Saturday, July 4, 2009

Membangun Papua Bersama Indonesia

Radio Nederland Wereldomroep

12-05-2009

Wawancara Nicolas Jouwe
Sudah sekitar 40 tahun Nicolas Jouwe berjuang untuk memerdekakan tanah kelahirannya Papua. Bersama teman-temannya ia mendirikan Organisasi Papua Mereka. Tapi sekarang ia mau pulang ke tanah kelahirannya. Tujuannya adalah untuk membangun kawasan itu bersama Indonesia, tandasnya kepada pewancara penyiaran publik Belanda IKON. Apakah cita-cita kemerdekaan sudah menghilang?
Nicolaas Jouwe 01.jpg

Menurut pemimpin Papua ini, Indonesia menyadari bahwa mereka tidak bisa lagi mengusik orang Papua. Karena orang Papua tidak mengerti bahwa negeri mereka sudah sejak 40 tahun merupakan bagian dari Republik Indonesia.

Tekanan internasional
Menurut warga gaek Papua ini, masuknya Papua NKRI boleh dikatakan karena tekanan dunia internasional.

Jouwe: "Indonesia memiliki kawasan itu gara-gara PBB. Bekas Nugini diserahkan ke Indonesia atas dukungan mayoritas besar. Semua negara adikuasa di dunia, baik yang demokrat mau pun komunis, non komunis, orang Arab, semuanya menyatakan kawasan itu sebagai wilayah Indonesia. Dengan demikian kawasan itu diserahkan (ke Indonesia, red.)"

Bulan Maret 2009 Nicolas Jouwe bertemu presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Ini berarti bahwa Jouwe sudah menempuh jalan baru. Tapi apakah ini berarti ia sudah menangkalkan cita-cita Papua Merdeka atau Vrije Papoea.?

Jouwe: "Kami sudah sekitar 40 tahun menunggu dan bekerja. Tidak ada yang mau bekerjasama dengan orang Papua. Semua orang menganjurkan kami untuk perlahan-lahan menjalin perdamaian dengan Indonesia, bekerjasama dengan Indonesia dan membangun negeri itu."

Membangun Papua
Papua adalah negeri kaya. Di sana ada tambang emas terbesar di dunia. Dan ini diakui oleh pemimpin Papua ini. Pertanyaanya apakah ia tidak sedih karena terpaksa menangkalkan cita-cita kemerdekaan? Jouwe tidak menjawab langsung pertanyaan ini. Ia memaparkan kenyataan yang dihadapi orang Papua sekarang.

Jouwe: "Mayoritas orang Papua masih tinggal di negerinya sendiri. Di sana mereka bekerjasama dengan Indonesia. Mereka membangun negeri itu dengan cara sangat baik."

Jouwe menambahkan, ia kagum melihat kemajuan pembangunan yang tercapai di Papua.

Jouwe: "Ada kemajuan luar biasa di sana. Ada dua atau tiga universitas dibangun di sana."

Jouwe menambahkan, bahwa pemerintah RI memerlukan dia untuk mengatakan kepada rakyat Papua bahwa kita harus bekerjasama dengan Indonesia. Dunia mengatakan, bahwa orang Papua, baik secara geografi maupun geopolitik bergantung pada Indonesia.

Tinggal di Papua
Ditanya apakah ia bisa cocok lagi untuk untuk tinggal di Papua, Jouwe mengatakan ya. Ia juga menandaskan bahwa ia akan pulang kampung sekeluarga. Ini berarti termasuk isterinya yang orang Belanda. Namun masalah ini ia belum bicara sama isterinya yang sudah tinggal di rumah orang lansia. "Daarover hebben we nog niet gesproken (Kami belum bicara soal itu)," katanya kepada wartawan media penyiaran Belanda IKON.

Jouwe menyadari ia menyandang tragik bangsanya. Orang Papua, katanya, selama lebih dari 40 tahun tidak bisa menyesuaikan diri dengan Indonesia. Makanya, ia merasa, kini tiba saatnya untuk mengatakan kepada orang Papua bahwa kalau tidak hati-hati, bangsa Papua akan habis.

Jouwe: "Jumlah penduduk kami hanya satu juta seratus ribu orang. Kalau terus-menerus begini, kami akan punah menghilang dari permukaan bumi."

Menurut dia, integrasi dengan RI justru untuk melestarikan bangsa Papua.

Banyak orang Papua terutama generasi muda masih mau berjuang untuk kemerdekaan Papua. Mereka antara lain menuduh generasi tua seperti Jouwe disalahgunakan oleh pemerintah Indonesia. Menanggapi ini Jouwe mengatakan, itu hak mereka untuk berpendapat demikian. Namun, Jouwe menambahkan, pada suatu ketika mereka akan berubah pikirannya.

Pemimpin Papua ini tidak berambisi untuk berpolitik kalau pulang nanti. Bagi dia yang penting adalah untuk menjelaskan kepada orang Papua agar bersama-sama membangun wilayahnya bersama Indonesia. Terakhir ia menambahkan, semua yang terjadi di masa silam harus dijadikan pelajaran.

No comments:

Post a Comment