saja. Tidak perlu tunggu lama. Jadi ketika menerima aspirasi kemarin seharusnya, ya besok akan kami paripurnakan, itu yang kami mau. Masak harus tunggu satu bulan,’’ ungkapnya saat jumpa pers di belakang Kantor Pos Abepura Sabtu (19/6) kemarin.

Dalam pres releasenya yang ditandatangani Ketua Umum KNPB Buchtar Tabuni yang masih di dalam Lapas Abepura dan Sekjen KNPB Ogram Wanimbo, terkait mosi tidak percaya tersebut mengatakan bahwa tuntutan referendum tersebut sedang ditanggapi serius oleh masyarakat internasional melalui IPWP dan ILWP. ‘’MRP dan DPRP serta seluruh komponen rakyat Papua Barat segera merapatkan barisan dan memupuk persatuan semesta rakyat Papua untuk mendukung IPWP dan ILWP dalam gugatan proses rekayasa Pepera 1969 di mahkamah internasional,’’ himbaunya. Selain itu, lanjutnya, tahapan referendum akan dimediasi oleh KNPB dengan membentuk dewan nasional Bangsa Papua Barat secara demokratis dari seluruh komponen rakyat Papua Barat. ‘’Diketahui bahwa persoalan Papua adalah keterlibatan pihak internasional (PBB, AS, Belanda dan RI), maka diselesaikan sesuai mekanisme internasional,’’ ungkapnya.(mdc/cr-10)

No comments:

Post a Comment